140 Anak Penghafal Al-Qur’an di Tasikmalaya Jalani Uji Publik

140 Anak Penghafal Al-Qur’an di Tasikmalaya Jalani Uji Publik

Tasikmalaya, LINews – Jumlah anak-anak penghafal Al-Qur’an di Kota Tasikmalaya bertambah 140 orang. Setidaknya hal itu berkaitan dengan acara Khatmul Quran dan Imtihan SDIT At Taufiq Al Islamy di Jalan Letnan Harun Kota Tasikmalaya, Sabtu (8/6/2024).

Sebanyak 140 anak yang mayoritas duduk di bangku kelas 5 dan kelas 6 SD itu telah mampu menghafal Al-Qur’an juz 29 dan juz 30. Untuk membuktikan kemampuan anak-anak itu pihak sekolah menggelar uji publik. Secara acak anak-anak itu diuji hafalannya oleh tim khusus dan oleh orang tua wali.

Teknisnya penguji atau orang tua wali membacakan potongan ayat Alqur’an secara acak, lalu anak-anak tersebut melanjutkan atau menuntaskan potongan ayat tersebut. Semua anak yang berkesempatan diuji publik, ternyata mampu menandaskan tantangan tersebut, sehingga kian menegaskan bahwa 2 juz terakhir Al’Qur’an, sudah ada di kepala mereka.

“Ini adalah proses pembuktian atau ujian, setelah mereka menjalani proses pembelajaran kini diuji publik. Kemampuan mereka diperlihatkan kepada seluruh wali murid,” kata M. Gifari Arridlo, Ketua Yayasan Arrifahiyah yang menaungi SD IT At Taufik Al islamy.

Dia menjelaskan hafal Al-Qur’an juz 29 dan juz 30 merupakan standar minimal hafalan dari lulusan sekolah dasar yang berlokasi di Kelurahan Kahuripan, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya ini. “Ini mayoritas anak kelas 5 dan kelas 6, jadi lulusan kami minimal punya bekal hafalan 2 juz,” kata Gifari.

Dia menjelaskan program hafalan Alquran ini merupakan buah dari keresahan akan beratnya tantangan yang dihadapi oleh generasi muda saat ini. Sehingga bekal pendidikan agama mutlak harus didapatkan oleh anak-anak.

“Keresahan kita zaman semakin keras, semakin mengkhawatirkan, anak-anak harus punya bekal dan pedoman mengarungi kehidupan. Hanya Alqur’an pedoman yang mampu menyelamatkan sehingga mereka terhindar dari degradasi moral, kenakalan remaja dan lain. Hafalan Alqur’an bisa membawa manfaat besar bagi kehidupannya kelak,” kata Gifari.

Selain itu dia juga mengaku prihatin dengan berkembangnya asumsi sebagian masyarakat yang menyebut bahwa hafalan Al-Qur’an bagi anak usia SD akan membebani otak anak, sehingga ada kekhawatiran anak menjadi stres.

“Itu sebenarnya asumsi yang salah bahkan sangat berbahaya, padahal selama pembelajaran dilakukan secara proporsional, menerapkan metode yang disesuaikan dengan kemampuan anak, justru mereka enjoy dan faham,” kata Gifari.

Proporsional dan menyesuaikan kemampuan anak menurut dia menjadi hal yang penting, sehingga tak heran jika ada anak kelas 1 SD sudah hafal 2 juz, sementara lainnya hafal saat di kelas 6.

“Poin pentingnya kita tak boleh menyelisihi perintah agama dengan asumsi semacam itu. Bahkan jika merujuk riwayat, ulama-ulama terdahulu mereka mampu menghafal di usia 7 tahun,” kata Gifari.

Dede (36) salah seorang wali murid mengaku bangga dengan hafalan Al-Qura’n yang dimiliki anak sulungnya. Namun di sisi lain dia pun terpacu untuk ikut menghafal karena malu oleh pencapaian anaknya.

“Ya alhamdulillah anak bisa hafal walau pun baru 2 juz akhir, tapi manfaatnya saya jadi ikut belajar juga. Kan malu sama anak, dia hafal masak bapaknya tidak,” kata Dede.

(Joni)

Tinggalkan Balasan