2 Petinggi BUMN Amarta Karya Hidup Mewah dari Hasil Korupsi

2 Petinggi BUMN Amarta Karya Hidup Mewah dari Hasil Korupsi

Bandung, LINews – Kasus korupsi yang membelit BUMN PT Amarta Karya (AMKA) telah bergulir di Pengadilan Tipikor Bandung. Kedua petingginya, Catur Prabowo selaku Direktur dan Trisna Sutisna selaku Direktur Keuangan kini menjadi pesakitan atas dakwaan menilap uang negara hingga Rp 46 miliar.

Ironisnya, dua petinggi BUMN ini juga didakwa telah menikmati duit hasil korupsi proyek konstruksi fiktif AMKA untuk menunjang kehidupan mereka yang penuh kemewahan. Dari total Rp 46 miliar, Catur diketahui telah mendapat jatah hingga Rp 30 miliar dan Trisna Rp 1,3 miliar.

Dalam salinan dakwaan, Senin (9/10/2023), Catur menggunakan uang haram tersebut untuk membeli barang mewah hingga kegiatan elit hingga mencapai Rp 10 miliar. Mulai dari membeli jam tangan merk Rolex, logam mulia, valuta asing, mobil baru sampai untuk kocek keperluan golf Direktur PT AMKA tersebut.

Kemudian, Catur juga disebut sejumlah membeli sejumlah aset mewah dari hasil korupsi yang ia lakukan. Mulai dari membeli rumah mewah di Lebak Bulus, Jakarta Selatan seharga Rp 8 miliar, apartemen di Depok seharga Rp 700 juta, apartemen di Tangerang Rp 1,1 miliar hingga membeli sepeda Brompton beserta aksesorisnya Rp 129 juta.

Selama menjabat sebagai direktur, Catur tercatat menerima penghasilan yang sah senilai Rp 5,2 miliar sepanjar Januari 2018 hingga Juni 2020. Catur juga lah yang mengatur pembayaran premi asuransi pegawai PT AMKA kepada salah satu perusahaan asuransi yang salah satu agennya merupakan istri Catur yaitu Amelia Riniyanti.

Sementara Trisna tercatat menerima uang dari hasil korupsi tersebut sebesar Rp 1,3 miliar. Duit tersebut lalu ia gunakan untuk kocek biaya main golf Trisna, membeli valuta asing hingga untuk keperluan Trisna Sutisna yang lain.

Sekedar diketahui, Catur Prabowo dan Trisna Sutisna telah didakwa menilap duit negara hingga Rp 46 miliar. Direktur serta Direktur Keuangan PT AMKA itu ditengarai memperkaya diri dengan cara meloloskan proyek fiktif di sejumlah daerah di Indonesia.

Adapun modusnya, dilakukan dengan cara menunjuk 3 perusahaan, yaitu CV Perjuangan, CV Cahaya Gemilang dan CV Guntur Gemilang yang sudah keduanya rekayasa untuk menampung uang proyek fiktif tersebut. Catur dan Trisna turut dibantu sejumlah koleganya seperti Pandhit Seno Aji dan stafnya, Deden Prayoga.

Dari hasil proyek fiktif yang telah dijalankan, CV Guntur Gemilang lalu tercatat menyetorkan uang sebesar Rp 17.460.348.357 atau Rp 17,4 miliar. CV Cahaya Gemilang Rp 13.844.907.543 atau Rp 13,8 miliar dan CV Perjuangan Rp 12.760.002.423 atau Rp 12,7 miliar.

Selain itu, Catur dan Trisna juga mengatur transfer kepada sejumlah kerabat Deden Prayoga yang seolah-olah ditunjuk menjadi vendor penyedia alat proyek konstruksi. Mulai dari Abdul Kadir Rp 146 juta, Desi Hariyanti Rp 730 juta, Fajar Bagus Setio Rp 103 juta, M Bangkit Hutama Rp 316 juta dan Triani Arista Rp 490 juta.

Dari setoran proyek fiktif itu, Catur mendapat jatah hingga Rp 30 miliar dan Trisna Rp 1,3 miliar. Sedangkan sisanya yaitu Rp 14,2 miliar, dibagi untuk Royaldi Rp 938 juta, I Wayan Rp 8,4 miliar, Firman Sri Sugiharto selaku Kepala Divisi Operasi I Rp 870 juta, Runsa Reinaldi Rp 273 juta, dan dipergunakan Pandit serta Deden hingga Rp 4,1 miliar.

Keduanya pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahhun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama.

Serta Pasal Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan kesatu alternatif pertama.

Khusus untuk Catur, JPU KPK mendakwa Direktur PT AMKA itu dengan pasal pencucian uang sebesar Rp 10 miliar. Dalam salinan dakwaan tersebut, Catur disinyalir menggelapkan duit hasil korupsinya dengan cara membeli sejumlah aset hingga membawanya kabur ke luar negeri.

Catur pun didakwa bersama melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan kedua.

(Nasikin)

Tinggalkan Balasan