21 Tersangka Dijerat di Kasus Korupsi Timah

21 Tersangka Dijerat di Kasus Korupsi Timah

Jakarta, LINews – Sejauh ini Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menjerat 21 tersangka dalam kasus korupsi timah. Siapa lagi yang akan dijerat, Pak Jaksa Agung?

Perkara ini sendiri memang paling menarik perhatian beberapa waktu terakhir. Tajuk lengkap perkaranya yaitu dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 di mana terakhir menjerat sekaligus 5 tersangka, yaitu:

1. Hendry Lie (HL) selaku beneficial owner atau pemilik manfaat PT TIN

2. Fandy Lie (FL) selaku marketing PT TIN sekaligus adik Hendry Lie

3. Suranto Wibowo (SW) selaku Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2015-2019

4. Rusbani (BN) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung Maret 2019

5. Amir Syahbana (AS) selaku Plt Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung

Sedangkan tersangka-tersangka sebelumnya yaitu:

Tersangka Perintangan Penyidikan:

1. Toni Tamsil alias Akhi (TT)

Tersangka Pokok Perkara:

2. Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP atau perusahaan tambang di Pangkalpinang, Bangka Belitung

3. MB Gunawan (MBG) selaku Direktur PT SIP

4. Tamron alias Aon (TN) selaku beneficial owner atau pemilik keuntungan dari CV VIP

5. Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP

6. Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku mantan Komisaris CV VIP

7. Achmad Albani (AA) selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP

8. Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS

9. Rosalina (RL) selaku General Manager PT TIN

10. Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT

11. Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT

12. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Direktur Utama PT Timah 2016-2011

13. Emil Ermindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah 2017-2018

14. Alwin Akbar (ALW) selaku mantan Direktur Operasional dan mantan Direktur Pengembangan Usaha PT Timah

15. Helena Lim (HLN) selaku Manajer PT QSE

16. Harvey Moeis (HM) selaku perpanjangan tangan dari PT RBT

Ketut Sumedana selaku Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung mengatakan bahwa daftar itu masih bisa bertambah. Siapa yang bakal dijerat?

“Nanti kita kabari,” kata Ketut kepada wartawan, Senin (13/5/2024).

“Kami telah memeriksa banyak saksi dan menetapkan sejumlah tersangka terkait kasus ini. Kasus ini memiliki dampak yang luas, baik secara ekonomi maupun lingkungan,” imbuh Ketut.

Kabar terakhir Kejagung menyita lima smelter timah di Bangka Belitung (Babel). Namun aset itu tetap dikelola agar tidak mengalami penurunan nilai.

“Aset sitaan ini tetap dikelola agar bisa memberikan peluang usaha dan pekerjaan bagi masyarakat,” kata Kepala Badan Pemulihan Aset Kejagung Amir Yanto setelah rapat tertutup membahas pengelolaan lima smelter timah sitaan Kejagung di Pangkalpinang, Selasa (23/4/2024).

Amir mengatakan saat ini sebanyak 30 persen masyarakat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung masih mengandalkan timah untuk perekonomian keluarganya. Ia mengimbau warga sekitar agar sedapat mungkin melakukan penambangan secara legal.

“Bagi penambangan ilegal barangkali untuk sedapat mungkin pihak-pihak terkait untuk secepat mungkin mencari solusi agar mereka menambang secara legal sehingga usaha penambangannya tidak melanggar aturan berlaku,” katanya.

Tunggangan Harvey Moeis Disita

Tak dipungkiri bila salah satu nama yang menonjol di kasus ini adalah Harvey Moeis yang dikenal sebagai suami dari artis Sandra Dewi. Bahkan sang istri, Sandra Dewi, pernah juga diperiksa kejaksaan sebagai saksi.

Satu demi satu kekayaan Harvey turut disita. Berikut daftar sementara mobil milik Harvey yang disita:

1. Rolls-Royce

2. MINI Cooper

3. Vellfire

4. Ferrari

5. Ferrari

6. Mercedes-Benz

Hal lain yang mencolok dan sempat mencuri perhatian publik di kasus ini yaitu soal Rp 271 triliun. Di mata awam, angka itu dianggap sebagai nilai yang dikorupsi dalam perkara ini padahal bukan. Lalu angka apa itu?

Awal mula kasus ini muncul Kuntadi selaku Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung mengatakan Harvey mewakili PT RBT menghubungi sejumlah smelter atau bisnis-bisnis peleburan timah yang terlibat dalam kasus ini. Harvey juga pernah menghubungi Mochtar Riza Pahlevi Tabrani ketika aktif sebagai Direktur Utama PT Timah. Maksud Harvey berkomunikasi dengan Mochtar adalah untuk mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah itu yaitu dengan modus sewa-menyewa alat peleburan timah.

“Yang selanjutnya tersangka HM ini menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan dimaksud,” kata Kuntadi.

“HM diduga memerintahkan para pemilik smelter untuk menyisihkan sebagian keuntungan dari usaha mereka, yang kemudian dibagikan kepada HM dan beberapa tersangka lainnya,” imbuh Kuntadi.

Nah proses ini berlangsung lama di mana Kejagung merasa perlu untuk menghitung kerugian yang timbul dari kerusakan yang terjadi. Untuk itu Kejagung pada 19 Februari 2024 menghadirkan ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo. Dia melakukan penghitungan kerugian yang ditimbulkan dari kerusakan hutan di Babel imbas dari dugaan korupsi yang merujuk pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 Tahun 2014 itu berisi tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.

Berikut bunyi pasal yang mengatur mengenai penghitungan kerugian lingkungan:

Pasal 4

(1) Penghitungan kerugian lingkungan hidup dilakukan oleh ahli di bidang:

a. pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup; dan/atau;

b. valuasi ekonomi lingkungan hidup.

(2) Ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk oleh:

a. pejabat eselon I yang tugas dan fungsinya bertanggung jawab di bidang penaatan hukum lingkungan Instansi Lingkungan Hidup Pusat; atau

b. pejabat eselon II Instansi Lingkungan Hidup Daerah.

(3) Penunjukan ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didasarkan atas:

a. bukti telah melakukan penelitian; dan/atau

b. bukti telah berpengalaman, di bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Penunjukan ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun sesuai dengan Format Penunjukan Ahli sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 5

(1) Penghitungan Kerugian Lingkungan Hidup yang dilakukan oleh ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) sesuai dengan Pedoman Penghitungan Kerugian Lingkungan Hidup yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

(2) Pedoman Penghitungan Kerugian Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan, dan/atau masyarakat.

Pasal 6

(1) Hasil penghitungan Kerugian Lingkungan Hidup oleh ahli dipergunakan sebagai penilaian awal dalam Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di luar pengadilan atau melalui pengadilan.

(2) Hasil penghitungan Kerugian Lingkungan Hidup yang dihitung oleh ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengalami perubahan dalam proses Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di luar pengadilan atau melalui pengadilan.

(3) Perubahan besarnya Kerugian Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipengaruhi oleh faktor teknis dan nonteknis.

(4) Faktor teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) antara lain :

a. durasi waktu atau lama terjadinya Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup;

b. volume polutan yang melebihi Baku Mutu Lingkungan Hidup;

c. parameter polutan yang melebihi Baku Mutu Lingkungan Hidup;

d. luasan lahan dan sebaran Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup; dan/atau

e. status lahan yang rusak.

(5) Faktor nonteknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain:

a. inflasi; dan/atau

b. kebijakan pemerintah.

Menimbang hal-hal di atas, menurut Bambang, angka kerugian lingkungan dalam kasus itu mencapai Rp 271.069.688.018.700 atau Rp 271 triliun. Bambang menjelaskan angka Rp 271 triliun adalah perhitungan kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan nonkawasan hutan. Dia merinci perhitungan kerugian dalam kawasan hutan dan non kawasan hutan. Rinciannya sebagai berikut:

Kerugian Kawasan Hutan:

– Kerugian lingkungan ekologisnya Rp 157,83 Triliun

– Ekonomi lingkungannya Rp 60,276 Triliun

– Pemulihannya itu Rp 5,257 Triliun

Total untuk yang di kawasan hutan adalah Rp 223 Triliun atau lengkapnya Rp 223.366.246.027.050.

Kerugian Non Kawasan Hutan:

– Biaya kerugian ekologisnya Rp 25,87 Triliun

– Kerugian ekonomi lingkungannya Rp 15,2 Triliun

– Biaya pemulihan lingkungan Rp 6,629 Triliun

Total untuk untuk nonkawasan hutan APL adalah Rp 47,703 Triliun

“Totalnya kerugian itu yang harus juga ditanggung negara adalah 271.069.687.018.700,” kata Bambang dalam jumpa pers bersama Kejagung saat itu.

Bambang mendata total luas galian terkait kasus PT Timah Tbk di Bangka Belitung sekitar 170.363.064 hektar. Namun, luas galian yang memiliki izin usaha tambang atau IUP hanya 88.900,462 hektare.

“Dan dari luasan yang 170 ribu (hektare) ini ternyata yang memiliki IUP itu hanya 88.900,661 hektare, dan yang non-IUP itu 81.462,602 hektare,” ujar dia.

Angka ini bukanlah angka kerugian negara yang timbul dalam kasus ini, melainkan angka awal sebagaimana tertuang dalam pasal 6 ayat 1 di Permen LH 7/2014. Terkait penghitungan kerugian negara yang masih dihitung itu sebelumnya juga sudah disampaikan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Kuntadi.

“Kerugian ini masih akan kita tambah dengan kerugian keuangan negara yang sampai saat ini masih berproses. Berapa hasilnya masih kita tunggu,” kata Kuntadi.

“Hasilnya seperti apa, yang jelas kalau dari sisi pendekatan ahli lingkungan beberapa saat yang lalu sudah kami sampaikan. Selebihnya masih dalam proses untuk perumusan formulasi penghitungannya,” imbuhnya.

(Remond)

Tinggalkan Balasan