Penguasa Bisa Apa Saat Korban Implementasi UU Cipta Kerja Berjatuhan

Penguasa Bisa Apa Saat Korban Implementasi UU Cipta Kerja Berjatuhan

Jakarta, Law-Investigasi – PT. Gunbuster Nickel Industry (GNI), yang berlokasi di Morowali Utara (Sulteng) adalah perusahaan industri smelter, diresmikan oleh Presiden Jokowi pada 27 Desember 2021 dan masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) di bidang hilirisasi mineral dan batu bara (minerba).

Pada sabtu, 14 Januari 2023 telah terjadi kekacauan (insiden) penganiayaan Antara Tenaga Kerja Asing (TKA) dengan para pekerja lokal. Kerusuhan diawali karena adanya aksi protes mogok kerja di Areal Perusahaan PT.GNI.

Unjuk rasa berdarah tersebut terjadi dikarenakan mogok kerja dari pekerja lokal. Aspirasi serikat pekerja lokal menuntut adanya pemerataan kesempatan dan pemberian hak pekerja berdasarkan amanat undang-undang Cipta Kerja.

Pihak perusahan PT.GNI bukannya melakukan perundingan Bipatrid dengan para pekerja, malah mengutus para Tenaga Kerja Asing (TKA) China untuk membubarkan kerumunan massa para pekerja lokal tersebut.

Pertemuan para pekerja tersebut yang tanpa didampingi oleh pihak keamanan, sehingga benturan pun tak terelakkan sampai menimbulkan korban dua orang pekerja lokal dan satu orang TKA (China) meninggal dunia dan luka-luka puluhan pekerja lokal.

Akibat kerusuhan itu juga menimbulkan kerugian materil, berupa aset perusahaan yang sangat besar.

Pola penyelesaian sengketa perburuhan antara perusahaan dengan para pekerjanya, jelas telah melanggar prosedur penyelesaian sengketa hubungan kerja sesuai norma dan perundangan Ketenaga kerjaan.

Insiden tersebut adalah bukti dan bentuk ketidak patuhan perusahaan dalam menjalankan kewajibannya terhadap pemenuhan peraturan tenaga kerja dan hak-hak karyawan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa izin penggunaan TKA (China), oleh perusahaan asing terutama di wilayah Kalimantan dan Sulawesi, banyak terjadi `penyelundupan hukum`.

Prosedur dan manajemen perusahaan sangat buruk, karena Hak- hak pekerja terutama pekerja lokal tidak dipenuhi sesuai ketentuan Undang-Undang.

Tampaknya UU Cipta Kerja No.11 Tahun 2020 (omnibus law) dengan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021 yang mengatur tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Juga peraturan pelaksanannya yang dituangkan dalam Permenaker No 8 Tahun 2021, tidak diterapkan secara legal dan konsekwen.

Walaupun sudah ada Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 349 Tahun 2019 Tentang Jabatan Tertentu Yang Dilarang Diduduki Oleh Tenaga Kerja Asing.

Fakta di lapangan masih banyak pelanggaran, yaitu jabatan atau posisi yang dilarang tersebut tetap saja diduduki atau diisi oleh TKA.

Perihal kasus aksi mogok kerja karyawan PT.GNI sejak tanggal 11 Januari hingga 14 Januari, disebabkan ketidak patuhan pihak perusahaan dalam memenuhi hak-hak para pekerja.

Pelanggaran normatif tersebut antara lain, penerapan prosedur K3; tidak memfasilitasi APD bagi para pekerja lokal sesuai standarisasi jenis pekerjaan berbasis resiko; pemotongan upah pekerja yang semena-mena; skema status pekerja yang diatur sebagai buruh harian kontrak dengan waktu yang cukup lama; dan pembatasan ruang berserikat para pekerja, serta sistem sirkulasi udara yang buruk pada pabrik smelter, sehingga dapat mengakibatkan para pekerja mengalami penyakit pernafasan dan lainnya.

Ketidakadilan hukum yang sangat diskriminatif di PT. GNI, misalnya mempekerjakan buruh Cina sekira 500 org sebagai antara lain sopir, juru masak, OB, sampai buruh bangunan.

Jenis pekerjaan tersebut, seharusnya dilarang sesuai aturan, dan harus dikerjakan oleh pekerja lokal.

Sedangkan buruh lokal hanya sekira 240 org, juga perbandingan penerimaan upah yg sangat tidak adil, buruh Cina dibayar 15 jt- 30jt/ bln, sedangkan buruh lokal hanya minimal rata- rata sekira 3 jt/ bln, dengan jenis pekerjaan yang sama.

Jika kita amati penerapan prosedur dan aturan tersebut, sangatlah `tidak manusiawi dan barbar` pekerja lokal `dimarginalkan di negerinya sendiri.` Kondisi seperti itu juga sama marak terjadi, terutama seperti perusahaan-perusahaan investasi China yang lain.

Padahal sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, penggunaan TKA hanya untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu, yang dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasar tenaga kerja dalam negeri.

Setiap Pemberi Kerja TKA, menurut Perpres ini, wajib mengutamakan penggunaan TKI pada semua jenis jabatan yang tersedia.

Alasan investasi asing disertai TKA akan berdampak positif terhadap pembangunan nasional, sungguh ironis jika harus mengorbankan termasuk jiwa dengan mengabaikan hak azasi rakyat untuk mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai hubungan industrial pancasila.

Dalam kasus kerusuhan PT. GNI tersebut, Polri harus memproses hukum secara adil dan konsekwen semua pihak yang terlibat termasuk TKA China, dalam penyerangan pekerja lokal dalam peristiwa aksi mogok kerja.

Pemerintah juga harus menghentikan aktivitas perusahaan PT. GNI sampai terpenuhinya tuntutan para pekerja lokal yang adil dan seimbang.

(Remond)