Diduga Ada Substansi Putusan MK Sengaja Diubah Setelah Dibacakan

Diduga Ada Substansi Putusan MK Sengaja Diubah Setelah Dibacakan

Jakarta, LINews – Substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK diduga diubah.

Putusan yang dibacakan oleh hakim di ruang persidangan berbeda dengan apa yang ditulis dalam salinan putusan dan risalah sidang.

Perbedaan ini ditemukan advokat Zico Leonard Diagardo Simanjuntak.

Ia selaku pemohon dalam perkara itu mendapati bahwa frasa yang dibacakan hakim MK Saldi Isra dalam sidang berbeda dengan risalah sidang yang ia terima, yakni dari “dengan demikian…” menjadi “ke depan…”

“Pada saat dibacakan itu hakim konstitusi Saldi Isra ngomongnya, ‘dengan demikian hakim konstitusi hanya bisa diganti jika sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU MK’,” kata Zico saat dihubungi LINews, Jumat (27/1/2023).

“Tapi di putusan dan risalah sidang, risalah lho, notulen sidang itu, itu kata-katanya ‘ke depan’, ‘ke depan hakim konstitusi hannya boleh diganti sesuai dengan Pasal 23,” ujar dia.

Secara utuh, menurut dia, yang dibacakan Saldi selengkapnya adalah, “Dengan demikian, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK…”

Sementara itu, dalam salinan putusan dan risalah persidangan tertulis: “Ke depan, pemberhentian hakim konstitusi sebelum habis masa jabatannya hanya dapat dilakukan karena alasan: mengundurkan diri atas permintaan sendiri yang diajukan kepada ketua Mahkamah Konstitusi, sakit jasmani atau rohani secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan sehingga tidak menjalankan tugasnya yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter, serta diberhentikan tidak dengan hormat karena alasan sebagaimana termaktub dalam Pasal 23 Ayat (2) UU MK…”

Perbedaan putusan ini dinilai bakal berimplikasi terhadap proses penggantian hakim konstitusi Aswanto dengan Guntur Hamzah yang dilakukan sepihak oleh DPR dan menciptakan kerancuan.

Sebab, jika sesuai yang disampaikan Saldi di sidang, pergantian hakim konstitusi harus sesuai dengan ketentuan Pasal 23 UU MK sehingga penggantian Aswanto tidak boleh dilakukan.

“Cuma di salinan putusannya malah bilang ke depan, maknanya kan jadi berubah. Kalau ke depan berarti Aswanto diganti enggak apa-apa karena sudah terlanjur,” ujar Zico.

Ia menuturkan, perbedaan substansi itu juga bakal berdampak terhadap gugatan yang tengah bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara yang mempersoalkan penggantian Aswanto.

“Kalau pakai putusan, kata-katanya ‘dengan demikian hakim tidak boleh diganti dengan cara di luar Pasal 23’ auto-menang di PTUN, auto-cancel Pak Guntur menjadi hakim. Tapi kalau diganti kayak begini jadi rancu,” kata dia.

Harus Diusut

Zico menyatakan, dugaan perubahan susbtansi ini harus diusut secara tuntas. Ia yakin hal tersebut dilakukan secara sengaja, bukan sekadar salah ketik atau tipo.

“Saya yakin ini enggak mungkin tipo karena bukan di putusan doang, di risalah, risalah itu adalah transkrip kata-kata pada saat sidang. Tidak pernah saya menemukan risalah tuh berubah juga, beda dari yang diucapkan di sidang,” kata dia.

Zico menilai, perbuatan ini merupakan bentuk penghinaan terhadap MK karena putusan sidang semestinya tidak boleh diutak-atik oleh siapapun.

Ia menduga, hal ini dilakukan oleh pihak kepaniteraan ataupun hakim. Siapa pun pelakunya, kata Zico, harus dihukum dengan berat yakni diberhentikan secara tidak hormat.

“Saya minta MK periksa, tadi kan saya bilang supaya oknum yang melakukan ini diberhentikan secara tidak hormat baik itu pegawai MK atau hakim konstitusi kalau ternyata itu hakim yang melakukan,” kata Zico.

(Aryan)

Tinggalkan Balasan