Jakarta, Law-Investigasi – Bisnis emas hitam alias batubara merupakan bisnis ekstraktif dengan valuasi usaha luar biasa besar. Dari industri yang resmi tercatat di Dirjen Minerba Kementrian ESDM telah menyumbang 80 persen PNBP sektor tambang.
Namun, dugaan perputaran jejak hitam di bisnis ilegal pun masih kerap terdengar. Luasnya wilayah jangkauan kerja sektor ini, kerap membuat penegak hukum tak berdaya. Bahkan faktanya, tak sedikit yang justru menjadi bagian dari jejaring hitam mafia batubara. Triliunan hak negara masih belum tertagih, belum lagi dugaan adanya duit triliunan juga dari praktik tambang ilegal. Presiden harus secara khusus memberi perintah kepada penegak hukum, Menteri ESDM dan Menteri Keuangan untuk menertibkan kebocoran pemasukan negara di sektor ini.
Belum lama berselang, terdakwa korupsi perizinan tambang batu bara, Mardani H Maming, divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 4 bulan kurungan badan saat sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banjarmasin, Jumat, 10 Februari 2023. Bekas Bupati Tanah Bumbu dua periode itu juga diharuskan membayar uang pengganti senilai Rp 110,6 miliar.
Ketua Majelis Hakim Heru Kuntjoro, mengatakan terdakwa Mardani H Maming terbukti melakukan korupsi sebagaimana dakwaan alternatif pertama. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Mardani H Maming dengan pidana penjara selama 10 tahun, dan denda Rp 500 juta dengan ketentuan bila denda tidak dibayar diganti pidana kurungan 4 bulan,” kata Heru Kunjtoro saat membacakan putusan.
Selain itu, Heru melanjutkan, terdakwa Mardani H Maming dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 110,6 miliar subsider 2 tahun kurungan badan.
“Adapun jika terdakwa tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, harta bendanya dapat disita jaksa. Dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Jika terdakwa tidak punya harta benda yang mencukupi, maka dipidana penjara 2 tahun,” ucap Heru Kuntjoro.
Hakim menetapkan masa penahanan Mardani dikurangi dari penahanan yang telah dijalani. Putusan ini di bawah tuntutan JPU Komisi Pemberantasan Korupsi yang menuntut terdakwa Mardani H Maming penjara 10 tahun 6 bulan, denda Rp 700 juta subsider delapan bulan, dan uang pengganti Rp 118,7 miliar.
Menanggapi putusan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa sektor pertambangan menjadi sektor yang paling rawan terjadinya praktik tindak pidana korupsi. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menjelaskan bahwa penanganan perkara di sektor pertambangan selaras dengan lima fokus area pemberantasan korupsi di sektor bisnis, politik, penegakan hukum, layanan publik, serta korupsi yang terkait dengan Sumber Daya Alam (SDA).
“Korupsi pada kelima sektor tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak, mempunyai tingkat risiko korupsi yang tinggi, serta berpotensi mengakibatkan kerugian besar pada keuangan negara ataupun perekonomian nasional,” terangnya melalui keterangan resmi, Senin (13/2/2023).
KPK sudah fokus pada sektor pertambangan sejak 2011, ketika pertama kali melakukan kajian pengusahaan batu bara. Setelah itu, KPK juga menggandeng kementerian terkait lain untuk memperbaiki tata kelola di sektor tersebut. Pada saat melakukan kajian 12 tahun yang lalu, KPK menemukan permasalahan yang ada pada sektor minerba antara lain penataan perizinan, permasalahan penjualan dan ekspor yang tidak valid, serta rendahnya kepatuhan para pelaku usaha.
Temuan kajian yang kompleks, lanjut Ali, mendorong KPK kembali melakukan kajian delapan tahun setelahnya. Pada 2019, Kajian Pengawasan Mineral Dan Batu Bara dilakukan dengan ruang lingkup dan fokus yang lebih spesifik.
“Hal ini mengingat minerba merupakan salah satu sektor andalan pemerintah dalam hal penerimaan negara. Sehingga negara penting untuk memastikan kebijakan pada sektor minerba tepat, agar mampu memaksimalkan potensi SDA untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat,” terangnya.
Secara rinci, kajian pada 2019 itu menemukan sejumlah permasalahan dalam tata kelola dan pengawasan mineral dan batu bara. Pertama, permasalahan pada penataan perizinan sektor minerba khususnya mengenai perbedaan data Izin Usaha Pertambangan antara pusat dan daerah. Kedua, rencana perpanjangan pada sejumlah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) berpotensi tidak sesuai dengan UU No.4/20092009 tentang Minerba, terkait dengan luasan wilayah kerja. Ketiga, tidak optimalnya sistem monitoring produksi dan penjualan batu bara.
Oleh karena itu, KPK mengeluarkan empat rekomendasi. Pertama, perpanjangan PKP2B dilakukan secara transparan dan akuntabel sesuai dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba. Kedua, menyederhanakan dan mengintegrasikan seluruh sistem pengawasan/monitoring yang ada pada Ditjen Minerba, sistem monitoring produksi, dan penjualan pada Ditjen Minerba agar terintegrasi dengan sistem/mekanisme monitoring lainnya di Kementerian/Lembaga terkait. Ketiga, mengimplementasikan quantity assurance pada kegiatan verifikasi kualitas dan kuantitas penjualan batu bara. Keempat, mendorong inventarisasi asset pada sejumlah PKP2B yang akan berakhir kontraknya oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM.
“KPK berharap dengan perbaikan tata kelola pengelolaan SDA dari hulu-hilir ini, bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi penerimaan Negara, pensejahteraan Masyarakat, serta terhindar dari praktik-praktik korupsi,” tutur Ali.
Senada dengan hal tersebut Ekonom senior Faisal Basri dalam tulisannya di website pribadi pernah menyindir dengan menyebut kenikmatan berbinis batu bara tak ada habis-habisnya. Perpanjangan konsesi nyaris dalam genggaman, rente dari ekspor tak dikenakan pajak atau pungutan sehingga berpotensi melanggar UUDD 1945. “Bisa dapat fasilitas royalti nol persen juga jika menyulapnya menjadi DME (dimethyl ether) yang digadang-gadang sebagai pengganti LPG (liquefied petroleum gas). Persyaratan lingkungan diperingan, sanksi pidana diubah jadi sanksi perdata, dan lebih mudah merambah kawasan hutan,” tulisnya dalam artikel berjudul “Oligarki Batu Bara Kian Mencengkeram dan Untouchable”.
Banyak Cuan, Berlimpah kasus
Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba), Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (KESDM) membukukan nilai investasi dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan investasi subsektor minerba pada tahun 2022 di atas target yang ditetapkan. Per 31 Desember 2022, realisasi investasi mencapai USD 5,69 milyar, lebih besar dari target USD 5,01 milyar. Berdasarkan penyesuaian Peraturan Presiden RI Nomor 98 Tahun 2022 tentang Perubahan Target 2022, PNBP yang disetor ke negara sejumlah Rp183,35 triliun atau melebihi dari target sebesar Rp 101,84 triliun. Komoditas batubara menyumbang 80 persen dari nilai royalti PNBP.
“Tahun 2022 investasi subsektor minerba mencapai 113,5 persen dari rencana semula, sedangkan perolehan PNBP melampaui 180 persen dari target,“ ujar Direktur Jenderal Minerba, Ridwan Djamaluddin dalam Konferensi Pers Capaian Kinerja Tahun 2022 dan Rencana Kinerja Subsektor Minerba Tahun 2023 pada Selasa (31/1/2023) di lantai 5, Gedung Muhammad Sadli 1, kantor Ditjen Minerba, Jakarta.
Prognosa produksi batubara dalam negeri tahun 2022 terealisasi sebesar 687 juta ton atau 103 persen dari target 663 juta ton. Pemanfaatan batubara domestik juga lebih baik, dengan prognosa realisasi 2022 sebesar 206 juta ton atau 124,8 persen dari target 165,7 juta ton. Ridwan menekankan,
“Selama tahun 2022 tidak terjadi krisis pasokan batubara untuk memenuhi listrik dalam negeri (domestic market obligation/DMO). Pemenuhan batubara dalam negeri cukup baik, sehingga sampai akhir tahun hari operasi (hari operasial pembangkit /HOP) PT. PLN rata-rata lebih dari 20 hari, artinya dalam posisi aman.”
Ditjen Minerba terus mengawasi pelaksanaan reklamasi lahan bekas tambang, apalagi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 memberikan sanksi tegas, termasuk sanksi pidana bagi pelaku usaha yang tidak melaksanakan reklamasi. Setelah sempat turun pada tahun 2021, luasan reklamasi lahan bekas tambang meningkat hingga 11.084 ha atau 157,21 persen dari target yang direncanakan.
“Proses penyelesaian perizinan minerba pada tahun 2022 sejumlah 41.350 permohonan, dan hanya 14.257 yang disetujui, 22.462 ditolak, 4.302 dikembalikan dan 429 masih dalam proses,” ujar Ridwan.
“Kita menyadari masih banyak perusahaan yang belum mampu memenuhi semua kewajiban perizinan dan perlu diambil jalan berimbang. Jika ada kendala kita pandu, agar perusahaan dapat berjalan dengan baik”, papar Ridwan lagi.
Sebagian besar permohonan ditolak dan dikembalikan disebabkan karena Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) nya tidak sesuai, persyaratan tidak lengkap, Izin Usaha Pertambangan (IUP) nya tidak Clear and Clean, ketidaksesuaian susunan pengurus dengan data Minerba One Data Indonesia (MODI), tidak menempatkan jaminan reklamasi dan jaminan pascatambang, serta belum melunasi PNBP subsektor minerba. Ditjen Minerba masih terus memantau agar perusahaan dapat menyelesaikan kewajibanya, sehingga perusahaan mendapat manfaat ekonomi dan negara mendapat penerimaan sesuai porsinya.
Ridwan melanjutkan, selama periode Februari sampai dengan Desember 2022 jumlah IUP yang dicabut Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebanyak 1.981 IUP, sedangkan jumlah pembatalan pencabutan IUP sebanyak 443 perusahaan. Enam perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) generasi I sudah diperpanjang sedangkan 1 perusahaan sudah mengajukan permohonan Rencana Pengembangan Seluruh Wilayah (RPSW).
Meskipun, PNBP dari sektor batubara diklaim melampaui target hal tersebut tidak lantas membuat optimalisasi potensi pendapatan negara. Publik tentunya belum pula pada kasus dugaan tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur (Kaltim) dengan pelaku utama Ismail Bolong. Pada Rabu (7/12/2022), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri resmi menetapkan mantan anggota Polres Samarinda, Ismail Bolong, sebagai tersangka izin tambang di Kaltim. Kasus ini bermula dari video pengakuan Ismail yang menyebut dirinya menyetorkan sejumlah uang ke Kepala Bareskrim (Kabareskrim) Polri untuk proyek tambang ilegal yang dia kerjakan.
Jika menyitir pada keterangan Ismail ini, tentunya bisa dibayangkan berapa valuasi dari tambang dan perdagangan ilegal batubara yang tak termonitor oleh pemerintah.
Sementara itu Badan Pemeriksa Keuangan menyoroti adanya kurang bayar. BPK menemukan dalam IHPS II 2021 di antaranya pada Kementerian ESDM, terdapat kurang bayar iuran tetap sebesar Rp123,25 juta dan Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) TA 2020 sebesar Rp246,04 miliar dan US$23,84 juta serta lebih bayar sebesar Rp52,55 miliar dan US$7,51 juta.
Di samping temuan BPK ini, sebelumnya di tahun 2019 juga diketahui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyerahkan tunggakan penerimaan negara bukan pajak dari sektor mineral batu bara senilai Rp3,4 triliun kepada Kementerian Keuangan dari total tunggakan Rp4,5 triliun.
(Tim Investigasi)