Jakarta, LINews – Dosen-dosen yang tergabung dalam Ikatan Lintas Pegawai (ILP) Perguruan Tinggi Negeri Baru (PTNB) se-Indonesia akan melakukan unjuk rasa hari ini. Unjuk rasa ini untuk menuntut pemerintah agar menjadikan mereka pegawai negeri sipil (PNS).
Unjuk rasa akan digelar di depan Istana Kepresidenan Jakarta. Unjuk rasa tersebut akan dimulai sekitar pukul 10.00 WIB, Senin (20/3/2023).
“Menyatakan keprihatinan atas sikap pemerintah yang tidak serius dalam mengakomodir status kepegawaian para dosen dan tenaga kependidikan (tendik). Padahal, sejatinya ketika kampus sudah berubah status jadi PTN dan semua asset dan fasilitas infrastructure ditarik pemerintah, seharusnya SDM yang ada di dalamnya termasuk dosen dan tendik ikut menjadi PNS. Bukan menjadi pegawai kontrak PPPK yang selama ini dilakukan pemerintah kepada para dosen dan tendik,” ujar Koordinator Aksi Nasional yang juga Ketua ILP Unsika Karawang, Imam Budi Santoso, melalui keterangan tertulis, Senin (20/3/2023).
Menurut Imam, pemerintah semestinya membuka sejelas-jelasnya persoalan alih status PTS menjadi PTN. Selain itu, juga harus memperhatikan hak dan kewajiban para dosen dan tendik di dalamnya.
“Pemerintah harus memberikan rasa keadilan kepada kami para dosen dan tendik. Ketika rumah kami digusur dan sudah menjadi milik pemerintah, kenapa kami penghuninya hanya ditempatkan menjadi tenaga kontrak PPPK. Coba bayangkan, dimana letak keadilan pemerintah kepada kami. Ini adalah sebuah kedzoliman terbesar yang dilakukan pemerintah terhadap para dosen yang tugasnya mendidik sekaligus mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujarnya.
Imam juga menilai bahwa aspirasi para dosen melalui ILP Pusat yang sudah dimulai sejak 2010 sampai sekarang, tidak diakomodasi secara baik oleh pemerintah. Padahal, lanjut dia, saat ini banyak para dosen yang memiliki gelar doktor hingga profesor masih berstatus sebagai tenaga kontrak PPPK.
“Pemerintah cenderung menzalimi kami, karena ketika semua aset milik kampus kami dibawa, tetapi kami ditinggalkan dan hanya menjadi tenaga kontrak PPPK. Padahal, kami sudah mengabdi puluhan tahun dan rata-rata memiliki pendidikan magister, doktor dan bahkan ada yang sudah profesor,” ujarnya.
Imam menyebutkan, pemerintah harusnya lebih serius memperhatikan rekomendasi Komnas HAM RI, bahwa para dosen dan tendik itu seharusnya diakomodir menjadi pegawai pemerintah, dalam hal ini menjadi PNS bukan PPPK. Menurutnya, permasalahan semakin rumit sejak diangkat sebagai PPPK, yaitu tidak diakuinya masa kerja yang telah dijalani selama puluhan tahun, tidak ada pengakuan jenjang akademik S3 (Doktor) dalam penggajian pegawai, pengembangan kompetensi pegawai yang sangat minim, tidak bisa melakukan penyesuaian/penyetaraan jabatan fungsional dalam masa kontrak dan proses perpanjangan kontrak yang belum jelas.
“Karena di dalam rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM RI setelah melalui proses analisa para ahli di dalamnya, bahwa ketika dosen dan tendik menjadi pegawai kontrak PPPK ternyata hal itu sangat bertentangan dengan keadilan dan tidak memiliki kepastian yang jelas. Itu dasarnya, karena pemerintah menggunakan aturan yang berlaku umum, bukan aturan khusus yang mampu melindungi dan memastikan pemenuhan hak-hak dasar setiap pegawai yang terdampak alih status,” ujar Imam.
Sementara itu, Ketua ILP PTNB Pusat, Dyah Sugandini menyebutkan, bahwa pergerakan para dosen dan tendik sudah dimulai sejak 2010. Namun hingga 2023 sekarang ini belum ada respons yang baik untuk merubah status kepegawaian dosen dan tendik dari PPPK menjadi PNS.
“Semoga Pak Presiden Jokowi, Mas Nadiem, Ketua Komisi X DPR RI bisa mendengar tuntutan kami. Kebetulan sebentar lagi mau Ramadan semoga beliau-beliau tergugah hatinya untuk merubah status kepegawaian kita dari PPPK menjadi PNS. Kalau nasib kita masih PPPK saya ragu apakah Ramadan tahun depan anak dan istri kita dapat tidur nyenyak dan bahagia atau tidak? Karena setahu saya tenaga kontrak itu dikontrak ya kalau dibutuhkan, tapi kalau tidak dibutuhkan ya sudah selesai kerjanya. Lucunya lagi, ketika saya sedang mengajukan jabatan fungsional, terus keburu habis kontraknya lalu bagaimana nanti apakah saya bisa meraih jafung yang diusulkan atau tidak? Karena kan kontrak kerjanya sudah keduluan habis. Inikan yang disebut ketidakadilan dan kezaliman buat kami” tutur Dyah.
(Ary)