Eks Bupati Aceh Tamiang Jadi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Tanah

Eks Bupati Aceh Tamiang Jadi Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Tanah

ACEH TAMIANG, LINews – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menetapkan mantan Bupati Aceh Tamiang, Mursil menjadi tersangka kasus dugaan korupsi. Selain Mursil, ada dua orang lagi yang statusnya berubah dari saksi menjadi tersangka.

Ketiga tersangka itu diduga tersandung kasus tindak pidana korupsi pertanahan di Kabupaten Aceh Tamiang dengan menguasai eks lahan hak guna usaha yang dijual kembali kepada negara.

Kepala Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Ali Rasab Lubis mengatakan, penetapan dilakukan setelah penyidik menemukan tiga alat bukti permulaan yang cukup menetapkan mereka sebagai tersangka.

“Ketiga tersangka masing-masing berinisial M, TY, dan TR. Para tersangka diduga bertanggung jawab atas penguasaan lahan eks hak guna usaha serta penerbitan beberapa sertifikat hak milik atas tanah negara,” kata Ali Rasab Lubis, Kamis (13/4/2023).

Dia menambahkan, Mursil (M) merupakan Bupati Aceh Tamiang yang menjabat pada periode 2017-2022. Tersangka M tersangkut kasus dugaan korupsi tersebut saat menjabat Kepala Kantor Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Aceh Tamiang pada 2009.

Sementara tersangka TY merupakan direktur dua perusahaan eks pemegang hak guna usaha (HGU), dan tersangka TR merupakan penerima uang ganti rugi tanah milik negara untuk kepentingan pembangunan Makodim Aceh Tamiang.

Ali Rasab Lubis menyebutkan kronologis perkara berawal dari penerbitan dua HGU perkebunan karet diberikan kepada PT Desa Jaya dengan Direktur alm Tengku Abdul Jalil, ayah tersangka TY dan TR pada 1963.

HGU pertama seluas 885,65 hektare dan HGI kedua dengan luas 1.658 hektare. Masa waktu kedua HGU tersebut selama 25 tahun. Izin HGU tersebut berakhir pada Agustus 1988.

“Sejak izin HGU berakhir pada 1988 hingga sekarang, perusahaan tersebut tidak didukung alas hak dan perizinan melaksanakan usaha perkebunan,” kata Ali.

Namun, kata Ali Rasab Lubis, tersangka TR selaku pengurus perusahaan mengajukan permohonan sertifikat hak milik di atas tanah milik negara pada 2029. Tanah yang diajukan tersebut berada di eks HGU perusahaan tersebut.

Tujuan pengajuan sertifikat tanah, kata Ali Rasab, untuk mendapatkan pembayaran dari pengadaan tanah untuk pembangunan Makodim Aceh Tamiang. Padahal, tanah yang diajukan untuk penerbitan sertifikat tersebut adalah tanah milik negara.

“Saat itu, TR dibantu M selaku Kepala Kantor BPN Aceh Tamiang membuat permohonan kepemilikan hak atas tanah tersebut untuk tujuan bertani dan berkebun. Setelah sertifikat tanah dikeluarkan, Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi tanah kepada TR dengan nilai Rp6,4 miliar,” kata Ali Rasab.

Berdasarkan penyidikan, kata Ali Rasab, perbuatan melawan hukum diduga dilakukan tersangka M yakni menerbitkan sertifikat hak milik di atas tanah negara dengan tujuan dijual kembali kepada negara. Serta diduga memanipulasi beberapa dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik tanah.

(Alwin)

Tinggalkan Balasan