Bogor, LINews – Komisi III DPRD Kota Bogor, Jawa Barat, menyoroti proses revitalisasi Jembatan Otista terkait status jembatan itu sebagai cagar budaya hingga dampak ekonomi yang terganggu bagi masyarakat sekitar.
Ketua Komisi III DPRD Kota Bogor Zenal Abidin mengatakan pihaknya meminta Pemkot Bogor mempertimbangkan keberadaan bangunan jembatan yang diduga sebagai cagar budaya.
Selain itu, kata dia, DPRD pun meminta pemerintah setempat mengkaji dampak ekonomi yang timbul dari revitalisasi Jembatan Otista kepada para pedagang secara meluas, bukan hanya di sekitar pembangunan.
Hal itu pun disampaikan dalam diskusi bersama Pemkot Bogor terkait revitalisasi Jembatan Otista. Dari keterangan pada pertemuan itu, kata Zenal, bangunan Jembatan Otista itu tidak akan dihancurkan dalam waktu dekat karena pihak kontraktor masih menunggu arahan dari Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.
“Yang kita dengar dari Kabid PUPR, dengan jadwal yang ditentukan bisa tepat waktu, misalkan pembongkaran Jembatan Otista yang diduga cagar budaya itu tidak dilakukan, tidak mempengaruhi progres pembangunannya,” ujar Zenal, Sabtu (20/5) seperti dikutip dari Antara.
Rombongan Komisi III DRPD Kota Bogor telah melakukan peninjauan proses pembangunan Jembatan Otista, Jumat (19/5). Sidak yang dilakukan jajaran anggota legislatif Kota Bogor ini untuk memantau progres pengerjaan dan memastikan pembangunan dengan nilai kontrak Rp49 miliar itu selesai tepat waktu.
Mereka melihat progres pengerjaan yang dilakukan pihak kontraktor sudah mulai memenuhi tahapan pengerjaan, di mana aspal di sepanjang Jembatan Otista sudah dihancurkan.
Terkait inpeksi yang dilakukan pekan lalu, Zenal mengatakan pihak kontraktor mengatakan progres pengerjaan baru mencapai 1,06 persen dengan deviasi positif, sehingga dengan batas waktu kerja yang ada.
“Kami melihat situasi sekarang sudah masuk 1,06 persen deviasi positif. Kami juga mendukung pembangunan Jembatan Otista untuk mengurai kemacetan, disamping itu kita juga harus melihat dampak di sekitar dan progres jembatan ini yang konon masuk cagar budaya,” ungkap Zenal.
Setelah melakukan peninjauan beberapa hari lalu, Komisi III DPRD Kota Bogor berencana menggelar rapat kerja dengan Pemkot Bogor dalam waktu dekat ini dengan agenda membahas pembangunan Jembatan Otista, karena adanya aduan dari masyarakat yang terdampak di sekitar pembangunan dan terkait dampak dari rekayasa lalu lintas.
Dampak ekonomi
Terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Kota Bogor Akhmad Saeful Bahkri menilai revitalisasi Jembatan Otista tidak hanya berdampak terhadap perubahan arus lalu lintas. Tetapi, juga berdampak terhadap para pelaku usaha UMKM yang berlokasi di sekitar Jembatan Otista bukan hanya di dekat pembangunan.
Akhmad Saeful mengingatkan bukan hanya pedagang di Jalan Otista yang terdampak, tetapi juga pedagang atau usaha di Jalan Pajajaran, Jalan Sudirman dan ruas jalan lain, sehingga harus dikaji juga dampak ekonominya.
Komisi IV DPRD Kota Bogor pun telah menggelar rapat kerja dengan Dinas Koperasi, UKM, Perdagangan dan Perindustrian (Diskopukmdagin) Kota Bogor, Jumat (19/5).
“Kami ingin mengetahui, apakah OPD terkait sudah melakukan pendataan bagi pelaku usaha UMKM dan Berapa jumlah pelaku usaha yang terdampak dan potensi kerugian mereka dari pembangunan Jembatan Otista,” ujarnya.
Akhmad Saeful menuturkan Komisi IV DPRD Kota Bogor berharap agar Pemerintah Kota Bogor tidak hanya fokus pada kajian teknis semata. Namun, Pemerintah Kota Bogor pun harus mengkaji dampak ekonomis para pelaku usaha bukan hanya di Jalan Otista.
Kajian ekonomis nanti diharapkan menjadi acuan dalam mengambil langkah dan rencana strategis dari mulai pemetaan, relokasi dan evaluasi dari dampak pembangunan Jembatan Otista.
“Kami ingin memastikan, upaya dan langkah apa saja yg dilakukan pemerintah kota Bogor. Karena, ada dampak kerugian yang diterima oleh para pelaku usaha. Apakah, dengan cara merelokasi atau memberikan bantuan untuk pelaku UMKM. Jangan sampai, pelaku usaha khususnya UMKM sampai gulung tikar,” kata dia.
Akhmad Saeful mengatakan pembangunan Jembatan Otista yang direncanakan memakan waktu 7,5 bulan ini tentunya tidak hanya berpengaruh bagi pelaku usaha UMKM saja, akan tetapi penurunan okupansi hotel di Kota Bogor harus menjadi perhatian.
“Dari penyampaian yang disampaikan OPD terkait, dampak ekonomi di minggu pertama pembangunan pelaku usaha mengalami penurunan omset hampir 60 persen. Namun, seiring adanya rekayasa lalin dan solusi lainnya angka ini terus menurun,” katanya.
Ia pun meminta Pemerintah Kota Bogor segera mengambil langkah cepat dan strategis serta solutif dalam persoalan ini, dengan mengkaji dan mengkalkulasi apa yang tadi disampaikan oleh dinas terkait bahwa ada potensi dampak kerugian bagi pelaku usaha di Kota Bogor.
(Rus)