Jakarta, LINews – Dugaan korupsi di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyeruak, seiring keluarnya hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2019-2020 terhadap lembaga tersebut.
Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK tersebut sedikitnya delapan hasil pemeriksaan atas pengelolaan belanja yang bermasalah pada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tahun anggaran 2019 dan 2020 hingga triwulan III.
Dikutip dari laporan BPK, di Jakarta, Minggu, 15 Agustus 2021, delapan temuan itu yakni:
1. Perencanaan pengadaan pada 152 paket pengadaan sebesar Rp86 miliar belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa.
2. Realisasi belanja barang persediaan sebesar Rp1,8 miliar tahun 2020 tidak sesuai ketentuan pengadaan barang dan jasa.
3. Metode pengadaan dan dasar pembayaran kegiatan jasa assessment CPNS formasi tahun 2019 tidak sesuai ketentuan.
4. Kegiatan pengadaan jasa dalam rangka Peringatan Hari Ibu Tahun 2019 tidak sesuai ketentuan.
5. Kelebihan pembayaran atas realisasi belanja sebesar Rp19 juta pada tahun anggaran 2020.
6. Realisasi belanja perjalanan dinas paket meeting sebesar Rp520 juta, dan realisasi belanja uang makan pada kegiatan perjalanan dinas sebesar Rp3.268.050 tidak sesuai ketentuan.
7. Perencanaan dan pelaksanaan pengadaan barang alat pengolah data pusdatin tahun anggaran 2020 belum sesuai ketentuan.
8. Terakhir, realisasi belanja sebesar Rp927 juta tidak didukung bukti pertanggungjawaban sesuai ketentuan dan sisa belanja belum disetor ke kas negara.
Hasil audit BPK tersebut sampai ke tangan Kejaksaan Tinggi DKI jakarta. Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam mengatakan, hingga kini Kejati DKI tengah menelaah hasil audit BPK tersebut, untuk mengetahui apakah ada dugaan praktik korupsi di dalamnya.
Jika ternyata ada, Ashari memastikan, Kejadi DKI jakarta bisa langsung menyelidikinya.
“Bisa saja Kejati melakukan penyelidikan tanpa dilaporkan secara resmi,” ujar Ashari.
“Bermain Petak Umpet dengan BPIP”
Terkait adanya masalah dalam pengelolaan belanja dan pengadaan di BPIP, berdasarkan hasil audit BPK RI, kami menghubungi dua pihak di BPIP, yakni Kepala BPIP Yudian Wahyudi dan Sekretaris Utama BPIP, Karjono.
Karjono menyerahkan kepada Yudian Wahyudi, namun yang bersangkutan enggan berkomentar lebih lanjut. Sementara Karjono mendadak tidak bisa dihubungi hingga laporan ini ditulis.
Kepada law Investigasi, Yudian hanya menyatakan, BPIP telah menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK tersebut.
Ia juga menyebut masalah pengelolaan belanja BPIP yang disebut dalam hasil audit BPK tersebut sudah selesai sehingga tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan.
Terlebih, menurut Yudian, BPK telah memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan anggaran di BPIP.
“WTP adalah opini audit tertinggi dari BPK terkait pengelolaan anggaran di kementerian atau lembaga negara. Opini ini diterbitkan jika laporan keuangan dianggap telah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik dan bebas dari salah saji material,” urai Yudian dalam pesan WhatsApp.
Jawaban Yudian tersebut masih menyimpan sejumlah tanda tanya. Bagaimana tindaklanjut yang dimaksud dan apakah ada pembenahan dan pemberian sanksi di internal BPIP.
Kami mencoba mempertanyakan kembali hal tersebut kepada Yudian, namun hingga laporan ini ditulis, ponselnya tidak bisa dihubungi, baik melalui pesan dan telepon WhatsApp, maupun melalui telepon biasa. Kami menduga nomor telepon kami telah diblokir.
Selain itu, dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI terhadap BPIP ada sejumlah rekomendasi yang BPK yang harus dilaksanakan oleh BPIP, meski opini yang diberikan adalah Wajar Tanpa Pengecualian.
Dikutip dari Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI terhadap BPIP dengan Nomor 82A/LHP/XVI/05/2021 tanggal 24 Mei 2021, rekomendasi yang diberikan BPK kepada BPIP adalah sebagai berikut:
Berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Kepala BPIP antara lain agar menginstruksikan Sekretaris Utama BPIP untuk memerintahkan:
1. PPK masing-masing unit kerja supaya menyetorkan sisa kelebihan pembayaran honorarium tim
Pelaksana Kegiatan sebesar Rp127.371.250 (Rp146.138.750 – Rp18.767.500) ke Kas Negara.
2. PPK supaya mempertanggungjawabkan realisasi biaya transpor sebesar Rp140.350.000 sesuai
ketentuan atau menyetorkan kembali ke Kas Negara jika tidak dapat melengkapi
pertanggungjawaban dengan bukti-bukti pengeluaran riil.
3. Kepala Subbagian Layanan Kerumahtanggan serta Kepala Subbagian Persuratan Kearsipan, dan Tata Usaha Biro untuk lebih cermat dalam mengelola persediaan.
Dalam rekomendasi tersebut, secara spesifik BPK RI menyebut Sekretaris Utama BPIP, Karjono, sebagai pihak di BPIP yang harus menjalankan rekomendasi tersebut.
Kami lalu menghubungi yang bersangkutan, berharap dirinya bisa memberikan keterangan lebih lanjut mengenai rekomendasi BPK RI tersebut. Sekaligus menjawab sejumlah pertanyaan yang tak terjawab oleh Kepala BPIP, Yudian Wahyudi, sebelumnya.
Namun nomornya masih tida bisa dihubungi, baik itu melalui WhatsApp ataupun komunikasi dengan telepon biasa.
Kami lalu mencoba menghubungi melalui pesan WhatsApp dengan nomor yang berbeda dan sempat dibalas oleh Karjono.
Melalui pesan WhatsApp tersebut, Karjono menyatakan semua rekomendasi tersebut telah dilaksanakan.
“Semua sudah ditindak lanjuti dan sudah selesai. Terima kasih,” ujar Karjono singkat.
Selain mengenai rekomendasi, kami juga menanyakan soal tata kelola keuangan di internal BPIP. Jika BPK RI menemukan adanya permasalahan dalam pengelolaan keuangan di BIPI yang tidak sesuai ketentuan, maka siapa yang harus bertanggung jawab? Apakah ada sanksi yang dijatuhkan?
Sejumlah pertanyaan terkait yang kami ajukan tidak dijawab Karjono. Bahkan setelah itu, hingga laporan ini ditulis, nomor telepon Karjono tidak bisa dihubungi, pun juga melalui aplikasi pesan WhatsApp. Lagi-lagi, nomor kami diduga telah diblokir. (R. Simanguncong)