BANDUNG, LINews – Eks Hakim Agung Gazalba Saleh dituntut dengan hukuman 11 tahun penjara subsidair 6 bulan penjara. Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Kamis (13/7/2023).
Selain hukuman badan, terdakwa kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA) terkait permasalahan keuangan di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana itu juga diharuskan membayar denda Rp1 miliar.
Gazalba dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Berkaitan dengan tuntutan yang sudah kami bacakan bahwa tuntutan ini berdasarkan fakta-fakta persidangan, alat-alat bukti yang kita hadirkan di persidangan, ada keterangan saksi, ada surat bukti petunjuk dan barang bukti yang kita hadirkan di persidangan,” kata JPU KPK, Wawan Yunarwanto seusai sidang.
Wawan menuturkan, dalam perkara Gazalba Saleh ini, KPK merangkai tuntutan berdasarkan bukti dalam persidangan. Dia menegaskan, Tim JPU KPK menyimpulkan terpenuhi bukti yang cukup terkait perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa Gazalba Saleh.
“Sehingga kami memutuskan dan menyimpulkan bahwa terhadap perbuatan terdakwa ini terbukti pasal 14 huruf c kemudian terhadap terdakwa kita bebankan denda dan kemudian pidana badan selama 11 tahun penjara. Denda maksimal Rp 1 miliar,” ujar Wawan.
Dalam paparan tuntutannya, JPU KPK menilai Gazalba terlibat dalam pengurusan perkara yang diminta oleh Heryanto Tanaka melalui pengacaranya Theodorus Yosep Parera untuk kasasi pidana Nomor 326K/Pid/2022 atas nama Budiman Gandi Suparman terkait permasalahan keuangan di Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
“Diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk memengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili,” kata Wawan.
Dalam keterangan Tim JPU KPK, kasus ini berawal saat Heryanto Tanaka yang menanamkan investasi sebesar Rp45 miliar di KSP Intidana dan kemudian terjadi permasalahan keuangan.
Heryanto Tanaka lalu melaporkan Budiman Gandi Suparman selaku Ketua KSP Intidana. Setelah laporan diterima dan menempuh proses persidangan, PN Semarang membebaskan Budiman.
Akibat putusan itu, Heryanto Tanaka merasa dirugikan lalu mengajukan banding dan kasasi melalui pengacaranya, Theodorus Yosep Parera.
Heryanto menginginkan agar proses kasasi dikabulkan oleh hakim agung. Yosep Parera pun kemudian menemui Desy Yustria selaku staf kepaniteraan di Mahkamah Agung (MA) dan berupaya memuluskan keinginan kliennya itu.
Desy kemudian menyampaikan keinginan Parera ke Nurmanto Akmal selaku staf kepaniteraan lain di MA. Selanjutnya, Nurmanto mempelajari kasasi itu dan diketahui Gazalba Saleh menjadi salah satu Hakim Agung yang menangani perkara kasasi tersebut.
(Nasikin)