Proyek BTS Kominfo Ternyata Bermasalah Sejak Perencanaan

Proyek BTS Kominfo Ternyata Bermasalah Sejak Perencanaan

Jakarta, LINews – Proyek menara BTS 4G Kominfo rupanya sejak awal perencanaan sudah bermasalah. Ada 7.904 data belum yang buru-buru diserahkan hingga sampai adanya penggelembungan harga atau mark up sebesar 366 persen.

Hal itu terungkap saat tiga saksi dihadirkan di sidang korupsi BTS Kominfo, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/8/2023). Tiga saksi itu yakni Kepala Biro Perencanaan Kemkominfo Arifin Saleh Lubis, Kasubdit/Koordinator Monitoring dan Evaluasi Jaringan Telekomunikasi Kemkominfo Indra Apriadi, serta Auditor Utama pada Inspektorat Jenderal Kemkominfo Doddy Setiadi.

Arifin yang diperiksa pertama sebagai saksi. Arifin mengatakan anggaran proyek BTS Kominfo mulanya hanya Rp 1 triliun untuk 4.200 tower BTS.

Dalam perjalanannya, ada penambahan anggaran hingga menjadi Rp 12,5 triliun untuk 2021. Anggaran itu kemudian disetujui.

“Prosesnya ada dua, yang pertama melalui proses pagu biasa, jadi dari anggaran Rp 1 triliun ada penambahan anggaran pada pagu anggaran Rp 12,51 triliun kemudian 2022 itu ada usulan pemanfaatan PNBP yang dihasilkan unit eselon 1, jadi di tahun 2021 itu harusnya 4.200 atau total semua ada 6.645 BTS itu tidak bisa dipenuhi semuanya,” kata Arifin.

Arifin mengatakan anggaran Rp 12,5 triliun untuk 4.200 BTS harus selesai pada 31 Desember 2021. Namun kenyataannya, kata Arifin, sulit untuk dilakukan.

“Kalau kita bicara 2021 anggaran yang Saudara sebutkan Rp 12, 5 triliun itu, 2021 habis tahun anggaran tanggal berapa?” tanya hakim.

“31 Desember 2021,” jawab Arifin.

“Berarti Rp 12,5 triliun untuk 4.200 harus selesai Desember 2021?” tanya hakim.

“Betul,” jawab Arifin.

“Kenyataannya?” tanya hakim.

“Kami sulit Yang Mulia karena,” kata Arifin.

Arifin mengatakan pihaknya sulit menerima laporan mengenai proyek BTS. Kata Arifin, ada aplikasi pantau untuk melaporkan secara administrasi mengenai hal itu, tapi hanya bisa dilihat oleh para pejabat eselon 1 di Kominfo.

“Mendapatkan laporan itu pada saat itu sulit untuk kami, ada aplikasi pantau, aplikasi pantau itu adalah aplikasi bagi para eselon 1 untuk melaporkan secara administrasi capaiannya berapa, capaiannya berapa, tapi kami tidak melihat kewenangan ke dalam lagi, jadi based on trust, berdasarkan kepercayaan,” kata Arifin.

Hakim terus mencecar Arifin soal Proyek 4.200 BTS yang harusnya selesai 2021. Hakim mempertanyakan tupoksi Arifin di biro perencanaan.

“Kita kan di biro perencanaan, awalnya Saudara tahu, akhirnya Saudara tidak tahu, begitu?” tanya hakim.

“Harusnya 4.200,” jawab Arifin.

“Harusnya Saudara tahu kan?” tanya hakim.

“Iya 4.200,” jawab Arifin.

Hakim menegaskan seharusnya Arifin mengetahui progres BTS yang sudah direncanakannya dulu di Biro Perencanaan. Hakim mengatakan bila pejabat tidak memikirkan keberlanjutan proyek ini dan hanya di tahap perencanaan, maka lama-lama akan habis uang negara.

“Coba lihat tupoksi Saudara itu tahu nggak, Saudara ikut nggak, Saudara bahwa akhirnya gimana yang kami rencanakan dulu bagaimana jadinya, jangan karena ini kami cuma perencanaan saja, selesai atau tidak bukan tugas kami, bukan begitu pak. Kalau begini habis uang negara. Perbagian ini, ini bukan bagian saya, jadi lepas tangan aja begitu Pak. Tidak tahu Saudara?” tanya hakim.

“Tahu Yang Mulia, 4.200 harus selesai bulan Desember,” jawab Arifin.

Saksi lainnya, Indra, mengungkap 4.200 lokasi itu merupakan titik yang belum ada sinyal internet (blank spot). Dia menyebut dari data total ada 7.904 lokasi yang blank spot yang merupakan daerah terluar, terdepan, tertinggal.

“Tentang blank spot, 7.904 itu terdiri dari 3 T dan daerah belum tercover sinyal 4G?” tanya jaksa.

“Untuk seluruh desa, ada 12 ribu desa yang masih belum 100 persen tercover sinyal 4G. Kemudian ketika menggunakan peraturan daerah 3 T Perpres dan peraturan PNBP kemudian ditemu kenali ada 9.113 desa yang ada di daerah 3 T,” kata Indra.

“Dari 9 ribu kita dalami lagi ada desa yang sudah ada powernya tapi belum 4G, ada yang sudah ada coverage tapi belum 100 persen, ada sudah ada BTS tapi belum selesai, ada desa yang belum ada site,” ujarnya.

“Itu sebanyak 7.904?” tanya jaksa.

“Iya,” jawab Indra.

Indra mengakui data 7.904 itu belum valid karena belum dilakukan survei ke lapangan. Akan tetapi, kata Indra, data itu tetap digunakan untuk menyusun rencana pembangunan BTS 4G.

“Kalau berdasarkan coverage prediction dengan data tambahan batas wilayah administrasi yang kami punya, menurut kami harus ada pengecekan,” kata Indra.

“Menurut Saudara belum valid?” tanya jaksa.

“Sumber data digunakan oleh BAKTI?” tanya jaksa lagi.

“Betul,” jawab Indra.

Hakim pun lalu mencecar Indra. Hakim meminta Indra berterus terang tentang siapa yang mendesak data yang belum valid itu untuk diserahkan.

Indra mengaku Dirut BAKTI Kominfo saat itu Anang Achmad Latif yang mendesak agar data lokasi BTS itu diserahkan walaupun belum valid.

“Siapa yang mendesak Saudara data yang tidak valid segera diserahkan ke BAKTI siapa yang mendesak?” tanya hakim.

“Pada saat itu yang minta saya langsung Pak Anang Pak,” jawab Indra.

Saksi selanjutnya, Doddy, mengungkap adanya dugaan mark up atau penggelembungan harga hingga 366 persen. Dia menyebut hal itu karena suku bunga acuan yang digunakan untuk menyusun harga perkiraan sendiri di atas asumsi suku bunga yang ditetapkan dalam perundang-undangan.

“Tahu ya ada mark up harga?” tanya hakim.

“Iya berdasarkan teman-teman ada indikasi temuan,” ujar Doddy.

“Tadi saya tanya apakah ada mark up, dijawab tidak. Tapi setelah ada surat itu, itu kan surat Saudara, itu ada mark up 366 persen,” ujar hakim.

Doddy mengungkap target 4.200 tower BTS pada 31 Desember 2021, ternyata hanya 618 yang baru selesai dan on air. Dia menyebut ada beberapa kendala proyek itu tidak bisa selesai, salah satunya karena situasi keamanan di Papua yang tidak kondusif.

“Jadi targetnya?” tanya hakim.

“Targetnya seluruhnya 4.200,” jawab Doddy.

“Untuk semua paket itu, tidak selesai ada dalam keadaan Kahar. kahar itu kan keadaan alam sebagian. Dimana itu yang saudara tahu? Kaharnya itu apa? Gempa bumi,banjir kah atau apa?” tanya hakim.

“Kahar itu, kalau di Papua kan itu keamanan, lalu juga persoalan transportasi pengangkut material itu yang diantaranya alasannya kenapa progres 3 4 5 itu agak melambat,” ujar Doddy.

“Apakah di Papua saja yang tidak selesai?” tanya hakim lagi.

“Tidak, yang paket 1, 2 juga ada yang tidak selesai,” jawab Doddy.

“Seharusnya dari awal pekerjaan sedemikian banyak, 4.200 tower di seluruh Indonesia di daerah 3T, harusnya dari awal 6 bulan tidak mungkin bisa dilaksanakan. Harusnya begitu. Ngapain juga dipaksain. Ini, kan, menggunakan anggaran yang harus dipertanggungjawabkan,” kata hakim.

(Roy)

Tinggalkan Balasan