Hanya Tunda, Kejagung: Bukan SP3 Kasus Terkait Capres

Hanya Tunda, Kejagung: Bukan SP3 Kasus Terkait Capres

Jakarta, LINews – Kejaksaan Agung (Kejagung) merespons kritik ICW terkait kebijakan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang meminta jajarannya menunda pengusutan laporan kasus korupsi yang melibatkan capres, cawapres, caleg, hingga calon kepala daerah sampai tahapan Pemilu 2024 selesai. Kejagung menilai pihaknya menunda pengusutan kasus, bukan berarti menghentikan kasus.

“Ini hanya menunda proses, bukan menghentikan, sehingga pelaksanaan Pemilu tidak terganggu karena proses hukum dan terjaga Pemilu yang JURDIL dan terpercaya oleh masyarakat, jika penetapan pemenang sudah selesai maka proses pemeriksaan akan dilanjutkan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, dalam keterangannya, Selasa (22/8/2023).

Kejagung menyebut penundaan pemanggilan calon peserta pemilu dilakukan agar tidak dianggap mengkriminalisasi. Sebab setiap perhelatan Pemilu, sering kali ada serangan black campaign.

“Karena setiap ada perhelatan pemilu sering sekali dijadikan bahan untuk black campaign, kita tidak mau itu terjadi, harus cermat dan teliti dalam hal ini,” kata Ketut.

“Pemanggilan-pemanggilan yang kita lakukan terhadap para calon peserta dijadikan ajang untuk memberikan stigma negatif. kita tidak mau memberikan opini negatif. Sementara laporan dimaksud belum tentu mengandung kebenaran,” ujarnya.

Ketut mengatakan kebijakan menunda pemeriksaan atau pengusutan kasus korupsi terhadap calon kepala daerah peserta pemilu bukan baru-baru ini dilakukan, sebelumnya juga pernah diterapkan pada penyelenggaraan Pilkada 2019. Hal itu dilakukan agar dengan tujuan jangan sampai dijadikan sebagai alat kepentingan bagi kelompok manapun yang dapat mempengaruhi dan mencederai proses pemilihan kepala daerah.

Kemudian menjelang Pemilu 2024, Kejaksaan kembali mengeluarkan kebijakan yang sama. Kejagung menyebut hal itu dilakukan agar penegakan hukum yang profesional, obyektif dan dipercaya publik.

“Semata-mata menjaga independensi atau netralitas aparatur kejaksaan sampai di tingkat bawah yang ditujukan kepada calon peserta pemilu baik legislatif maupun eksekutif,” ujarnya.

Selain itu, tujuan kebijakan penundaan pemanggilan calon peserta pemilu itu untuk menjaga marwah kejaksaan. Serta agar penegakan hukum tidak digunakan kepentingan politik tertentu, seperti black campaign.

“Di tengah pesta demokratisasi kita tidak ingin membuat kegaduhan proses Pemilu atau mengganggu proses Pemilu yang sedang berjalan, semata-mata turut serta menyukseskan Pemilu 2024,” katanya.

Sebelumnya, ICW mengkritik kebijakan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin yang meminta jajarannya menunda pengusutan laporan kasus korupsi yang melibatkan capres, cawapres, caleg, hingga calon kepala daerah sampai tahapan Pemilu 2024 selesai. ICW juga mengkritik Menko Polhukam Mahfud Md yang mendukung pernyataan Jaksa Agung.

“Pernyataan Jaksa Agung mengenai penundaan pemeriksaan indikasi tindak pidana korupsi calon presiden, wakil presiden, anggota legislatif, maupun kepala daerah jelang Pemilu 2024 jelas tidak berdasar hukum dan sangat menyesatkan,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Selasa (22/8/2023).

ICW menyebut, di dalam peraturan perundang-undangan, di Indonesia tidak mengenal adanya penundaan karena alasan apa pun, terlebih pemilu. Selain itu, ICW menilai kebijakan Jaksa Agung tersebut melanggar hak masyarakat yang menginginkan calon pemimpin yang bersih.

“Mestinya sebagai seorang Jaksa Agung, pimpinan tertinggi lembaga penegak hukum, ia memahami bahwa setiap tingkatan proses hukum memiliki tolak ukur yang jelas. Misalnya, jika naik ke tingkat penyidikan, maka penyidik harus memiliki bukti permulaan yang cukup atau minimal dua alat bukti,” kata Kurnia.

(Adrian)

Tinggalkan Balasan