Tasikmalaya, LINews – Permasalahan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Soekardjo itu seperti piramida, Jadi Ikan Busuk berawal dari kepala, sudah tidak mungkin sehat dan bisa dimakan, malah akan menjadi racun bagi kesehatan.
Begitu juga dengan yang terjadi di RSUD kota Tasikmalaya, seharusnya RSUD bisa membangun dan mengikuti regulasi aturan secara etis, seperti Perwalkot dan yang lain. Ada temuan surat kuasa yang seolah-olah direktur tidak punya kebijakan untuk melakukan aksi yang tertulis. Sehingga dia wakafkan melalui surat kuasa kepada pengacara.
“Seolah-olah kebijakan Direktur RSUD itu lemah dan dia wakafkan, dia wariskan, dia hibahkan kepada pengacara, disana tertuang untuk perkara ini. Maka, bila tidak segera diberikan masukan ke RSUD, maka RSUD akan bangkrut. Karena aturannya dilanggar semua” ujar Satgas Anti Korupsi Jawa Barat kepada wartawan.
Mujahid Bangun, sependapat dengan Inspektorat yang menyampaikan bahwa RSUD keliru dalam hal kewenangan. Menurutnya, disana ada kerugian negara. Ketika Direktur RSUD melakukan kerjasama, harus memiliki payung hukum yang jelas. Sementara seluruh payung hukum baru di lihat tadi saat waktu rapat, seperti Perwalkot tahun 2010, Perwalkot tahun 2011 dari dewan pengawas.
Direktur RSUD sudah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kekuasaan. Seharusnya Direktur RSUD bagian dari pemerintah kota harus bertanya kepada bagian hukum atau kepada Inspektorat untuk konsultasi.
Apabila Walikota Tasikmalaya tidak bisa berkonsultasi dengan bawahannya atas dasar RSUD, kata Dani, maka RSUD sudah membangkang. Karena seorang Direktur tidak berkonsultasi kepada pimpinan dengan membuat Kerjasama yang melanggar aturan.
Dirut RSUD mengatakan, bahwa itu sudah ada tahun 2018 dilanjutkan sampai tahun 2022 perpanjangan kontrak dengan nya disebut pihak ketiga (pengacara). Apakah itu berdasarkan seleksi, atau berdasarkan open pengacara dibuka secara public atau ditunjuk karena tahu file RSUD. Ini jadi bahan jabatan gratifikasi, yang disuguhkan karena tahu file jadi sudah aja ditunjuk.
Dirut RSUD bisa mencabut hak kuasa yang telah diberikan kepada pengacara yang telah ditunjuk. Karena, dia beralasan, pengacara yang ditunjuk oleh RSUD baru dilantik dan diambil sumpah pengacara padad tahun 2021.
Itu Berarti beberapa tahun kebelakang itu belum dikukuhkan sebagai pengacara, jadi belum sah. Itu tidak subjektif kepada masalah, Intinya Dirut tidak menjalankan perintah negara, maka dia harus mengundurkan diri.
Direktur RSUD harus segera dilaporkan karena dalam hal ini ada penyalahgunaan wewenang. Itu sudah termasuk kepada kategori administrasi yang berarti melanggar disiplin pegawai negeri dan masuk ke Inspektorat sesuai dengan PP 30 atau Undang-undang nomor 5 tahun 2014.
Secara hirarki, RSUD itu sebagai UPTD masih termasuk kedalam bagaian Pemerintah Kota Tasikmalaya yang didalamnya ada Kepala Bagian Hukum juga di rumah sakit ada Kasubag Hukum.
Jadi urgensi kuasa hukum di rumah sakit seharusnya mana kala jika diperlukan saja (bersifat tentatif). Namun yang terjadi di rumah sakit, dari tahun 2018 sudah menjalin kerjasama dan di tahun 2021 diperpanjang lagi oleh dr. Budi selaku Dirut. (Red/Rahmat)