TPST Gedebage Selesaikan Puluhan Ton Sampah

TPST Gedebage Selesaikan Puluhan Ton Sampah

Bandung, LINews – Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Gedebage kini telah beroperasi, meski masih dalam tahap uji coba. Kabid Pengelolaan Persampahan dan Limbah B3 PPL B3 Salman Faruq mengaku, TPST kini sudah mulai digunakan sambil terus diakselerasi.

Hingga kini, TPST Gedebage yang dibangun dari anggaran sebesar lebih dari Rp3 miliar ini mampu menyelesaikan 10 ton sampah, dari target 60 ton. Perkembangan terkini, biopon magot akan diberi paranet atau jaring yang biasa untuk atap rumah tanaman, supaya terjaga dari terik dan radiasi sinar matahari secara berlebihan.

“Saat ini paranet tahap satu sudah terpasang, jadi dari 175 biopon untuk magotisasi yang sudah terbangun, baru sembilan yang digunakan dan ini terus bertahap,” ucap Salman dihubungi, Selasa (12/12/2023).

Lalu bagaimana cara kerja TPST Gedebage saat ini? Dikatakan Salman, begitu sampah mixed waste atau yang masih tercampur organik dan non organik datang, sampah tersebut akan dipilah sebanyak dua kali proses. Di sini, penyelesaian sampah lebih banyak secara organik.

“Begitu sampah datang mixed waste, yang dari warga, pasar, restoran, begitu akan didrop ke sini. Nanti pertama akan dipisahkan yang anorganik low value tercampur dengan organik, dan anorganik high value untuk didaur ulang kembali di bank sampah. Anorganik low value (residu) akan ditaruh di conveyor untuk dicek kembali, baru masuk ke conveyor feeder ke mesin gibrik,” ucap Salman.

Ia menjelaskan, ada enam mesin gibrik yang sudah beroperasi penuh untuk memilah sampah residu dan organik. Sampah organik kemudian akan dijadikan pakan magot yang dibudidaya di biopond.

Sementara sampah residu akan dibawa ke TPST Cicukang Holis untuk dicacah dan dijadikan Refuse Derived Fuel (RDF) atau bahan bakar berbentuk arang yang terbuat dari cacahan sampah organik maupun nonorganik.

“Karena kita belum ada mesin pencacah jadi kita bawa ke Cicukang Holis. Nah kita sedang mengupayakan untuk kerja sama dengan beberapa perusahaan yang memiliki mesin pencacah supaya bisa mengelola sampah-sampah ini juga. Jadi untuk sampah organik bisa selesai di sini dengan magot,” kata Salman menjelaskan.

Sementara itu Rudiana, Koordinator Pegiat Magot TPST Gedebage menyebut, magot yang ada di sembilan biopond senilai 300 kilo gram. Nantinya, magot ini akan digunakan untuk mereduksi sampah.

“Magot itu harus bisa mengeksekusi sampah organik. Nanti idealnya 1 biopon 1 kwintal magot, untuk menghabiskan 1 kwintal sampah organik. Minimal, per hari gitu. Jadi kalau 170 biopon ini bisa optimal semua berarti kurang lebih 17 ton sampah organik habis,” ucap Rudi.

Namun diakui oleh Rudi, magot ini memerlukan tempat tinggal yang lebih sejuk namun juga jangan sampai mudah terkena air hujan. Sehingga tempat tinggal masih jadi kondisi yang membuat magot ini belum nyaman dalam mengkonsumsi sampah organik.

“Sekarang masih panas pakai terpal, tanahnya juga belum sempurna. Nanti akan dipaving block dan diberi paranet. Dipastikan juga supaya magot tidak kena air, karena nggak mau kena panas dan air. Pakannya juga yang fresh dan kalau bisa sisa makanan manusia, kalau sampah pasar itu bisa tapi harus dicampur dengan sisa makanan,” ucap Rudi.

Sampah organik yang mengendap lama ini masih jadi salah satu persoalan magot tak mau makan. Tapi Rudi yakin jika proses pemilahan sudah berjalan lancar maka TPST Gedebage akan memperoleh lebih banyak sampah organik segar untuk pakan magot.

Selain itu, ia pun menjelaskan warga sekitar tak perlu khawatir dengan adanya sampah yang didrop ke TPST Gedebage. Sebab kata dia, sampah tersebut tak akan mencemari lingkungan karena sudah dipilah dulu. Magot hanya akan memproses sampah organik yang dikatakan mampu menyuburkan tanah.

“Magot juga butuh nutrisi seperti serat dan protein. Kalau kita kasih lebih banyak protein, lebih bagus kualitas magotnya. Tapi itu kalau untuk budidaya magot, kalau magot untuk reduksi sampah ya apapun yang penting organik. Sisa hasil makan magot itu jadi pupuk organik yang bisa dipastikan malah semakin menyuburkan lahan warga,” ujarnya.

“Kalau memang ada air sampah, ya kan ini air dari sampah organik. Jadi lindinya itu malah jadi sumber pupuk. Warga tidak perlu khawatir, lindi tidak akan mencemari lingkungan sekitarnya. Ke depannya saya sudah mintakan untuk edukasi, karena ada beberapa petak sawah dan petani bisa coba menggunakan pupuk magot, jangan pupuk kimia. Seperti halnya Kabupaten Karawang sudah melakukan, jadi tidak mencemarkan justru akan menyuburkan,” lanjut Rudi.

Magot kualitas unggulan ini setelah menjadi magot dewasa akan bermigrasi alami dan masuk ke ruang insektarium. Di ruang ini, magot akan menjadi larva, kepompong, dan kemudian jadi lalat Black Soldier Fly (BSF).

Seperti diketahui, yang tidak akan membawa penyakit. Lalat ini tidak membawa dan menyebarkan penyakit. Saat dewasa, lalat ini hanya berkembang biak kemudian mati.

“Cuma Bandung yang baru punya pusat pengolahan sampah organik dengan biokonversi BSF dan lalat BSF ini sangat cocok di tropis. Saya yakin bisa berjalan dengan baik karena programnya pemerintah Kota Bandung ini bagus loh, Kangpisman. Ini harus terus dilakukan dan harapannya lebih banyak masyarakat sadar untuk mengurangi dan memilah sampah sendiri,” doanya.

Perkembangan Terkini Pasca Kota Bandung Darurat Sampah

Kini, masa darurat sampah di Kota Bandung masih berlangsung hingga 26 Desember 2023. Tersisa dua pekan lagi masa darurat, sejumlah langkah pun sudah dilakukan Pemkot Bandung.

Sekretaris Daerah Kota Bandung, Ema Sumarna mengungkap dari total 1.600 ton sampah Kota Bandung, kini hanya sekitar 900 ton saja yang dibuang ke TPA. Pengurangan hingga sekitar 700 ton ini merupakan hasil dari upaya Pemkot Bandung dalam mensosialisasikan program Kangpisman.

Meski masih menyisakan sejumlah PR, Ema bersyukur karena proses sosialisasi dan upaya penerapan Kang Pisman secara masif ini membuahkan hasil. Ia berharap jumlah sampah Kota Bandung yang dibuang ke TPA terus dapat ditekan.

“Semoga tiap pekan hasilnya berkurang. Dari 800 ton, 1 ton, 1 kilogram, akhirnya bebas sampah. Kami optimis,” katanya.

Di sisa masa darurat sampah, Pemkot Bandung juga rutin melakukan pemantauan. Per Senin 11 Desember 2023, Satgas Darurat Sampah telah meninjau 22 dari 30 Kecamatan se-Kota Bandung.

Dalam kapasitas sebagai Ketua Harian Satgas Darurat Sampah Kota Bandung, Ema terus berupaya menyatukan frekuensi masyarakat dalam mengelola sampah. Salah satunya dengan terus menggalakkan Kawasan Bebas Sampah di Kota Bandung.

“Tapi saya yakin, di sini akan lahir Kawasan Bebas Sampah berbasis kelurahan. Mimpi besarnya adalah hadirnya Bandung sebagai kota nol sampah. Itu mimpi kita semua. Tidak lagi melihat sampah berserakan di jalanan,” tutur Ema.

(Hd)

Tinggalkan Balasan