Bandung, LINews – Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bandung, Jumat (5/1/24) kembali menggelar sidang perkara tipikor yang menjerat terdakwa Catur Prabowo Mantan Direktur Utama (Dirut) PT Amarta Karya Persero dan Trisna Sutisna Mantan Direktur Keuangan.
Jaksa KPK terus mencecar berbagai pertanyaan kaitan dengan tindak pidana dugaan korupsi serta pencucian uang yang diduga dilakukan oleh terdakwa Catur Prabowo, yang saat ini tengah menjadi saksi mahkota.
“Saudara saksi, berapa penghasilan anda sebulan sebagai Dirut PT Amarta Karya Persero? dari mana anda bisa membeli berbagai aset yang anda miliki, dan berapa penghasilan dari istri saudara saksi,” kata Jaksa KPK.
Selain itu, tim Jaksa KPK juga mencecar kaitan dengan peran Catur Prabowo dalam sejumlah proyek serta keterlibatan beberapa perusahaan yang diduga menjadi pelaksana proyek PT Amarta Karya Persero disejumlah daerah di Indonesia.
“Apakah anda yang menunjuk sejumlah rekanan atau CV yang mengerjakan proyek PT Amarta Karya Persero, berapa anda mendapatkan fee dari penunjukan tersebut, bagaimana hasil pekerjaannya, apakah ada temuan?,” sambungnya.
“Selain pendapatan sebagai Dirut dan Fee, ada pendapatan lain tidak yang dihasilkan oleh saudara saksi sehingga anda bisa membeli berbagai aset yang diduga mencapai lebih dari belasan miliar?,” tambahnya.
Menjawab berbagai pertanyaan Jaksa KPK tersebut, Catur Prabowo menjelaskan satu persatu, ia mengaku berpenghasilan Rp 170 – 180 juta per bulan, dan mendapatkan Fee sebesar 1 persen dari nilai kontrak kerja yang dikerjakan oleh sejumlah CV.
“Dari hasil uang kerja sebagai Dirut selama beberapa tahun ditambah uang fee yang saya dapat, saya bisa membeli aset yang saat ini turut menjadi barang bukti di KPK, selain itu saya berhutang terhadap rekan kerja, juga terhadap keluarga saya,” singkatnya.
Atas jawaban saksi mahkota atau terdakwa tersebut, Jaksa KPK terus mencecar apa yang disampaikan Catur Prabowo, pasalnya apa yang dijelaskan dalam persidangan saat ini, dinilai tidak sama dengan apa yang tertera dalam BAP.
“Saudara saksi harus koperatif, jangan berbohong, banyak penjelasan saudara saksi saat ini tidak sesuai dengan apa yang tertera dalam BAP, coba anda jelaskan kembali dan di persidangan ini, kesempatan anda untuk membuktikan pernyataan anda,” ungkap salah seorang Jaksa KPK.
Hingga berita ini diturunkan, persidangan dugaan korupsi yang menjerat Catur Prabowo dan Tisna Sutisna serta dugaan pencucian uang yang diduga dilakukan oleh Catur Prabowo, masih terus berlanjut.
Sekedar informasi, Jaksa KPK terus mendalami asal usul penggunaan uang untuk membayar sejumlah aset yang dibeli Mantan Dirut PT Amarta Karya Persero Catur Prabowo.
Kasus ini bermula ketika Mantan Dirut PT Amarta Karya Persero Catur Prabowo meminta Mantan Direktur Keuangan Trisna Sutisna menyiapkan uang untuk kebutuhan pribadinya pada 2017.
Trisna juga meminta bantuan beberapa staf PT Amarta Karya membuat badan usaha berbentuk CV sebagai subkontraktor untuk merealisasikan permintaan Catur, perusahaan fiktif yang dibuat itu dimasukkan dalam proyek padahal tidak melakukan apapun.
Dalam kasus ini, staf bagian akuntansi PT Amarta Karya menyimpan rekening, ATM dan cek badan usaha fiktif yang sudah dibuat tersebut, tujuannya untuk memudahkan pengambilan uang yang dibutuhkan oleh Catur.
Uang yang sudah dikumpulkan itu diduga digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, jalan-jalan ke luar negeri, biaya member golf, dan juga diberikan ke pihak lain dan KPK menemukan adanya dugaan pencucian uang dalam kasus ini. (***)