KPK Akan Terbitkan Surat Penyidikan Baru terhadap Eddy Hiariej

KPK Akan Terbitkan Surat Penyidikan Baru terhadap Eddy Hiariej

Jakarta, LINews – KPK tetap memproses perkara dugaan suap tersangka mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej dengan menerbitkan surat penyidikan baru. Hal ini dilakukan seusai putusan PN Jakarta Selatan terkait tidak sahnya penetapan tersangka Eddy.

“Secara teknis memang seperti itu (akan ditetapkan tersangka lagi), seperti halnya tersangka SB juga begitu, kemudian terbit surat perintah penyidikan baru untuk melanjutkan proses-proses penyelesaian perkara tersebut,” kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri di kantor KPK, Jakarta Selatan, Kamis (1/2/2024).

Ali mengatakan praperadilan hanya menguji aspek formil, sedangkan aspek materiil tidak diuji oleh hakim.

“Jadi secara substansi, materi, dugaan perbuatan dari para tersangka ini kan sama sekali belum pernah diuji pada pengadilan tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Ali menuturkan terdapat perbedaan pandangan antara KPK dan hakim. Ali menyebutkan hakim praperadilan banyak menggunakan aturan umum di KUHAP.

“Tapi sebenarnya KPK memiliki aturan khusus ketika menetapkan seorang sebagai tersangka, yaitu di Pasal 43 dan 44, di sana bab penyelidikan,” jelas dia.

“Dalam bab penyelidikan, itu teman-teman juga bisa baca, ketentuan pasal itu sudah berbicara mengenai alat bukti, ini artinya satu langkah lebih maju dari ketentuan di KUHAP,” sambungnya.

Eddy Hiariej sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penerimaan gratifikasi sebesar Rp 8 miliar. Eddy melawan status tersangkanya dengan mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan.

Putusan atas gugatan praperadilan itu dibacakan hakim tunggal PN Jakarta Selatan pada Selasa (30/1). Hakim menerima permohonan praperadilan Eddy Hiariej dan memutuskan penetapan tersangka yang dilakukan KPK tidak sah.

“Menyatakan Penetapan Tersangka oleh Termohon sebagaimana dimaksud Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP, terhadap Pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata hakim Estiono dalam persidangan di PN Jaksel, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan.

(Robi)

Tinggalkan Balasan