Siapa pemain di balik proyek pengadaan DPR RI?

Siapa pemain di balik proyek pengadaan DPR RI?

Jakarta, LINews – Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) menyebut, proyek pengadaan di DPR RI bisa saja terkait dengan kepentingan orang di dalam parlemen itu sendiri, seperti anggota dewan atau bahkan kesekjenan.

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi mengatakan, bisa saja perusahaan yang mengikuti atau memenangkan tender di DPR tersebut adalah milik anggota DPR itu sendiri.

Dengan kata lain, ada pihak-pihak tertentu yang mengincar uang dari proyek pengadaan tersebut untuk mengisi kantong pribadinya.

Namun, lanjut Badiul, hingga kini hal tersebut baru sebatas dugaan. Belum ada bukti yang menunjukkan itu, namun indikasi ke arah sana memang ada.

“Misalnya perusahaan mitra pengadaan dan jasa tersebut ternyata ternyata milik temannya salah satu anggota dewan, indikasinya ke arah sana dan kita berharap itu tidak terjadi,” ujar Badiul.

Dugaan tersebut semakin menguat, karena sebentar lagi kita akan memasuki tahun politik, dimana biaya menjadi tuntutan yang mutlak ada.

Hal tersebutlah yang juga menjadi salah satu motif ada pihak-pihak yang diduga bermain dalam proyek pengadaan di DPR, untuk mencari modal politik.

“Kemungkinan itu bisa saja, misalnya (proyek pengadaan) ini terkait dengan kepentingan dan pembiayaan politik,” kata Badiul.

Titik rawan pengadaan di DPR

Dugaan kongkalikong anggaran proyek pengadaan di DPR tak hanya mengarah pada kepentingan oknum anggota dewan.

Menurut Badiul Hadi, hal itu juga bisa saja terjadi di Kesekjenan DPR RI, Badan Urusan Rumah tangga (BURT) dan Badan Anggaran (Banggar).

Badiul mengatakan, tiga pihak tersebut yang paling bertanggungjawab jika memang ada penyalahgunaan anggaran atau kongkalikong dalam proses lengadaan di DPR RI.

“Usulan (pengadaan) yang diberikan oleh BURT dan Kesekjenan kan harus di bahas di Badan Anggaran. Dan di Banggara itu yang dimungkinkan dilakukan hal-hal yang tidak professional itu,” jelas Badiul.

Karena melibatkan BURT dan Badan Anggaran, maka jika di kemudian hari terbukti ada permainan dalam proses pengadaan tersebut, maka bisa dipastikan semua fraksi di DPR mengetahuinya atau malah bisa saja terlibat.

“BURT dan Banggar itu kan isinya keterwakilan dari fraksi-fraksi. Kalau terjadi hal-hal yang menyimpang, mereka pasti tahu,” tegas Badiul.

Terkait terbukanya peluang terjadinya penyimpangan dalam pegadaan di DPR RI, kami mencoba mengonfirmasikannya ke Sekjen DPR RI, Indra Iskandar.

Setelah beberapa hari tidak merespon telepon dan pesan WhatsApp, kami akhirnya menemui yang bersangkutan di kompleks parlemen.

Ketika bertemu dengan LINews ia sempat menolak memberikan keterangan terkait adanya dugaan kongkalikong dalam proses pengadaan barang dan jasa di DPR RI.

Namun akhirnya ia membantah ada penyimpangan dalam pengadaan di parlemen. Ia menyatakan semua proses yang dijalankan dalam pengadaan tersebut, dilakukan dengan transparan dan tanpa rekayasa.

“Seribu persen tidak ada kecurangan, saya bisa pastikan itu. Proses pengadaan semua terbuka dan transparan,” ujar Indra Iskandar.

Ketika ditanya tentang temuan LSM pemantau korupsi, ICW, dalam proyek pengadaan gorden rumah anggota DPR, dengan nada tinggi, Indra Iskandar mempertanyakan kepasitas ICW dalam menilai pengadaan tersebut.

“ICW ngerti ngga dokumen pelelangan? kalau di luar ngomong apapun bisa, tapi apakah sesuai fakta? Lebih baik ICW belajar dulu dengan LKPP,” begitu katanya sambil berlalu.

Wawancara pun berakhir, karena salah satu ajudan Indra Iskandar menghalangi, agar menjauh dari Sekjen DPR RI tersebut.

Proyek Bermasalah di DPR

1.Pengadaan Gorden

Kesekjenan DPR menyiapkan pagu anggaran sebesar Rp 48,7 miliar untuk pengadaan gorden rumah dinas anggota DPR. Namun sejak Maret lalu, pengadaan proyek ini mendapat kritik dan penolakan, termasuk dari anggota DPR sendiri, namun proses lelang ternyata lanjut terus dan kini disebut dihentikan.

2. Proyek Gedung DPR Baru

Pada 2017, dalam pagu anggaran, DPR mendapat alokasi anggaran Rp 5,7 triliun untuk 2018.

Jumlah itu naik ketimbang anggaran pada tahun ini yang hanya Rp 4,27 triliun. Sebesar Rp 601 miliar dari dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan gedung baru.

Ada alokasi anggaran Rp 320 miliar, dana itu digunakan untuk pembangunan gedung dan Rp 281 miliar sisanya untuk alun-alun demokrasi.

Uang itu dirancang sebagai kucuran pertama untuk anggaran tahun jamak pembangunan kompleks parlemen empat tahun ke depan.

3. Bangun Perpustakaan

Ide pembangunan perpustakaan DPR pertama kali dilontarkan oleh Ketua DPR Ade Komaruddin, Selasa, 22 Maret 2016. Dana pembangunan perpustakaan sebesar Rp 570 miliar akan dianggarkan secara tahun jamak (multiyears), mulai 2016.

Saat itu, perpustakaan akan dirancang menampung 600 ribu buku. Selain itu, bangunan perpustakaan akan berada satu gedung dengan gedung baru anggota DPR.

4. Pengharum Ruangan

Pada 2015, Sekretariat Jenderal DPR mengumumkan lelang pengadaan barang-barang untuk Tahun Anggaran 2015. Pengadaan ini dianggap fantastis karena besarnya anggaran untuk pengharum ruangan, yaitu sebesar Rp 2,3 miliar.

5. Jasa Bersih-bersih

Di tahun yang sama, selain melelang pengadaan pengharum ruangan, Sekretariat Jenderal DPR melelang jasa bersih-bersih di tiga zona utama gedung parlemen senilai Rp 27,2 miliar.

Laporan Audit Keuangan DPR

Dalam laporan audit keuangan DPR tahun 2019 ditemukan berbagai pengadaan barang dan jasa. Mulai dari pembuatan seragam pegawai dengan nilai lebih dari Rp1,6 miliar. Selain itu juga ada perbaikan ruangan kerja dan rumah dinas DPR.

Dalam catatan KAP Husni Wibawa dan Rekan itu terdapat pengadaan yang menjadi piutang atau belum selesai. Catatan audit keuangan DPR itu juga menyebutkan realisasi pengunaan anggaran di tahun anggaran 2019 hanya 82,15 persen dengan nilai Rp 4.714.765.127.133 dari anggaran yang diberikan sebesar Rp 5.739.310.147.000.

(Vhe)