Jakarta, LINews – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kembali menggelar siding pemeriksaan saksi kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi dengan terdakwa eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Dalam siding kali ini, saksi mengatakan SYL juga menggunakan anggaran Kementan untuk biaya perawatan skincare anak dan cucunya.
Saksi yang menguak hal tersebut adalah Mantan Sub-Koordinator Pemeliharaan Biro Umum dan Pengadaan Kementerian Pertanian (Kementan), Gempur Aditya. Dia menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh soal permintaan-permintaan dari ajudan SYL, Panji Hartanto, kepadanya.
“Permintaan dari Panji itu biasanya kayak perawatan yang skincare Pak, yang skincare itu, yang tadi disampaikan oleh Pak Musyafak,” jawab dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (22/4/2024).
Gempur mengatakan permintaan anggaran skincare itu untuk membiayai perawatan anak SYL, Indira Chunda Thita. Kemudian, ada juga permintaan anggaran skincare untuk anak Thita yang diterimanya dari mantan ajudan SYL, Panji Hartanto.
“Thita dan cucunya,” jawab Gempur.
Gempur mengatakan permintaan anggaran untuk skincare itu dilakukan secara rutin ke Biro Umum dan Pengadaan Kementan. Gempur menuturkan perawatan kulit anak dan cucu SYL masih di dalam negeri.
“Terakhir itu ada totalnya itu hampir Rp 50 juta, Rp 17 juta, sekitar itu Pak,” jawab Gempur.
Hakim lalu mencecar Gempur terkait sumber dana anggaran untuk skincare tersebut. Gempur mengatakan anggaran untuk skincare itu diperoleh dari pihak ketiga atau swasta yang mengerjakan proyek di Kementerian Pertanian.
“Pihak ketiga semuanya ya?” tanya hakim.
“Iya,” jawab Gempur.
Gempur mengatakan semua permintaan uang itu selalu dicatat dan dibukukan. Gempur mengakui pernah diminta menghapus bukti catatan permintaan uang di Kementan.
Gempur mengatakan perintah itu disampaikan mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa dalam kasus tersebut. Perintah untuk melenyapkan catatan permintaan uang itu dilakukan setelah rumah dinas SYL di kawasan Widya Chandra digeledah KPK.
“Melenyapkan itu pernah, Pak, itu pas ketika sudah ada pemanggilan dari KPK,” jawab Gempur.
“Siapa yang memerintahkan itu untuk dihilangkan barang bukti, barang bukti yang seperti itu? Catatan-catatan pengeluaran uang, permintaan uang,” kata hakim.
“Itu di Pak Sekjen, Pak,” jawab Gempur.
Gempur mengatakan Namun Gempur dan Karina memilih tak mengikuti perintah itu dan tetap menyimpan catatan keuangan tersebut.
Sementara itu mantan Kepala Biro Umum dan Pengadaan pada Kementerian Pertanian (Kementan), Akhmad Musyafak, yang juga dihadirkan sebagai saksi menyebutkan SYL memakai anggaran Kementan untuk kondangan dirinya.
“Permintaan, jadi misalnya kebutuhan ini, Pak, kebutuhan ya misalnya kayak kondangan gitu, Pak,” jawab Musyafak.
Musyafak mengatakan anggaran itu digunakan untuk keperluan pemberian kado saat SYL pergi kondangan. Menurut dia, SYL kerap meminta disiapkan kado emas setiap kali menghadiri kondangan.
Hakim lalu menanyakan nilai rupiah dari emas yang digunakan SYL untuk kado saat kondangan tersebut. Musyafak mengatakan emas itu bernilai sekitar Rp 7-8 juta.
“Berapa gram biasanya?” tanya hakim.
“Kalau nilainya sekitar Rp 7 juta-Rp 8 jutaan,” jawab Musyafak.
Musyafak menyebutkan permintaan duit itu dilakukan oleh mantan ajudan SYL, Panji Hartanto. Selain itu, permintaan uang tersebut pernah diterimanya dari mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta yang juga menjadi terdakwa dalam kasus tersebut.
“Bisa kadang Panji bisa kadang Pak Hatta,” jawab Musyafak.
Musyafak mengaku tak selalu menuruti tepat waktu setiap permintaan uang untuk kepentingan pribadi SYL. Dia mengatakan pihaknya juga mengulur waktu, tapi tak menolak secara langsung setiap permintaan tersebut.
“Jadi gini, Pak, kami tidak menolak vulgar gitu, tapi kami biasanya kadang kami, karena kami nggak mampu ya kita ulur-ulur sampai lupa gitu,” jawab Musyafak.
Dalam sidang ini juga terungkap Biro Umum Kementan telah mengeluarkan Rp 430 juta untuk biaya pembayaran mobil Alphard SYL. Mulanya, Ketua majelis hakim Rianto Adam Pontoh menanyakan terkait pembayaran mobil Alphard SYL merupakan biaya sewa atau kredit yang menggunakan anggaran Kementan, kepada saksi Gempur.
“Itu permintaan dari Pak Karo ke Pak Hafidz lalu ke saya, itu permintaan untuk pembayaran bulanan Alphard,” jawab Gempur.
Gempur meyakini dana Rp 430 untuk pembelian, bukan penyewaan mobil. Dia mengatakan setahunya mobil tersebut di Makassar.
“Mobil Alphard itu ada di Jakarta atau di mana sepengetahuan Saudara?” tanya hakim.
“Sepengetahuan saya ada di Makassar, Pak,” jawab Gempur.
Gempur mengatakan anggaran yang digunakan untuk membayar Alphard itu dilakukan Biro Umum Kementan sejak Maret-Desember 2021 dengan Rp 43 juta setiap bulan. Artinya, jika ditotal, jumlah uang yang telah dikeluarkan sebanyak Rp 430 juta.
Sebagai informasi, SYL didakwa menerima melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar. Dia didakwa bersama dua eks anak buahnya, yakni Sekjen Kementan nonaktif Kasdi dan Direktur Kementan nonaktif M Hatta. Kasdi dan Hatta diadili dalam berkas perkara terpisah.
((Lukman)