UNFF: Solusi Berbasis Hutan Hadapi 3 Krisis Planet

UNFF: Solusi Berbasis Hutan Hadapi 3 Krisis Planet

Jakarta, LINews – Indonesia angkat bicara menyorot tiga krisis planet di sesi utama Forum Hutan PBB (United Nation Forum on Forest/UNFF). Pernyataan itu disampaikan oleh Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Alue Dohong.

“Dunia saat ini sedang menghadapi tiga krisis planet yang saling terkait dan mendesak untuk diatasi. Kita perlu melakukan tindakan nyata, dan kontribusi negara sesuai dengan kemampuan masing-masing,” ucap Wamen Alue Dohong saat dalam pernyataannya, Kamis (9/5/2021).

Tiga krisis planet mengacu pada tiga masalah utama yang saat ini dihadapi oleh seluruh umat manusia, yaitu perubahan iklim, degradasi alam/keanekaragaman hayati, serta polusi/limbah. Selaku pimpinan delegasi, Alue Dohong memaparkan sejumlah kebijakan dan aksi-aksi nyata yang telah dilakukan Indonesia, khususnya dalam menjaga dan memperkuat kontribusi hutan bagi kehidupan yang berkelanjutan.

“Indonesia telah melakukan beberapa intervensi kebijakan yang berkaitan dengan kekuatan dalam kerangka tata kelola pemerintahan yang baik. Kami terus meningkatkan efektivitas kebijakan-kebijakan baru, termasuk moratorium izin baru untuk pembukaan hutan primer, hutan alam, hutan, dan lahan gambut, pencegahan kebakaran hutan dan lahan, pengelolaan hutan dan bentang alam melalui multi-bisnis di bidang kehutanan, perhutanan sosial, tata kelola lahan dan bakau, keanekaragaman hayati, pengarusutamaan di semua sektor, dan pengurangan emisi dari sektor kehutanan”, papar Alue yang pernah menjabat sebagai Deputi Bidang Konstruksi, Operasi, dan Pemeliharaan di Badan Restorasi Gambut (BRG).

Capaian-capaian Indonesia dalam memenuhi target global pun menunjukkan hal yang progresif. Capaian itu diperoleh dari pilihan Indonesia menjalankan Forest and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 sebagai solusi dalam mengantisipasi tekanan yang muncul dari tiga krisis planet.

“Pencapaian nyata kami adalah mengurangi deforestasi, dengan laju deforestasi menurun dari sekitar 1,9 juta hektar per tahun pada rentang 1990-1996, menjadi sekitar 0,1 juta hektar pada periode 2021-2022,” tegasnya.

Komitmen Indonesia dalam upaya mengantisipasi perubahan iklim global juga disampaikan. Komitmen itu diimplementasikan dalam Kebijakan-kebijakan strategis yang disesuaikan dengan Persetujuan Paris (Paris Agreement). Dalam hal ini, penyesuaian itu tertuang pada Enhanced Nationally Determined Contribution (Enhanced NDC), yaitu pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) pada tahun 2030 sebesar 31,89% dengan upaya sendiri dan sebesar 43,20% dengan bantuan internasional.

Sementara dari penanganan limbah dan polusi, Alue yang memiliki latar belakang sebagai akademisi kehutanan, membeberkan upaya Indonesia yang terus meningkatkan kualitas lingkungan tanah, air, dan udara. Upaya yang dipilih adalah yang bersifat inovatif, terpadu dan mengarah pada ekonomi sirkular.

Alue Dohong kemudian mengajak seluruh peserta UNFF ke-19 untuk terlibat bersama membangun kemitraan yang positif. Kemitraan yang dimaksud tak hanya dalam kuantitas keterlibatan negara, namun juga dalam pelibatan kekuatan dari setiap sektor dan disiplin ilmu.

“Di tengah tantangan multidimensi, kita perlu bekerja sama. Oleh karena itu, kita harus dapat berbagi dan memobilisasi ilmu pengetahuan, inovasi, teknologi, ilmu pengetahuan dan sumber daya keuangan yang tersedia untuk mengisi kesenjangan antar negara. Kami juga mendorong Sekretariat UNFF untuk berkolaborasi dengan Sekretariat Konvensi Rio, menekankan pentingnya pendekatan terpadu dalam mengatasi krisis tiga planet,” ucap Alue Dohong menutup pernyataannya.

(Roy)

Tinggalkan Balasan