11 Surat di Kasus Rumah DP Rp 0 Dibuat Backdate untuk Pemeriksaan BPK

11 Surat di Kasus Rumah DP Rp 0 Dibuat Backdate untuk Pemeriksaan BPK

Jakarta, LINews – Jaksa menghadirkan mantan senior manajer divisi usaha Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ), Indra Sukmono Arharrys. Indra hadir sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk proyek rumah DP Rp 0 dengan terdakwa eks Dirut PPSJ Yoory Corneles Pinontoan.

Indra mengakui 11 surat dalam pengurusan proyek rumah DP Rp 0 dibuat back date untuk pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Mulanya, jaksa sempat kesal lantaran Indra dinilai seolah menutup-nutupi dan tak memberikan keterangan jujur dalam persidangan.

“Saksi kan ketua tim investasi di sini ya, semua BUK, BUK, itu kan saksi yang tandatangan akhirnya dicairkan oleh pihak keuangan, jangan saksi lemparkan lagi bilang orang keuangan yang tahap segala macam. Permohonan itu diajukan oleh saksi yang melakukan hubungan dengan pihak ketiga, dengan pihak Adonara bukan bagian keuangan tapi dari ketua tim investasi. Jadi jangan, kemarin itu semua Pak Yadi, Pak Gede, udah kami periksa Pak. Saksi di sini terlalu defensive tapi akhirnya saksi sendiri yang akhirnya berusaha menutup-nutupi gitu pak, kami kesannya melihat..,” kata jaksa dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (1/7/2024).

“Izin pak, saya tidak menutup-nutupi, mohon maaf, Pak,” jawab Indra.

Jaksa lalu membeberkan 11 surat yang dibuat back date tersebut. Di antaranya surat peninjauan lapangan, berita acara peninjauan lapangan, laporan penilaian atas penawaran lokasi, laporan penilaian tanah kosong, dokumen pleno, notulensi harga negosiasi hingga memo intern.

“Simple Pak, kemarin kami sudah dengar Pak keterangan saksi-saksi yang lain bahwa dalam proses yang tadi saksi terangkan di sebelumnya dengan rekan kami, surat-surat yang saksi sampaikan tadi Pak, ada 11 surat. 11 Surat itu sudah kami tanyakan Pak, ke Pak Yadi, Pak Gede dari surat peninjauan lapangan, surat pemberitahuan rencana pemeriksaan lapangan, berita acara peninjauan lapangan,” ujar jaksa.

“Laporan penilaian atas penawaran lokasi, surat kepeminatan tanggal 26 November, laporan penilaian tanah kosong per tanggal 27 November, dokumen pleno tertanggal 29 November, surat undangan negosiasi harga yang sudah di disposisi oleh direktur utama, notulensi harga negosiasi harga tanggal 3 Desember, memo intern ketua tim investasi saksi selaku ketua tim investasi tanggal 12 Desember 2018 serta surat undangan penandatanganan PPJB tanggal 18 dan tanggal 20 Desember itu semua dibuat backdate, saksi Yadi dan saksi Gede sudah ceritakan itu,” lanjut jaksa.

Jaksa meminta Indra berkata jujur. Indra lalu mengakui jika 11 surat itu dibuat backdate.

“Jadi kami dari tadi menghargai kalau saksi itu jujur di persidangan ini, tapi saksi seolah-olah merasa bahwa ini ‘by document Pak, by document Pak’. Pertanyaan saya dari 11 surat yang tadi saya sampaikan, apakah betul 11 surat itu dibuat backdate?” tanya jaksa.

“Betul Pak,” jawab Indra.

Indra mengatakan perintah agar 11 surat itu dibuat backdate dilakukan oleh Yoory selaku Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ). Dia mengatakan hal itu dilakukan dalam rangka pemeriksaan BPK.

“Perintah siapa yang membuat backdate itu saksi?” tanya jaksa.

“Jadi, Dirut pada saat itu Pak karena memang mau ada pemeriksaan BPK itu minta untuk melakukan pelengkapan dokumen tersebut pak, dokumen-dokumen yang belum ada dilengkapi,” jawab Indra.

“Nah ada rapat berarti, dikumpulkan kah oleh terdakwa?” tanya jaksa.

“Seingat saya ada rapat,” jawab Indra.

“Siapa saja yang ikut rapat?” tanya jaksa.

“Ada Aldi, ada Pak Yadi juga, ada Faruk, saya tidak ingat satu-satu Pak,” jawab Indra.

“Saksi Vera, saudara Vera juga ikut?” tanya jaksa.

“Mungkin ikut ya Pak,” jawab Indra.

Indra membenarkan 11 surat itu berasal dari lintas divisi dan tak hanya pada divisi usaha yang dipimpinnya. Jaksa kemudian mencecar Indra terkait leading sector lintas divisi yang menyerahkan surat backdate tersebut.

“Ini kan dokumen dari 11 ini kan dibutuhkan untuk sampai akhirnya pelunasan pembayaran?” tanya jaksa.

“Betul,” jawab Indra.

“Nah dari 11 dokumen ini, ini kan lintas divisi, ada divisinya saksi, divisinya Pak Yadi, ada divisi keuangan juga. Siapa dari divisi-divisi ini yang jadi leading sector-nya supaya apa yang disampaikan, perintah oleh direktur utama, menjelang pemeriksaan BPK itu semua lengkap, siapa? kan nggak mungkin terdakwa langsung yang datang jemput bola masing-masing divisi supaya, ‘ayo dong, lengkapin, lengkapin, lengkapin’,?” tanya jaksa.

“SPI pada saat itu pak, Ka-SPI nya mungkin karena yang..,” jawab Indra.

“Jangan pakai mungkin Pak, siapa orangnya gitu, SPI itu kan banyak orang Pak,” tanya jaksa.

“Bu Vera Pak,” jawab Indra.

“Saksi Vera, saudara Vera ya. Nah saksi pada saat menyiapkan dokumen ada tandatangan saksi termasuk memo intern itu. Saksi laporkan langsung kepada Terdakwa Yoory? Saksi, yang menghadapkan dokumen yang backdate itu kepada saksi siapa?” cecar jaksa.

“Ada itu Pak, Faruk yang misalnya dari divisi usaha ada Faruk, ada Wulan. Kemudian umpama dari divisi butuh tanda tangan saya mungkin Aldi, Pak, bisa beda-beda, mohon izin,” jawab Indra.

Jaksa kembali menanyakan terkait pembuatan backdate 11 surat itu dalam rangka pemeriksaan BPK. Indra mengakui dan mengatakan pengumpulan 11 surat itu dikoordinir oleh saksi bernama Vera selaku Kepala Satuan Pengawas Intern (Ka SPI).

“Nah, ini Pak. Kan kalau kayak gini kita pun nggak ini Pak. Jujur aja Pak, udah perkara ini udah makin terang begitu, ya. Selain perkara Munjul, yang sudah kemarin, yang lain kan juga banyak Pak, perkaranya. Kalau posisi Bapak seperti ini terus, mempersulit Bapak sendiri loh ya. Jadi, saya ulangi lagi, untuk 11 surat itu, bukan semuanya ya 11 surat itu di bapak selaku ketua tim, tapi lintas divisi. Nah, itu semua disusun dalam rangka pemeriksaan BPK?” tanya jaksa.

“Betul Pak,” jawab Indra.

“Yang mengkoordinir supaya lengkap check list-check list pemeriksaan BPK itu Vera Kepala SPI, betul?” tanya jaksa.

“Betul,” jawab Indra.

Dakwaan Baru Yoory Corneles

Mantan Direktur Utama (Dirut) Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan, menjalani sidang dakwaan yang ketiga kalinya terkait kasus dugaan korupsi pengadaan lahan untuk proyek rumah DP Rp 0. Yoory didakwa melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara senilai Rp 256 miliar terkait pengadaan lahan di Cakung, Jakarta Timur, itu.

“Telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang seluruhnya berjumlah Rp 256.030.646.000,00 sebagaimana Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Kasus Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Tanah di Kelurahan Pulo Gebang Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, oleh Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) Tahun 2018 sampai dengan Tahun 2019,” kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Rabu (13/12/2023).

Jaksa mengatakan Yoory melakukan korupsi itu bersama pemilik manfaat PT Adonara Propertindo, Rudy Hartono, dan Direktur Operasional Tommy Adrian. Yoory disebut memperoleh keuntungan Rp 31,8 miliar, sementara Rudy senilai Rp 224 miliar.

“Bahwa akibat perbuatan Terdakwa Yoory Corneles bersama-sama dengan Tommy Adrian dan Rudy Hartono Iskandar terkait jual beli tanah Pulo Gebang dengan SHGB nomor 04663, SHGB nomor 04662, SHGB nomor 04646, SHGB nomor 04645 dan SHGB nomor 04644 serta SHGB nomor 04643 tersebut telah memperkaya Terdakwa Corneles Yoory sejumlah Rp 31.817.379.000,00 dan Rudy Hartono Iskandar selaku pemilik manfaat (beneficial owner) PT Adonara Propertindo sejumlah Rp 224.213.267.000,00 atau setidak-tidaknya sekira jumlah tersebut,” ujarnya.

Jaksa menyakini Yoory melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(Lukman)

Tinggalkan Balasan