Walikota Berkasi Non Aktif, Jalani Sidang Perdana di PN Tipikor Bandung

Bandung, LINews – Bandung – Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi didakwa menerima uang hingga Rp 10 miliar. Duit tersebut diterima Rahmat Effendi berkaitan dengan pengurusan tanah di Bekasi.

Hal itu terungkap dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa KPK dalam sidang di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung pada Senin (30/5/2022). Dalam dakwaannya, KPK menyebut Rahmat Effendi menerima uang hingga Rp 10.450.000.000.

“Terdakwa sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp 10.450.000.000,” ucap Jaksa penuntut umum (JPU) KPK saat membacakan dakwaan, Senin (30/5/2022).

JPU menyatakan duit tersebut didapat oleh Rahmat Effendi dari Lai Bui Min sebesar Rp 4,1 miliar, Makhfud Rp 3 miliar dan Suryadi Mulya sebesar Rp 3,3 miliar lebih.

“Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,” tutur dia.

Dalam aksinya, Rahmat Effendi bersekongkol dengan Jumhana Luthfi Amin. Mereka melakukan perbuatan pengurusan agar Pemkot Bekasi membeli lahan Lai Bui Min di Jalan Bambu Kuning Selatan, Kelurahan Sepanjang Jaya, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi seluas 14.392 meter persegi.

“(Lahan) itu terkait pengadaan lahan untuk kepentingan pembangunan Polder 202 oleh Pemkot Bekasi,” tuturnya.

Rahmat Effendi juga bersama Jumhana Luthfi Amin serta Wahyudin melakukan pengurusan ganti rugi lahan milik keluarga Makhfud Saifuddin yang telah dibangun SDN Rawalumbu I dan VIII yang terletak di Jalan Siliwangi/Narogong, Kota Bekasi seluas 2.844 meter persegi.

“Terdakwa dan Muhamad Bunyamin mengupayakan kegiatan pengadaan lahan pembangunan Polder Air Kranji dapat dianggarkan dalam APBD Perubahan Kota Bekasi tahun anggaran 2021 serta membantu memperlancar proses pembayaran lahan milik PT Hanaveri Sentosa,” kata dia.

Atas perbuatannya itu, Rahmat Effendi dijerat berlapis di antaranya Pasal 12 huruf A Jo Pasal 18 UU Tipikor, Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Tipikor, Pasal 12 huruf b Jo Pasal 18 UU Tipikor dan Pasal 11 Jo Pasal 17 UU Tipikor.

Diketahui, Rahmat Effendi ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap jual beli jabatan serta pengadaan barang dan jasa, dari hasil operasi tangkap tangan (OTT). Dari OTT, kasus dugaan korupsi ini, KPK mengamankan uang total Rp 5,7 miliar.

Dalam kasus ini, total KPK menjerat 9 tersangka. Berikut rinciannya:

Sebagai pemberi:

1. Ali Amril (AA) sebagai Direktur PT ME (MAM Energindo);

2. Lai Bui Min alias Anen (LBM) sebagai swasta;

3. Suryadi (SY) sebagai Direktur PT KBR (Kota Bintang Rayatri) dan PT HS (Hanaveri Sentosa); dan

4. Makhfud Saifudin (MS) sebagai Camat Rawalumbu.

Sebagai penerima:

5. Rahmat Effendi (RE) sebagai Wali Kota Bekasi;

6. M Bunyamin (MB) sebagai Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kota Bekasi;

7. Mulyadi alias Bayong (MY) sebagai Lurah Jatisari;

8. Wahyudin (WY) sebagai Camat Jatisampurna; dan

9. Jumhana Lutfi (JL) sebagai Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kota Bekasi.

KPK turut menjerat Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi alias Pepen sebagai tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Sangkaan itu merupakan yang terbaru setelah sebelumnya Pepen dijerat sebagai tersangka perkara suap dan pungli setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT).

Terakhir KPK menelusuri tentang pembangunan glamorous camping atau glamping yang pembiayaannya diduga KPK dilakukan Pepen dengan pungutan liar atau pungli. Lokasi glamping itu berada di Cisarua, Bogor. (MP. Nasikin)