Emirsyah Klaim Tak Ada Kerugian Negara di Kasus Pengadaan Pesawat Garuda

Emirsyah Klaim Tak Ada Kerugian Negara di Kasus Pengadaan Pesawat Garuda

Jakarta, LINews – Tim kuasa hukum mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar, menolak semua dalil dalam replik yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU). Hal itu disampaikan kuasa hukum Emirsyah saat membacakan duplik dalam sidang kasus dugaan korupsi terkait pengadaan pesawat sub 100 seater CRJ-1000 dan ATR 72-600.
“Bahwa kami penasihat hukum terdakwa terlebih dulu menyatakan tetap berpendirian pada nota pembelaan kami dan pembelaan pribadi terdakwa, serta eksepsi kami terdahulu. Kami menolak secara tegas seluruh dalil-dalil penuntut umum dalam surat dakwaan, tuntutan, dan repliknya,” kata kuasa hukum Emirsyah Satar, Monang Sagala, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/7/2024).

Dia menyebut kerugian operasional pesawat merupakan risiko bisnis. Menurutnya, operasional pesawat dipengaruhi berbagai faktor eksternal terutama pelemahan nilai tukar rupiah.

“Bahwa kerugian operasional pesawat adalah risiko bisnis. Tidak ada hubungannya antara pengadaan pesawat dengan operasional pesawat, karena operasional pesawat dilakukan oleh manajemen, bukan oleh panitia pengadaan dan operasional pesawat dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, terutama pelemahan nilai tukar rupiah terhadap US dollar,” ujarnya.

Dia mengatakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak berwenang menghitung kerugian keuangan negara. Dia menyebut perhitungan kerugian negara pada dakwaan bertentangan dengan perhitungan kerugian keuangan negara pada surat tuntutan jaksa.

“BPKP tidak berwenang menghitung kerugian keuangan negara dan laporan hasil audit BPKP dalam perkara a quo menyesatkan dan salah hitung, sebagaimana telah kami sampaikan dalam pleidoi,” ujarnya.

Dia mengatakan perkara dugaan korupsi pengadaan pesawat ini merupakan peristiwa yang sama yang ditangani KPK dan hanya berbeda Pasal. Dia mengatakan tak ada kerugian keuangan negara dalam kasus ini lantaran ditutup dengan keuntungan operasional pesawat Airbus dan Boeing.

“Bahwa tidak ada kerugian negara dalam perkara a quo, karena selama terdakwa menjabat sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia, kerugian pesawat Bombardier dan ATR 72-600 ditutup dengan keuntungan operasional pesawat Airbus dan Boeing. Subsidi silang sesuai fungsi BUMN,” ujarnya.

Dia meminta majelis hakim membebaskan Emirsyah Satar dari tuntutan jaksa. Dia juga meminta rehabilitasi nama baik untuk kliennya tersebut.

“Oleh karena itu kami tim penasihat hukum terdakwa memohon kepada majelis hakim untuk berkenan memberikan putusan sebagai berikut; menerima seluruh nota pembelaan yang diajukan oleh penasihat hukum dan terdakwa dalam perkara a quo;
menyatakan dakwaan dan tuntutan melanggar asas nebis in idem, menyatakan terdakwa Emirsyah Satar tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan dalam tuntutan,” ujarnya.

“Membebaskan terdakwa Emirsyah Satar dari dakwaan dan tuntutan tersebut atau setidak-tidaknya melepaskan terdakwa dari semua tuntutan hukum; merehabilitasi nama baik terdakwa,” imbuhnya.

Sebelumnya, Emirsyah Satar dituntut 8 tahun penjara. Jaksa meyakini Emirsyah terlibat dalam kasus korupsi terkait pengadaan sub 100 seater pesawat CRJ-1000 dan ATR 72-600.

“Menyatakan Terdakwa Emirsyah Satar telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer JPU,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (27/6).

“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Emirsyah Satar oleh karena itu dengan pidana penjara selama 8 tahun,” sambung jaksa.

Jaksa menuntut Emirsyah membayar denda Rp 1 miliar. Apabila denda tak dibayar, diganti dengan pidana badan selama 6 bulan kurungan.

Jaksa juga menuntut Emirsyah membayar uang pengganti. Jaksa mengatakan harta benda Emirsyah dapat dijual dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut.

Hal yang memberatkan tuntutan adalah tindakan Emirsyah menyebabkan kerugian negara USD 609 juta serta tidak merasa bersalah. Sementara itu, hal meringankan ialah terdakwa sopan dalam persidangan.

(Lukman)

Tinggalkan Balasan