Larangan Eks Gubernur Jadi Cawagub Kembali Digugat ke MK

Larangan Eks Gubernur Jadi Cawagub Kembali Digugat ke MK

Jakarta, LINews – Larangan terkait mantan kepala daerah menjadi calon wakil kepala daerah di daerah yang sama kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kini, gugatan diajukan oleh empat orang warga.
Sebagai informasi, larangan tersebut telah digugat oleh mantan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Isdianto yang terdaftar dengan nomor perkara 71/PUUXXII/2024. Perkara tersebut sedang diadili di MK.

Selain gugatan dari Isdianto, ternyata ada juga empat warga yang menggugat aturan tersebut. Keempat pemohon adalah John Gunung Hutapea, Deny Panjaitan, Saibun Kasmadi Sirait dan Elvis Sitorus. Gugatan mereka teregistrasi dengan nomor perkara 73/PUU-XXII/2024 dan telah menjalani dua kali persidangan, yakni Senin (15/7/2023) dengan agenda pemeriksaan pendahuluan dan Senin (29/72024) dengan agenda perbaikan permohonan.

Pasal yang digugat para pemohon berbunyi:

Pasal 7:
(2) Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

o. belum pernah menjabat sebagai Gubernur untuk calon Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota untuk Calon Wakil Bupati/Calon Wakil Walikota pada daerah yang sama;

Dalam petitumnya, mereka meminta pasal 7 ayat (2) huruf o UU Pilkada dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Mereka menilai pasal itu tidak memberikan ruang dan kesempatan bagi kepala daerah yang telah pernah menjabat untuk berkolaborasi bersama calon kepala daerah baru sebagai kepala daerah dan mantan Kepala Daerah sebagai calon wakil kepala daerah untuk bersama membangun daerahnya.

“Belum pernah menjabat sebagai gubernur untuk calon wakil gubernur atau bupati/wali kota untuk calon bupati atau calon wali kota pada daerah yang sama pada ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang Pilkada, yaitu melahirkan diskriminasi dan kemudian pada akhirnya mengabaikan hak-hak asasi khususnya para Pemohon, Yang Mulia,” ucap pengacara pemohon, Firman Hasurungan, sebagaimana dilihat dari risalah sidang, Jumat (2/8/2024).

Setelah mendengarkan permohonan, hakim MK pun memberikan nasihat. Wakil Ketua MK Saldi Isra meminta agar berkas permohonan diperbaiki, termasuk penulisan petitum.

Selain itu, Saldi juga bertanya apakah para pemohon pernah menjadi kepala daerah atau tidak. Pemohon pun menjawab belum.

“Ini di antara Para Prinsipal, Pemohon asli, ada yang sudah pernah jadi gubernur, wali kota, atau bupati, enggak? Yang karena itu terhalang dengan adanya ketentuan huruf o ini, Undang-Undang Pilkada? Ada, nggak?” tanya Saldi.

“Belum ada,” ujar Firman.

Saldi pun memberi penjelasan singkat soal tujuan pasal tersebut. Dia mengatakan hal itu ditujukan untuk menghilangkan potensi seseorang menjadi kepala daerah lebih dari dua periode.

“Dulu pernah ada di beberapa daerah, begitu dia selesai jadi, apa, jadi kepala daerah, apakah gubernur, bupati, atau wali kota, tiba-tiba dia diajukan atau mengajukan diri sebagai calon wakil kepala daerah. Nah, itu tidak boleh. Mengapa tidak boleh? Karena kalau dia sudah pernah jadi kepala daerah dua kali, jadi wakil kepala daerah, lalu terpilih, nanti kalau kepala daerah yang dia wakilnya berhalangan tetap, kan dia harus jadi kepala daerah. Lebih dong, dari dua kali dia jadi kepala daerah. Itu ratio di balik pasal ini. Makanya tadi pertanyaan dua, apa, Anggota Panel, kami dari Panel itu pada intinya mempertanyakan, ini Pemohon pernah enggak jadi kepala daerah? Karena apa? Itulah yang akan kami nilai apakah Pemohon yang berempat tadi memiliki Legal Standing atau tidak. Nah, jadi itu harus paham betul kita,” ujar Saldi.

(Arya)

Tinggalkan Balasan