Kepsek dan Fasilitator SLB di Lembata Jadi Tersangka Korupsi

Kepsek dan Fasilitator SLB di Lembata Jadi Tersangka Korupsi

Lembata, LINews – Kepala Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri Lewoleba, Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), berinisial MFO dan fasilitator berinisial HA ditetapkan sebagai tersangka. FMO dan HA ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lembata dalam tindak pidana korupsi pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Reguler Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2022.

Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejari Lembata, Teddy Valentino, mengatakan SLB Negeri Lewoleba menerima bantuan alokasi DAK fisik sebesar Rp 941.235.000 untuk pembangunan ruang pembelajaran khusus beserta perabotnya pada 2022. Besaran anggarannya mencapai Rp 211,6 juta pada 2022.

Tak cuma itu, SLB Negeri Lewoleba juga menerima bantuan alokasi DAK fisik untuk pembangunan ruang keterampilan beserta perabotnya Rp 232,7 juta, ruang tata usaha beserta perabotnya Rp 183,4 juta serta kantin beserta perabotnya Rp 299,2 juta.

“Selain itu, ada alokasi sebesar Rp 14,1 juta yang digunakan untuk rehabilitasi toilet dengan tingkat kerusakan minimal sedang beserta sanitasinya,” ungkap Teddy dalam keterangan resminya, Jumat (30/8/2024).

MFO selaku Kepala SLB Negeri Lewoleba membentuk Panitia Pembangunan Sekolah (P2S). MFO bertindak sebagai Penanggung Jawab/Ketua P2S, sementara HA berperan sebagai fasilitator. Selain itu, ada AT sebagai Bendahara Pengelola DAK, DH sebagai Sekretaris DAK, MS sebagai Bendahara Barang, dan GD sebagai anggota (Ketua Komite Sekolah).

Pembangunan SLB Negeri Lewoleba berlangsung dari Februari hingga Desember 2022. MFO melaporkan pekerjaan telah selesai, baik secara fisik maupun dari segi pertanggungjawaban keuangan pada 15 Desember 2022. Namun, kenyataannya terdapat kekurangan volume pekerjaan dan dugaan pemalsuan bukti belanja pertanggungjawaban.

Teddy menambahkan ada beberapa item pekerjaan yang fiktif sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 271, juta. Nilai itu berdasarkan hasil audit dari Inspektorat Lembata.

Berdasarkan dua alat bukti yang ditemukan, penyidik menyimpulkan dan menetapkan MFO dan HA sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran DAK tersebut.

Keduanya dikenakan dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sesuai diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). MFO dan HA juga dikenakan dakwaan subsider Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Untuk kepentingan penyidikan, tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lembata melakukan penahanan terhadap tersangka MFO dan HA selama 20 hari di Lapas Kelas III Lembata,” jelas Teddy.

Sebagai informasi, MFO telah menitipkan uang sebesar Rp 210 juta kepada Tim Penyidik Kejari Lembata sebagai pengembalian sebagian kerugian negara.

(Titus)

Tinggalkan Balasan