Jakarta, LINews — Staf Keuangan PT Sariwiguna Binasentosa Elly Kohari mengaku pernah mengirim uang senilai Rp 7,8 miliar ke perusahaan jasa penukaran uang asing milik crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim, PT Quantum Skyline Exchange.
Hal tersebut diungkap Elly saat menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Mulanya, Elly ditanya apakah ada perintah untuk mengirim uang ke PT Quantum Skyline Exchange. Ia mengaku ada. Namun, Elly mengaku tidak tahu mengapa uang itu harus dikirimkan kepada perusahaan miliki Helena Lim.
“Ada nggak PT SBS (PT Sariwiguna Binasentosa) itu mengeluarkan uang ke PT Quantum Skyline?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/9).
“Ada Pak,” jawab Elly.
Elly menjelaskan perintah penyetoran uang dalam jumlah besar itu baru ada sejak PT Sariwiguna Binasentosa bekerja sama dengan PT Timah Tbk.
Ia mengaku hanya diberikan nomor rekening dan jumlah uang yang harus disetorkan.
“Awalnya suruh setor itu gimana?” tanya jaksa.
“Saya tidak ingat Pak, hanya diminta untuk menyetorkan ke rekening yang sudah ditunjuk,” jawab Elly.
“Periodenya?” tanya jaksa.
“Seingat saya sejak adanya kerja sama dengan PT Timah,” jawab Elly.
“Sebelumnya pernah nggak sih suruh nyetor-nyetor begini?” tanya jaksa.
“Tidak pernah,” jawab Elly.
Lebih lanjut, Elly menjelaskan setoran uang senilai Rp 7,8 M itu tidak dilakukan secara kontan melainkan secara bertahap.
“Berapa kali tadi, ada Rp 7 miliar ya?” tanya jaksa.
“Untuk Quantum ada Rp 7 miliar, lima kali,” jawab Elly.
“Menentukan jumlah besarannya dari mana?” tanya jaksa.
“Dikasih tahu juga oleh Bapak Juan,” jawab Elly.
“Almarhum Juan, Pak Robert juga?” tanya jaksa.
“Setelah Pak Juan meninggal dilanjutkan Pak Robert Indarto,” jawab Elly.
“Jumlahnya Rp 7.829.500.000?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Elly.
Di sisi lain, Elly mengaku perintah penyetoran uang miliaran rupiah itu tak hanya dilakukan kepada perusahaan lain yang bukan kepunyaan Helena.
Helena pun mengakui kebenaran nominal uang yang dirinci jaksa soal perusahaan-perusahaan yang menerima setoran uang itu.
Meski begitu, Elly mengaku tidak tahu siapa saja pemilik perusahaan yang menerima setoran uang tersebut.
“Yang untuk (PT) Dolarindo Intravalas Primatama Rp 12.428.878.000?” tanya jaksa.
“Iya betul,” jawab Elly.
“PT Inti Valuta Sukses dari rekening BCA sebesar Rp 1.412.000.000?” tanya jaksa.
“Iya betul,” jawab Elly.
“Terus PT Mekarindo Abadi, bank Mandiri sebesar Rp 1.504.955.000?” tanya jaksa.
“Iya,” jawab Elly.
“Tahu milik-milik siapa?” tanya jaksa.
“Saya tidak tahu karena bukan berada di Pangkal Pinang, PT, PT ini tidak di Pangkal Pinang,” jawab Elly.
“Jadi, perusahaannya tidak ada di Bangka Belitung?” tanya jaksa.
“PT, PT yang disebut ini tidak ada,” jawab Elly.
“Penukaran valas ini tidak perusahaannya di Pangkal Pinang?” tanya jaksa.
“Tidak ada, dalam rupiah ini. Menyetorkannya dalam rupiah diperintahkan setor ke rekening ini, jumlahnya sekian,” jawab Elly.
Dalam sidang ini Elly bersaksi untuk terdakwa Harvey Moeis, Suparta, dan Reza Andriansyah selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sejak tahun 2017.
Harvey didakwa merugikan keuangan negara sejumlah Rp300,003 triliun terkait kasus ini.
Jumlah kerugian negara tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2022 Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).
Tindak pidana itu turut dilakukan Harvey bersama dengan terdakwa lain crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim.
(Lukman)