Kasus Pasar Cigasong Majalengka: Irfan Nur Alam dkk didakwa Pasal Berlapis

Kasus Pasar Cigasong Majalengka: Irfan Nur Alam dkk didakwa Pasal Berlapis

Bandung, LINews – Kasus korupsi yang menjerat Kepala BKPSDM Majalengka Irfan Nur Alam akhirnya bergulir di persidangan pada Rabu (11/9/2024) kemarin. Irfan dan kawan-kawan didakwa melakukan pemerasan terhadap pengusaha hingga Rp 7,5 miliar dalam proyek bangun guna serah Pasar Sindangkasih, Cigasong, Majalengka.

Sekedar diketahui, dalam kasus ini, Irfan ditetapkan menjadi tersangka dalam kapasitasnya sebagai Kepala Kabag Ekbang Setda Majalengka, bersama mantan Pj Bupati Bandung Barat Arsan Latif yang saat itu menjabat sebagai Inspektur Wilayah IV Inspektorat Jenderal Kemendagri. Kemudian seorang pengusaha bernama Andi Nurmawan, serta ASN bernama Maya Andrianti yang saat itu menjabat Kepala Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Setda Majalengka.

Dalam uraian dakwaan yang telah dibacakan, kasus ini bermula dari niat Pemkab Majalengka pada Februari 2020 untuk merevitalisasi Pasar Sindangkasih yang sudah dalam kondisi rusak parah. Ternyata, detail engineering design (DED) hingga biaya pekerjaan proyek itu sudah disiapkan sebelumnya sejak 2019 oleh Pemkab Majalengka, dan ada sejumlah perusahaan yang berminat mengerjakan tender tersebut seperti PT DKM, KSO PT GTJ dan PT GSB.

Namun dalam rapat selanjutnya, muncul wacana dari Sekda Majalengka saat itu, Eman Suherman, selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) supaya revitalisasi Pasar Sindangkasih tidak membebani anggaran daerah. Kondisi pandemi COVID-19 memaksa skema pembiayaan proyek itu dikaji ulang, salah satunya melalui pembiayaan melalui investor.

Singkatnya, setelah beberapa kali rapat dilakukan, pada Mei 2020 disepakati proyek revitalisasi pasar tersebut menggunakan skema bangun guna serah (BGS). Selain Pasar Sindangkasih, Cigasong, saat itu ikut disepakati 4 objek barang milik daerah (BMD) yang ikut skema serupa. Berdasarkan laporan, nilai appraisal yang akan diperoleh pemda yaitu Rp 940 juta per tahun atas pemanfaatan aset tersebut.

Saat proses ini masih berjalan, terdakwa Andi Nurmawan beserta kawannya, Dede Rizka Nugraha (DRN) rupanya mengetahui rencana proyek BSG Pasar Sindangkasih, Cigasong. Mereka kemudian melancarkan aksinya dengan mendekati PT DKM yang sempat tertarik menjadi investor revitalisasi pasar ini.

Tapi ternyata, PT DKM saat itu tak tertarik melanjutkan minatnya dalam proyek tersebut. Andi dan Dede kemudian menemui dan menawarkan proyek ini kepada Komisaris PT PGA, almarhum Endang Rukmana beserta istrinya yang merupakan korban pemerasan dalam kasus ini.

Awalnya, mendiang Endang tak tertarik dengan proyek revitalisasi Pasar Sindangkasih. Tapi karena kedekatan Andi dan Dede dengan Irfan, keduanya lalu menawarkan kepada Endang untuk bertemu dengan putra mantan Bupati Majalengka Karna Sobahi tersebut.

“Pada pertemuan tersebut, Dede Rizka Nugraha dan Andi Nurmawan memperkenalkan terdakwa (Irfan Nur Alam) selaku Kabag Ekbang yang juga anak Bupati Majalengka Karna Sobahi kepada almarhum Endang Rukanda,” demikian bunyi dakwaan, Jumat (13/9/2024).

Setelah pertemuan tersebut, Endang akhirnya berubah pikiran dan tertarik menggarap proyek yang ditawarkan. Untuk lebih memudahkan proses lelang, terdakwa Andi Nurmawan ditunjuk menjadi kuasa direksi PT PGA pada Agustus 2020.

Masih di bulan yang sama, Irfan mendapatkan arahan dari bapaknya, Karna Sobahi, untuk menemui Arsan Latif yang masih menjabat Inspektur Wilayah IV Inspektorat Jenderal Kemendagri di kantor DPP PDI Perjuangan di Jakarta. Dalam pertemuan itu, Irfan menyampaikan maksudnya kepada Arsan bahwa Pemkab Majalengka berencana memanfaatkan Pasar Sindangkasih melalui skema bangun guna serah.

Setelah pertemuan itu, giliran Arsan Latif yang bertamu ke Pemkab Majalengka pada Oktober 2020. Di hadapan Karna Sobahi dan beberapa pejabat daerah lain, Arsan menjelaskan tentang pemanfaatan BMD yang tertuang dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 dan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016.

Tak hanya itu saja, Arsan Latif juga difasilitasi liburan selama di Majalengka dengan menginap di rumah dinas jabatan bupati. Saat menginap, Arsan Latif melakukan pertemuan dengan Andi Nurmawan, Dede Rizka Nugraha, termasuk dengan Endang Rukmana beserta istrinya, Sri Mulya, termasuk dengan Maya Andriyati yang saat itu ditunjuk menjadi ketua panitia pemilihan mitra proyek Pasar Sindangkasih.

Obrolan pun kemudian dibuka dengan membahas regulasi untuk rencana proyek bangun guna serah Pasar Sindangkasih. Di momen ini, Arsan Latif membeberkan tentang perusahaan calon mitra nanti tidak harus yang telah memiliki pengalaman, tapi dibolehkan berafiliasi dengan perusahaan lain yang punya pengalaman proyek yang ditentukan.

Tapi ternyata, di draf Peraturan Bupati Majalengka yang merujuk Permendagri Nomor 19 Tahun 2016, persyaratan yang tercantum belum memuat tentang istilah afiliasi itu. Di sini, Arsan Latif menjalankan perannya yang memang lebih memahami aturan di ranah Kemendagri.

“Pada saat itu, Arsan Latif menyampaikan bahwa pengalaman itu bukan pengalaman perusahaan tapi pengalaman orang-orang di perusahaan tersebut yang memiliki pengalaman bekerjasama dengan pihak lain yang melakukan kontrak bangun guna serah dengan pemerintah daerah,” demikian uraian dakwaan jaksa.

“Bahwa atas penjelasan saksi Arsan Latif maka istilah ‘afiliasi’ berikut kriterianya tersebut masuk kedalam Draft Perbup,” tambahnya.

Arsan Latif juga diminta Irfan Nur Alam untuk mencarikan perusahaan yang berpengalaman mengurus proyek bangun guna serah Pasar Sindangkasih, Cigasong, Majalengka. Upaya ini dilakukan supaya PT PGA bisa lolos sebagai pemenang proyek tersebut.

Singkatnya, pada November 2020, Arsan Latif menggandeng seorang pengusaha bernama Soemarsono Hadi yang menjadi direktur di dua perusahaan yaitu PT PGI dan PT AI. Dia kata Arsan Latif, sudah punya pengalaman mengurus proyek bangun guna serah di Depok dan Kota Bogor.

Sumarsono Hadi lalu dipertemukan dengan Andi Nurmawan oleh Arsan Latif di kantor Kemendagri. Dalam pertemuan tersebut, Soemarsono Hadi langsung ditunjuk menjadi direksi PT PGA untuk mengurus proyek di Majalengka.

“Bahwa pada saat menandatangani dokumen-dokumen tersebut, saksi Soemarsono Hadi hanya menandatanganinya saja tanpa melakukan pemeriksaan atau membaca dokumen-dokumen yang disodorkan oleh Andi Nurmawan. Saksi Soemarsono Hadi bersedia bertanda tangan pada dokumen-dokumen tersebut karena sudah diperiksa oleh Arsan Latif bertempat di ruang kerjanya di Kantor Kemendagri. Pada saat itu saksi Arsan Latif memberikan jaminan kebenaran dokumen-dokumen tersebut seraya berkata ‘sudah tanda tangani saja pak nano’,” kata uraian jaksa.

(Nas)

Tinggalkan Balasan