Bandung, LINews – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Pasar Cigasong Majalengka kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (14/10).
Dalam persidangan kali ini, sejumlah fakta baru terungkap yang justru melemahkan dakwaan jaksa terkait tuduhan aliran dana sebesar Rp 1,9 miliar kepada terdakwa Irfan Nur Alam.
Sidang yang melibatkan empat terdakwa yaitu Irfan Nur Alam, Arsan Latif, Andi Nurmawan, dan Maya berlangsung alot hingga malam hari di bawah pimpinan Hakim Panji Surono.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat saksi kunci yang diharapkan dapat memperkuat dakwaan, namun justru memberikan kesaksian yang berlawanan dengan tuduhan awal.
Rekaman Penolakan Uang Rp 1 Miliar
Salah satu fakta paling mengejutkan adalah adanya rekaman yang membuktikan bahwa terdakwa Irfan Nur Alam menolak pemberian uang sebesar Rp 1 miliar dari PT Purna Graha Abadi (PT PGA).
Bukti ini membantah tuduhan bahwa Irfan menerima suap dalam kasus tersebut, yang menjadi dasar dakwaan JPU.
“IN” Bukanlah Irfan Nur Alam
Dalam persidangan, terdakwa Andi Nurmawan mengklarifikasi bahwa inisial “IN” yang disebut dalam catatan yang digunakan jaksa sebagai bukti dakwaan bukan merujuk pada Irfan Nur Alam. “IN” ternyata merujuk kepada Andi Nurmawan sendiri.
“Irfan lebih dikenal dengan inisial ‘INA,’ seperti yang terlihat pada nomor kendaraan pribadinya,” ujar Andi.
Namun, meskipun catatan tersebut menjadi dasar dakwaan, jaksa belum melakukan forensic accounting untuk memverifikasi validitasnya.
Audit Independen: Tidak Ada Aliran Dana ke Irfan
Fakta lain yang muncul dalam persidangan adalah hasil audit independen yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Rudi Sanudin atas perintah PT. PGA.
Hasil audit menunjukkan tidak adanya aliran dana kepada Irfan Nur Alam maupun terdakwa lainnya seperti Arsan Latif. Berdasarkan audit ini, PT. PGA dan Andi Nurmawan menyepakati perdamaian yang dituangkan dalam sebuah Surat Pernyataan Kesepakatan.
Kasus Harusnya Berada di Ranah Perdata
Para saksi dari PT. PGA menegaskan bahwa perkara ini adalah masalah internal perusahaan dan seharusnya diselesaikan di ranah perdata, bukan pidana. Mereka menyatakan bahwa konflik ini hanya melibatkan perusahaan dengan pihak-pihak yang mereka angkat sebagai pelaksana proyek.
Ketidaksesuaian Jumlah Uang dalam Dakwaan
Fakta lain yang menguatkan pembelaan adalah perbedaan signifikan antara jumlah uang yang disebutkan dalam dakwaan jaksa dan jumlah uang yang sebenarnya diterima terdakwa Andi Nurmawan. Jaksa menyebut angka Rp 7.585.000, namun ternyata jumlah yang diterima hanya Rp 4.090.000, semakin mempertegas kelemahan dakwaan tersebut.
Penolakan Dokumen Perdamaian oleh Jaksa
Dalam persidangan, terungkap pula bahwa kejaksaan menolak dokumen perdamaian yang diajukan oleh PT. PGA. Dokumen tersebut mencakup hasil audit, mutasi rekening, surat pengakuan hutang, dan kesepakatan damai antara PT. PGA dan Andi Nurmawan. Jika diterima, dokumen-dokumen ini bisa membuktikan bahwa perkara tersebut tidak layak dilanjutkan sebagai kasus pidana korupsi.
Maka dengan terungkapnya banyaknya fakta baru yang terungkap, arah kasus ini tampak semakin rumit. Keputusan akhir mengenai masa depan perkara ini kini berada di tangan pengadilan, yang diharapkan mampu mempertimbangkan bukti-bukti valid secara objektif sebelum menjatuhkan putusan.
(Nas)