Asal Uang Rp11 T Korupsi CPO yang Disita Kejagung

Asal Uang Rp11 T Korupsi CPO yang Disita Kejagung

Jakarta, LINews – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita duit sebesar Rp11,8 triliun terkait kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) pada periode 2021-2022. Duit sebesar itu disita dari sejumlah anak perusahaan Wilmar Group.

Direktur Penuntut Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Sutikno mengatakan nilai duit yang disita sesuai dengan tuntutan JPU terhadap Wilmar Group dalam kasus korupsi ekspor CPO yang disidangkan pada 2023.

“Penyitaan uang hasil tindak pidana korupsi pemberian fasilitas CPO dan turunannya dari para terdakwa korporasi Wilmar Group sebesar Rp11.880.351.802.619,” ujar Sutikno dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (17/6).

Duit kerugian negara dikembalikan oleh PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia. Kelimanya merupakan anak usaha Wilmar Group, korporasi yang didirikan Martua Sitorus dan Kuok Khoon Hong.

Selain Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group telah dinyatakan bersalah dalam kasus itu. Permata Hijau Group diminta membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp937,5 miliar, sedangkan Musim Mas Group diminta membayar uang pengganti Rp 4,89 triliun.

Siapa saja tersangka dalam kasus korupsi CPO?

Pada 2023, majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat telah memvonis sejumlah terdakwa bersalah dalam kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor CPO kepada Wilmar Group dan kawan-kawan.

Para terpidana, yakni Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Dirjen Daglu) Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, anggota tim asistensi Menko Perekonomian, Lin Che Wei, General Affairs PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, dan Senior Manager Corporate Affairs Permata Hijau Group, Stanley MA.

Indra Sari divonis 3 tahun penjara, sedangkan Master dihukum 1 tahun dan 6 bulan penjara. Ketiga terdakwa lainnya divonis bersalah dengan hukuman 1 tahun penjara. Kelima terdakwa juga divonis membayar denda masing-masing Rp100 juta subsider 2 bulan kurungan.

Pada 19 Maret 2025, hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mengeluarkan putusan bebas kepada tiga terdakwa korporasi sawit dalam perkara dugaan korupsi persetujuan ekspor CPO.

Sekira sebulan berselang, Kejagung menangkap para hakim yang mengeluarkan putusan itu, yakni Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM). Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta (MAN) juga ditetapkan sebagai tersangka bersama pengacara Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR), serta panitera muda pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara Wahyu Gunawan (WG).

Dari hasil penyelidikan, Kejagung menemukan bahwa ada praktik suap dalam kasus tersebut. Muhamad Arif dan kawan-kawan diduga menerima duit Rp60 miliar dari pihak korporasi untuk mengeluarkan putusan bebas. Duit diberikan via pengacara kepada WG.

Bagaimana kerugian negara dalam kasus CPO dihitung?

Dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada Januari 2023, JPU menduga eks Dirjen Daglu Kemendag Indra Sari Wisnu melakukan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan izin ekspor CPO atau minyak sawit mentah. Tindakan Indra Sari memberikan persetujuan ekspor (PE) diduga telah memperkaya orang lain maupun korporasi.

Menurut JPU, perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama dengan empat terdakwa lainnya. Akibatnya perbuatan itu, timbul kerugian sekitar Rp 18,3 triliun. Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara sebesar Rp 6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi sebesar Rp12.312053.298.925.

Perhitungan kerugian perekonomian negara dihasilkan oleh ahli Himawan Pradipta bersama tim dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Kerugian perekonomian negara terutama timbul karena kelangkaan minyak goreng di pasar.

Bagaimana kelanjutan kasus itu?

Pada 27 Maret 2025, Kejagung sudah mengajukan kasasi atas putusan lepas yang dikeluarkan PN Jakpus terhadap Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Memori kasasi sudah diterima PN Jakpus pada 9 April 2025.

Kepala Pusat Penerangan Kejagung Harli Siregar mengatakan jaksa penuntut umum akan mempertimbangkan adanya dugaan suap atau gratifikasi kepada majelis hakim dalam pengajuan memori kasasi di Mahkamah Agung.

“Sudah fakta yang tidak bisa terbantahkan bahwa kasus ini sedang disidik terkait dengan adanya dugaan, suap, ataupun gratifikasi,” kata Harli.

(Adr)

Tinggalkan Balasan