Karawang, LINews – Kejaksaan Negeri Karawang menyita uang sebesar Rp101 miliar dari dua rekening Bank Jabar milik Perusahaan Daerah Petrogas Persada Karawang. Uang tersebut kemudian dipamerkan di hadapan sejumlah wartawan, Senin sore (23/6/2025).
Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Syaifullah menyebutkan, penyitaan terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka Pejabat sementara (Pjs) Direktur Utama Petrogas, Giovanni Bintang Raharjo (GBR). Tersangka dalam kurun waktu 2019 hingga 2024 menarik uang perusahaan tapa sah hingga totalnya mencapai Rp7,1 miliar.
Dijelaskan juga, penyitaan dilakukan berdasarkan pengembangan penyidikan yang sudah berjalan sejak Maret 2025. “Penyitaan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi atas nama tersangka GBR,” ujar Syaifullah.
Peradi Anggap Janggal
Dia menyebutkan, penyitaan dilakukan oleh Tim Jaksa Penyidik berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Karawang Nomor: PRINT-514/M.2.26/Fd.2/03/2025 tanggal 7 Maret 2025, yang diperkuat dengan Surat Perintah Penyitaan Nomor: PRINT-1395/M.2.26/Fd.2/06/2025 tanggal 18 Juni 2025.
Namun, langkah hukum yang diambil tim Kejari itu ternyata dianggap janggal oleh sejumlah praktisi hukum di Karawang. Mereka menilai, uang yang dipamerkan pihak kejaksaan bukan barang bukti hasil kejahatan.
“Uang itu merupakan deviden Petrogas selama lebih kurang 5 tahun. Artinya bukan uang yang dikorupsi oleh tersangka, kok disita,” ujar Ketua Peradi Karawang, Asep Agustian, di kantornya, Selasa (24/6/2025).
Asep Agustian yang akrab disapa Askun itu menanyakan juga urgensi kejaksaan memamerkan uang ratusan miliar kepada awak media. “Apakah Kejaksaan Karawang terobsesi kinerja Kejagung yang juga memamerkan tumpukan uang hasil korupsi?,” katanya.
Padahal, sambung dia, pihak kejaksaan sendiri yang menyebutkan kerugian negara akibat perbuatan tersangka Rp7,1 miliar. Namun, tiba-tiba yang disita jumlahnya melambung tinggi menjadi Rp101 miliar.
Sementara itu, praktisi hukum lainnya advokat yang juga Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Kebijakan (Pustaka), Dian Suryana menilai langkah tim Kajari Karawang secara hukum sah karena didasarkan pada Pasal 39 KUHAP dan Pasal 18 Undang-Undang Tipikor, serta telah mendapat penetapan dari pengadilan.
Namun, lanjut Dian, semestinya penyitaan dan pemajangan uang itu tidak menimbulkan kebingungan publik atau terkesan sekadar panjat sosial (pansos).
“Prestasi kejaksaan patut diapresiasi bila fokus pada pengembalian kerugian negara senilai Rp7,1 miliar dan menuntut berat pelaku. Bukan justru memamerkan sitaan sebagai pencitraan,” ujar Dian.
Dia juga menjelaskan, pendekatan dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi adalah “follow the money” (pengembalian kerugian negara) dan “follow the suspect” (menjerat pelaku secara efektif).
Dian menilai, aksi pamer uang dalam jumlah besar khawatir bisa menyesatkan persepsi publik seolah keberhasilan penegakan hukum hanya diukur dari nilai yang dipajang, bukan dari efektivitas pemulihan kerugian dan pemidanaan.
“Jangan sampai ini hanya ikut-ikutan gaya tren pamer barang bukti miliaran, triliunan. Yang dibutuhkan publik adalah keadilan, bukan atraksi,” katanya lebih lanjut.
Meski demikian, Dian tetap memberikan apresiasi atas keberanian Kejari Karawang dalam melakukan pengungkapan kasus, pelacakan aliran dana dan asset tracing. Menurutnya, langkah ini penting selama dilakukan secara akurat dan akuntabel.
“Preseden penegakan hukum yang proporsional, transparan, dan tidak bombastis akan memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum,” kata Dian.
(Zk)