Gelar Hajat Lembur Paling Unik Di Bulaklega

Pangandaran, LINews – Hajat lembur merupakan salah satu tradisi yang rutin di gelar oleh masyarakat Bulaklega Desa Karangkamiri kecamatan Langkaplancar Pangandaran, di bulan Muharram, hajat lembur juga dikenal dengan istilah lain yaitu hajat sawèn.

Hajat lembur merupakan salah satu bentuk pengungkapan rasa syukur terhadap Tuhan, yang mana mahluk Tuhan seluruh nya telah diberikan segala macam kenikmatan.
Ciri khas dari hajat lembur yaitu adanya sawèn, dan nasi kuning yang diberi ikan teri diatasnya yang mana mengandung makna bahwa kita hidup di alam dunia ini harus bisa teguh dan paham terhadap perilaku gotong royong, kemudian berprilaku baik terhadap sesama manusia, terhadap alam, begitupun terhadap hewan.

Ratusan warga Dusun Bulaklega, Desa Karangkamiri, Kecamatan Langkaplancar secara kompak hadiri kegiatan Tahun Baru Islam dan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 77 yang di pusatkan
di Pasir Pilar Bulaklega di bawah Asuhan Yayasan Dangiang Galuh Pajajaran yang di gelar di Pasir Pilar pada, Sabtu 27/8/2022.

Doa bersama yang di pimpin Ustad (Najar Juhidin) yang di hadiri
Masarakat, Para Tokoh Adat Sunda, Petani, pedagang, tokoh Agama,
Tokoh pemuda dan ibu” dari berbagai kalangan, anak” pun ikut hadir dalam acara Hajat Lembur.

Disampaikan Ketua Panitia Anton, Kegiatan peringatan Tahun Baru Islam atau Muharaman dan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia Ke 77 tersebut biasa di sebut hajat rakyat, atau sebuah acara syukuran.” IntukVisi Misi kegiatan ini adalah sebuah ajang silaturahmi, gotong royong, persatuan dan kesatuan antar warga imbuh Anton.

Selain syukuran atas nikmat dari Alloh SWT, acara ini pula kita suguhkan pagelaran kesenian tradisional Sunda, karena seni juga budaya adalah salah satu aset dan sebuah kebutuhan dalam kehidupan bermasyarakat. Kita juga ingin menyampaikan dari pada bentuk edukasi, jelas Anton.

Menurutnya upacara adat pada rangkaian acara ini yang dilakukan dengan sangat sederhana, dengan posisi Kepala Dusun, para pupuhu lembur juga ulama kita konsep menyambut masyarakat umum dengan menggunakan Ki Lengser.

Itu semua merupakan filsafat atau ada maksud dari sebuah acara tersebut, selain itu dalam acara ini kita mengingatkan bahwa pemimpin itu harus menjadi abdi negara atau abdi masyarakat, serta otomatis menjadi pelayan masyarakat,

“Pemimpin itu bukan penguasa” ,ini yang harus kita rubah kultur kenegaraan kita, maka pada acara ini ada hal yang beda, biasa dalam upacara adat pada umumnya atau pada sebuah pagelaran masyarakat yang menyambut para pangagung, tapi hari ini yang kita lakukan adalah para pupuhu lembur yang menyambut masyarakat, terangnya.

Maka kita harus ada keberanian untuk membalikan situasi seperti ini, mengembalikan lagi pada purwadaksi, apalagi kita sudah 77 tahun merdeka, angka 77 itu kembar yang sangat mengandung arti.

” Nah ini saatnya kita mengembalikan bagaimana sisi kedaulatan rakyat dalam kehidupan berpancasila ini menjadi budaya kembali, tegasnya.

Pesan dan kesan dari hajat rakyat yang sederhana ini, ada pesan dari hal kecil menjadi hal yang besar, pungkasnya.(Budi)