Jakarta, LINews -Perkara kasus dugaan korupsi PT Dulta Palma Group terus bergulir. Perkembangan kasus dengan tersangka Surya Darmadi ini sudah masuk sejumlah tahap penyitaan, termasuk uang tunai yang jumlahnya triliunan.
Adapun rincian uang tunai yang disita adalah sebesar Rp 5,12 triliun. Selain itu, ada uang tunai yang disita sebesar US$ 11,4 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara sekitar Rp 168,72 miliar jika menggunakan asumsi kurs Rp 14.800 per dolar AS.
Jika ditotal, nilainya mencapai Rp 5,29 triliun. Ini belum termasuk uang sitaan dalam bentuk dolar Singapura, tepatnya SGD 646,04.
“Uang sitaan ini akan dititipkan ke Bank Mandiri dan beberapa bank lain,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Selasa (30/8/2022).
Ini hanya satu dari sederet aset yang disita. Sebelumnya, banyak aset Surya Darmadi sudah disita, salah satunya Satu bidang tanah beserta bangunan diatasnya berdasarkan Sertifikat Hak Milik Nomor 4413 dengan luas 2209 m² yang terletak di Jalan Bukit Golf Utama Blok PE Kav Nomor 9, Kelurahan Pondok Pinang, Kecamatan Kebayoran Lama, Kota Jakarta Selatan.
Kerugian sebesar Rp104,1 triliun dalam kasus korupsi lahan sawit tersangka Surya Darmadi melalui PT Duta Palma Group menjadi rekor terbesar dalam sejarah. Kerugian tersebut merupakan akumulasi dari kerugian keuangan negara dan perekonomian negara.
Deputi Bidang Investigasi Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Agustina Arumsari menyampaikan rincian angka Rp104.1 triliun.
Diawali dengan objek perusahaan milik PT Duta Palma Group yang memiliki lima perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma Group. Perusahaan tersebut mengelola kegiatan usaha di atas lahan kelapa sawit dengan luasan 37.095 hektare.
“Adanya fakta-fakta yang menurut pendapat kami juga berkaitan atau menimbulkan dampak bagi kerugian keuangan negara atau perekonomian keuangan negara,” kata Sari dalam konferensi pers di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Selasa (30/8/2022).
Dalam proses aktivitas, lima perusahaan tersebut terjadi alih kawasan hutan yang menjadi kebun tanpa pelepasan kawasan hutan dan penyimpangan lainnya, termasuk upaya suap kepada pihak tertentu demi memperoleh izin alih kawasan hutan.
Peristiwa tersebut dianggap BPKP secara langsung atau tidak langsung menimbulkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara. Dia menegaskan bahwa di dalam usaha yang melibatkan kekayaan negara, di situ juga terdapat hak negara.
“Dalam hal ini penyimpangan yang dilakukan menimbulkan dampak tidak diperolehnya hak negara atas pemanfaatan hutan antara lain dalam bentuk dana reboisasi, provisi sumber daya hutan dan seterusnya sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Agustina.
Kerugian keuangan negara, kerugian keuangan negara totalnya Rp 4,9 triliun dengan rincian jumlah kerugian negara ada USD 7,8 juta yang kalau rupiahkan sekitar Rp 1,14 miliar.
“Untuk yang lainnya pada provisi sumber daya hutan, ada fakta-fakta memang mengalami kerusakan hutan itu sehingga ada biaya pemulihan kerugian kerusakan lingkungan yang jika dijumlah semuanya berjumlah Rp 4,9 triliun,” ujarnya.
Sementara untuk perhitungan kerugian perekonomian negara, BPKP bekerjasama dengan ahli lingkungan hidup yang ditunjuk penyidik dan ahli ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan memiliki kompetensi menghitung kerugian. Hasil perhitungan itu, kerugian perekonomian negara mencapai Rp99,34 triliun.
“Jika seluruh angka dari kami para ahli yang sudah berkolaborasi, seluruh kerugian baik dari sisi keuangan negara dan perekonomian negara, terhitung sebesar Rp99,34 triliun kerugian perekonomian negara,” tuturnya.
(Robi)