Warga Jalan Pelajar Pejuang Bandung Jadi Korban, Tuntut Keadilan

Bandung, LINews -Mafia tanah diduga berkeliaran di Kota Bandung. Salah satu korbannya, Ir Sigit Wiriyatmo, pemilik tanah dan bangunan di Jalan Pelajar Pejuang Nomor 43, Kota Bandung bernama yang telah menempati tanah dan bangunan di lokasi tersebut sejak 1998.

Sigit Wiriyatmo mengatakan, tanah dan bangunan yang dia tempati terancam dirampas oleh pihak-pihak yang diduga mafia tanah, bermodalkan pengakuan penggugat dan putusan Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Khusus Bandung. Padahal Sigit Wiriyatmo memiliki sertifikat hak milik (SHM) sah atas tanah dan bangunan tersebut.

Panitera Sahat UM Hutagalung atas nama Ketua Pengadilan Negeri Bandung, kata Sigit, telah mengirimkan surat permohonan bantuan pengamanan pelaksanaan eksekusi pengosongan penyerahan secara paksa kepada Kaskorgartap II Bandung dan Denpom III 5 Bandung, Dandim 0618/BS Kota Bandung, Pol PP Kota Bandung, Kapolsek Lengkong, Koramil Lengkong, Camat Lengkong, dan Lurah Lingkar Selatan.

“Eksekusi pengosongan dan penyerahan secara paksa tanah dan bangunan Jalan Pelajar Pejuang Nomor 43 rencananya dilaksanakan pada Kamis, (22/9/2022), pukul 09.00 WIB,” kata Sigit Wiriyatmo saat konferensi pers didampingi kuasa hukum Ferdinand Siregar dan Felix Wangsaatmaja dalam konferensi pers, Kamis (15/9/2022).

Sementara itu, Ferdinand Siregar mengatakan, apabila eksekusi pengosongan dan penyerahan secara paksa tanah dan bangunan Jalan Pelajar Pejuang Nomor 43 Bandung terjadi, keadilan akan terkoyak. “Jelas-jelas telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia,” kata Ferdinand Siregar.

Ferdinand Siregar meminta eksekusi pengosongan dan penyerahan secara paksa tanah dan bangunan jalan Pelajar Pejuang Nomor 43 dibatalkan, “Kami selaku kuasa hukum mempertanyakan, lebih kuat Sertifikat Hak Milik atau putusan pengadilan,” ujarnya.

Pemilik tanah dan bangunan Jalan Pelajar Pejuang Nomor 43 Bandung Sigit Wiriyatmo membuat pernyataan tertulis berikut:

1. Saya telah menerima surat Pengadilan Negeri Bandung Kelas I A Khusus dengan No. W11.UI//4975/HK.02/VII/2022 tertanggal 12 Agustus 2022, perihal permohonan pendampingan dan P.S./Penunjukan/Pencocokan/Konstatering/Objek yang akan dieksekusi dalam perkara No. 69/Pdt/Eks/2009/PUT/PN. Bdg Jo. NO. 52/Pdt.G/2004/PN. Bdg Jo. NO. 125/Pdt/2005/PT. Bdg Jo. N0. 2531 K/Pdt/2005, dimana dalam surat tersebut posisi saya adalah sebagai Termohon Eksekusi.

2. Pada 16 Agustus 2022 telah dilaksanakan P.S/Penunjukan/Pencocokan/Konstatering/Objek yang akan dieksekusi, para pihak yang hadir pada saat pelaksanaan P.S/Penunjukan/Pencocokan/Konstatering tersebut adalah Kuasa Pemohon Eksekusi, Pejabat Kelurahan, Pejabat Kecamatan, dan Kepolisian Sektor Lengkong.

“Saya saat acara tersebut telah menyampaikan keberatan-keberatan dan dicatat dalam berita acara yang ditandatangani para pihak yang mengikuti acara P.S,” kata Sigit Wiriyatmo.

Keberatan-Keberatan saya adalah sebagai berikut:

Dalam surat permohonan pendampingan dan P.S disebutkan bahwa objek eksekusi adalah Sebagian Tanah dan Bangunan kurang lebih ±2.500 M2 asal Kohir No. 1239 Persil 15.S.II terletak di Blok Babakan Djayanti Kelurahan Lingkar Selatan, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung yang terletak atau dikenal dengan Jalan Pelajar Pejuang 45 Nomor 41, 43, dan 50 Kota Bandung.

Bukti kepemilikan saya adalah SHM No. 196, GS 1365/1995, Persil 15 D II, Kohir 3625, Luas 176 M2 dan SHM No. 256, GS 11.046/1996, Persil 15 D I, Kohir 3629, Luas 116 M2. Telah terdapat perbedaan Kohir antara objek eksekusi yang terdapat dalam Penetapan Pengadilan dengan hak milik saya.

Perlu diketahui bahwa dalam Putusan perkara No. 52/Pdt.G/2004/PN. Bdg disebutkan bahwa saya adalah pemilik dan penghuni tanah Jalan Pelajar Pejuang 45 NO. 41 seluas kurang lebih 600 meter persegi dan hal ini sangat jauh berbeda dengan luas tanah dalam kepemilikan saya.

3. Kemudian saya menerima surat Pengadilan Negeri Bandung Kelas I A Khusus dengan No. W11.UI/5642/HK.02/IX/2022 tertanggal 5 September 2022, perihal Pemberitahuan akan dilaksanakan Eksekusi Pengosongan dan Penyerahan secara paksa dalam Perkara No. 69/Pdt/Eks/2009/PUT/PN. Bdg Jo. NO. 52/Pdt.G/2004/PN. Bdg Jo. NO. 125/Pdt/2005/PT. Bdg Jo. N0. 2531 K/Pdt/2005.

Ternyata terbukti dalam surat tersebut objek eksekusi telah disesuaikan persis sama dengan keberatan-keberatan saya sampaikan pada saat acara P.S/Konstatering. Dengan demikian pihak Pengadilan Negeri Bandung belum mengetahui objek eksekusi secara terperinci baik letak, batas-batas maupun luas tanah yang hendak dieksekusi sebelum melakukan PS/Konstatering.

Namun justru mengambil keterangan yang saya sampaikan saat P.S/Pencocokan lokasi. Sehingga, hal ini sangat mengabaikan kepatutan dalam menjalankan kewenangan sebagai badan peradilan yang sangat terkesan memaksakan eksekusi dengan cara-cara yang tidak sepatutnya.

4. Saya selaku pihak termohon eksekusi sampai dengan dibuatnya siaran pers ini belum menerima penetapan eksekusi. Padahal saya telah memohonkan secara resmi kepada Pengadilan Negeri Bandung.

5. Saya telah mengirimkan surat Keberatan Atas Penetapan Eksekusi kepada Pengadilan Negeri Bandung, mengirimkan surat Keberatan ke Pengadilan Tinggi Bandung, bahkan saya juga pada hari Senin 12 September 2022 telah hadir ke Pengadilan Tinggi Bandung untuk melaporkan hal ini kepada Hakim Pengawas.

Saat itu diterima oleh Panitera/Sekretaris Pengadilan Tinggi dan bersamaan dengan hari ini juga saya berusaha melaporkan permasalahan ini ke Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) dengan penambahan idenditas tanah milik saya ke dalam surat pemberitahuan akan dilaksanakan eksekusi pengosongan dan penyerahan secara paksa yang tidak sesuai denga isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

Akan tetapi oleh dianjurkan untuk mengirimkan surat berupa Surat Permohonan Perlindungan Hukum dan Pengaduan Masyarakat ke Kepolisian Daerah Jawa Barat.

6. Atas saran tersebut di atas pada Rabu 14 September 2022 saya telah mengirimkan Surat Permohonan Perlindungan Hukum dan Pengaduan Masyarakat ke Kepolisian Daerah Jawa Barat.

7. Bahwa atas kejadian tersebut diatas, saya sangat sesalkan bisa terjadi di masa yang terbuka seperti ini yang konon segala sesuatu dilakukan dengan secara transparansi. Saya berharap tidak ada satu badan atau institusi pun yang memiliki hak yang melampaui apapun (super body) untuk bisa melanggar atau merampas hak masyarakat khususnya dalam permasalahan hak kepemilikan tanah yang seperti saya alami ini.

“Ada kekhatiran dan dugaan dalam perkara yang saat ini saya hadapi adanya mafia pertanahan yang terlibat dalam proses eksekusi yang terkesan dipaksakan sekali ini yang seharusnya tidak boleh dilakukan (non executable) karena dictum putusannya yang tidak menjelaskan objek tanah/bangunan secara jelas. Bahkan malahan salah objek justru diakomodir oleh pengadilan dengan hanya berdasarkan pengakuan penggugat atau pemohon eksekusi,” kata Sigit.

Terhadap dugaan mafia pertanahan yang ternyata terlibat dalam perkara seperti saya ini, saya harap aparat yang berwenang segera menindak dengan tegas tanpa ampun dengan melibatkan unsur KPK dan PPATK jika diperlukan untuk menelusuri aliran dana yang besar dalam perkara ini atau perkara-perkara lainnya seperti yang saya alami ini biar menjadi contoh untuk pemberantasan ke depannya.

8. Bahwa atas kejadian ini yang menjadi pertanyaan saya ke mana kah saya harus mencari keadilan? Oleh karena, tampaknya bukti-bukti sah saja seperti sertifikat menurut hukum, sepertinya tidak berdaya dan tidak memiliki kekuatan hukum.

“Kepada Presiden RI Joko Widodo saya mohon dan yang saya mau tanyakan apakah sertifikat yang telah diterbitkan sampai jutaan jumlahnya itu oleh BPN apa masih punya kekuatan hukum?” tuturnya.

“Saya selaku pembeli sah dan beritikad baik katanya memperoleh perlindungan hukum, tapi kok seperti ini bisa dikalahkan dengan hanya pengakuan oleh seseorang yang mengaku tanahnya dan tidak pernah menjual. Padahal dalam catatan di desa tercatat ada peralihan hak dalam catatan desa tersebut, kok bisa menang di pengadilan?” ujar Sigit Wiriyatmo.

(Red)