Diduga Istri Kepling Lakukan Pungli Urus Sertifikat Prona Warga

Padangsidimpuan, LINews – Pembagian sertifikat tanah melalui PTSL (Program Tanah Sistematis Lengkap) merupakan program Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).

Sejak awal dicanangkan program sertifikat PRONA (Program Agraria Nasional) oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional) ini tidak dipungut biaya alias GRATIS. Masyarakat bisa mendapatkan sertifikat tanah mereka dengan mengurus sejumlah dokumen melalui kantor kelurahan atau desa setempat.

PTSL adalah proses pendaftaran tanah untuk pertama kalinya dilakukan pemerintah dengan secara serentak yang meliputi semua subyek pendaftaran tanah yang belum di daftarkan dalam suatu wilayah, baik desa maupun kelurahan dan setingkat lainnya.

Melalui program ini, pemerintah memberikan jaminan kepastian hukum atas hak tanah yang dimiliki masyarakat agar tidak terjadi sengketa kepemilikan tanah di daerah masing-masing.

Metode PTSL ini merupakan inovasi pemerintah melalui Kementerian ATR/BPN untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat yang meliputi sandang, pangan dan lainnya. Sebagaimana yang telah dituangkan dalam Peraturan Menteri ART/BPN Nomor 12 Tahun 2017 tentang PTSL dan Instruksi Presiden RI Nomor 2 Tahun 2018.

Meski demikian, program GRATIS untuk masyarakat itu mala sering di mamfaatkan oleh orang-orang tertentu yang segaja mencari kesempatan untuk memperkaya diri sendiri ataupun golongan diatas hak (penderitaan) orang lain.

Seperti halnya yang telah terjadi di Lingkungan IV Kelurahan Sitamiang Baru, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kota Padangsidimpuan, Sumatera Utara (Sumut),”diduga istri kepala lingkungan (kepling) tersebut memintah sejumlah uang dari warga yang mengurus sertifikat PRONA diluar ketentuan yang telah dibuat pemerintah”.

Salah seorang warga lingkungan tersebut yang tidak mau disebutkan namanya mengaku, bahwa beberapa waktu lalu istri kepling tersebut menawarkan sertifikat PRONA kepadanya dengan biaya sebesar Rp.1.750.000,- (Satu juta tujuh ratus lima puluh ribuh).

Mendengar tawaran istri kepling tersebut, dia pun langsung menjawab bahwa belum dapat mengurus sertifikat PRONA itu karena keadaan yang belum memungkinkan, mengingat masih ada keperluan lain yang lebih perlu lagi.

“Aku sempat terdiam mendengarkan biaya sertifikat PRONA yang ditawarkan istri kepling itu. Memang aku nggak tahu berapa biaya sebenarnya, cuma kudengar ceritanya tidak begitu mahal,” ucapnya waktu lalu kepada LINews di salah satu warung kopi di seputaran Padangsidimpuan.

Setelah itu, berselang beberapa waktu kemudian, istri kepling itu pun kembali lagi menawarkan sertifikat PRONA kepadanya dengan biaya yang jauh berbeda dari sebelumnya, yakni sebesar Rp.850.000,- (Delapan ratus lima puluh ribu rupiah).

Begitu mendengar tawaran kedua istri kepling tersebut , dia pun berpikir untuk mencoba menawarkan uang Rp.400.000,- (Empat ratus ribu rupiah) yang saat itu ada dalam dompetnya sebagai uang muka sertifikat PRONA itu, istri kepling pun setuju dan menerima uangnya.

“Saat kucoba tawarkan uang muka sertifikat PRONA itu, istri kepling pun setuju dengan catatan sisanya (kurangnya) dilunasi dua atau tiga hari kemudian,” jelasnya.

Pada hal dalam Peraturan Walikota Padangsidimpuan Nomor 43 Tahun 2019 jelas disebutkan tentang biaya kegiatan persiapan PTSL. Sebagaimana pada bab 5 tentang kegiatan persiapan seperti pada pasal 12 dengan point sebagai berikut : Dalam pelaksanaan kegiatan persiapan PTSL dilakukan oleh perwakilan peserta PTSL sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 8. Peserta PTSL dibebankan biaya Rp.250.000,- (Dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk perbidang tanah yang dikelolah oleh perwakilan PTSL.

Selain itu, di waktu yang berbeda, hal yang sama juga dialami salah seorang warga lingkungan tersebut yang enggan disebutkan namanya mengaku, bahwa beberapa waktu lalu istri kepling tersebut menawarkan sertifikat PRONA juga kepadanya dengan biaya sebesar Rp.1.750.000,- (Satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).

Usai itu, dia pun balik bertanya pada istri kepling tersebut tentang proses sertifikat PRONA itu, dan apa saja syarat yang harus dilengkapinya. Setelah mengerti, dia pun memberikan uang (kontan) sebagaimana nominal yang dimaksud istri kepling tersebut agar sertifikat PRONA tanahnya di daftarkan (dibuatkan).

“Sebenarnya begitulah biaya sertifika yang ditawarkan (dikatakan) istri kepling itu kepada saya. Saat itu sedikit pun sama sekali tidak ada kutawar agar biayanya dikurangi,” terangnya waktu lalu kepada LINews.

Seiring berjalannya waktu, tak disangka dan tak diduga, ia pun mendengar cerita (gosip) dari warga lainnya bahwa biaya sertifikat PRONA yang dikenakankan istri kepling tersebut kepadanya jauh berbeda dari warga lainnya di lingkungan itu.

“Seandainya kenyataannya begitu, aku betul-betul heran melihat sifat istri kepling itu yang pandang buluh kepada warganya, apa karena beda orang beda biayanya?,” pungkasnya.

Anehnya, saat lurah Sitamiang Baru di konfirmasi salah satu media pada tanggal 7 September 2022 lalu mengaku, sesuai Perwal Padangsidimpuan tiap pembuatan (pendaftaran) sertifikat PRONA yang mempunyai alas haknya dikenakan biaya sebesar Rp.250.000,- (Dua ratus lima puluh ribu rupiah).

“Iya, benar sesuai Perwal Padangsidimpuan dan ada hak alasannya dikenakan biaya Rp.250.000,- (Dua ratus limah puluh ribu rupiah),” ucap Lurah Sitamiang Baru.

Atas dari itu, dia meminta Pemerintah Kota Padangsidimpuan dan BPN agar segera mengusut tuntas tentang dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan istri kepling tersebut, dan siapa dibaliknya serta menevaluasi kepling tersebut karena dinilai istrinya terlalu ambil bagian dalam urusan apa saja di lingkungan itu. Karena perbuatan itu sudah jelas melanggar aturan (ketentuan) yang telah dibuat pemerintah, mengingat mungkin masih ada warga lainnya yang mengalami hal serupa,” pungkasnya. (HS/tim)