Jakarta, LINews – Para Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian G20 bersepakat untuk mewaspadai dan memitigasi persoalan krisis pangan yang berpotensi melanda dunia 8-12 bulan ke depan. Sejumlah inisiatif berhasil mengumpulkan dana hingga triliunan dolar Amerika Serikat (AS).
Para pemangku kebijakan G20 memandang dalam merespons krisis saat ini, cara yang efektif untuk dilakukan adalah dengan melakukan kerjasama multilateral yang terkoordinasi.
Inisiatif untuk mengatasi kerawanan penanganan telah diprakarsai oleh forum dan organisasi regional dan internasional. Dalam merespons krisis pangan, lembaga internasional telah mengalokasikan miliaran dolar AS.
Secara rinci, Bank Dunia menyiapkan dana untuk merespon ketahanan pangan sebesar US$ 30 miliar dan sebesar US$ 6 miliar berasal dari intervensi sektor swasta yang masuk ke dalam sebuah platform global.
“IMF lewat Food Shock Window dan Asian Development Bank (ADB) sebesar US$ 14 miliar untuk mengatasi kerawanan pangan dan program respons ketahanan pangan, serta Islamic Development Bank sebesar US$ 10,5 miliar,” seperti dikutip Chair Summary Joint Finance and Agricultural Ministers Meeting (JFAMM).
Dari alokasi anggaran yang disiapkan oleh lembaga internasional tersebut, beberapa negara anggota menyatakan dukungan mereka untuk potensi penghentian pembayaran utang.
Penghentian pembayaran utang dilakukan jika sesuai di bawah Kerangka Kerja Umum G20 untuk perlakuan utang yang ada.
Sementara beberapa anggota negara G20 yang lain menekankan perlunya mempertimbangkan keadaan negara ketika menilai inisiatif pengurangan utang. Di tingkat masing-masing negara, beberapa inisiatif dilaporkan oleh banyak anggota dalam pertemuan tersebut.
Negara anggota G20 juga mencatat, sejak 2020 risiko terhadap ketahanan pangan dan gizi di seluruh dunia telah meningkat karena berbagai faktor, seperti pandemi COVID-19 yang belum pernah terjadi sebelumnya dan peristiwa cuaca ekstrem.
Banyak anggota juga menyatakan pandangan, perang Rusia melawan Ukraina memperburuk kerawanan pangan global dan menyerukan diakhirinya perang.
“Salah satu anggota menyatakan pandangan bahwa sanksi sepihak berdampak negatif terhadap kerawanan pangan global, sementara beberapa anggota mencatat bahwa sanksi yang terkait dengan perang di Ukraina tidak ditargetkan pada barang pertanian atau pupuk.”
Selain itu, banyak anggota mencatat, bahwa waspada meningkatnya kerawanan pangan dari kelompok rentan di seluruh dunia, akan meningkatkan angka kemiskinan yang membuat tujuan pembangunan berkelanjutan sulit tercapai.
Krisis pangan juga harus diwaspadai, sebab rumah tangga rentan beresiko mengalami kemiskinan dan mengalami kekurangan gizi.
Banyak anggota mencatat, tantangan jangka menengah hingga panjang tetap ada. Namun harus lebih banyak dilakukan dengan meningkatkan produktivitas dan kapasitas pertanian.
Juga harus dilakukan dengan meningkatkan praktik pertanian berkelanjutan dan menanggapi perubahan iklim, mempertahankan perdagangan yang terbuka dan transparan, dan meningkatkan ketersediaan pupuk.
“Beberapa anggota menegaskan kembali komitmen mereka untuk menggunakan semua perangkat kebijakan yang tersedia untuk mengatasi risiko kerawanan pangan,” jelas seperti yang dituliskan oleh Negara G20 lewat kesepakatannya.
Banyak anggota G20 yang juga mendukung perlunya peningkatan kerja sama untuk memastikan respons global yang terkoordinasi untuk mengatasi kerawanan pangan, dan mencatat perlunya bekerja dengan inisiatif multilateral lainnya dalam upaya ini, sambil menghindari duplikasi.
Selain itu, negara anggota G20 juga meminta kepada Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Bank Dunia untuk bisa berbagi hasil mereka atas pelatihan pemetaan yang sudah mereka lakukan dalam mengatasi kerawanan pangan.
Nantinya, pemetaan tersebut akan dikonsolidasikan di masa depan dengan masukan dari para ahli teknis dan organisasi internasional terkait lainnya, dan akan memberikan analisis sistemik tanggapan untuk mengatasi ketahanan pangan.
Sehingga nantinya Negara G20 akan mengidentifikasi setiap kesenjangan besar dalam tanggapan global, mengkaji variabel pangan dan gizi serta pendanaan, mengkaji ketersediaan dan permintaan pupuk.
Serta akan membangun Sistem Informasi Pasar Pertanian (AMIS) G20, dan mengidentifikasi masalah jangka menengah yang memerlukan analisis teknis dan sistemik lebih lanjut.
“FAO dan Bank Dunia akan melaporkan kembali kepada kami (Negara Anggota G20) pada Pertemuan Musim Semi 2023,” tulis kesepakatan negara G20.
(Humas Kemenlu/Red)