“Saling Sandera Pemberantasan Korupsi, Corruptor Fight Back atau Perang Gank?”
Law-Investigasi – Corruptor fight back. Lema lawas ini kembali mengemuka. Tak tanggung-tanggung, kali ini diucapkan oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) non aktif Firli Bahuri. Dia ditetapkan sebagai tersangka kasus pemerasan oleh penyidik Polda Metro Jaya. Santer diberitakan bakal ditahan, Firli lolos dari jerat penahanan di Jumat Keramat. Benarkah ada perlawanan koruptor di balik status Firli atau sekedar bela diri belaka?
Pagi itu, Jumat (1/12/2023), Firli datang ke Bareskrim Mabes Polri memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya sebagai tersangka. Dia diapuk menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi terhadap eks Menteri Pertanian Syarul Yasin Limpo (SYL).
Kali ini, untuk pertama kali dia bakal diperiksa sebagai tersangka di hari Jumat Keramat. Lagi-lagi, dia datang secara diam-diam. Awak media yang sejak pagi nongkrong di depan lobi gedung itu tak mendeteksi kedatangan Firli. Barulah ada informasi dari Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Arief yang menyatakan Firli sudah berada di ruangan pemeriksaan sejak 8.30 pagi.
Diduga, ia masuk dari gedung Rupatama. Dari sana, ia memasuki ruangan pemeriksaan melalui koridor penghubung gedung Rupatama yang ada di lantai 3. Cara masuk menghindar yang sama dilakukan Firli saat pemeriksaan sebelumnya.
Arief menjelaskan, dalam pemeriksaan kali ini Firli dicecar 40 pertanyaan oleh penyidik selama 10 jam. Dia menegaskan muatan pertanyaan ihwal pertemuan Firli dan Syahrul hingga konfrontasikan temuan barang bukti berupa dokumen penukaran valuta asing di beberapa tempat penukaran uang senilai Rp7,4 miliar. Namun, alih-alih ditahan, justru Arief berkata penyidik hingga saat ini belum perlu melakukan penahanan terhadap Firli. Arief tak berkata lebih lanjut soal alasannya.
Sementara itu, usai menjalani pemeriksaan Firli memberikan keterangan kepada awak media. Dai menegaskan akan patuh hukum. “Saya selaku Warga Negara tentu sangat menjunjung tinggi supremasi hukum dan penegakan hukum di Indonesia,” ujarnya.
Sembari dia juga menyindir soal supremasi hukum. Menurut dia, Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum (rechstaat), bukan Negara yang berdasarkan kekuasaan (machstaat) dan berharap kepada semua pihak untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
“Junjung tinggi asas praduga tak bersalah dan tidak mengembangkan narasi atau opini yang bersifat menghakimi,” ujarnya.
Dia juga membagikan kisah nostalgia tentang kepolisian. “Saya kembali hadir di Mabes Polri. Rumah besar yg membesarkan saya sejak berpangkat sersan dua tahun 1983 sampai purnawirawan Polri dengan pangkat Komisaris Jenderal Polri, sampai sekarang,” tuturnya.
Hal menarik lainnya, dia menyampaikan kredo corruptor fight back. Dia menyinggung begitu mudahnya para koruptor melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Sejarah mencatat, perlawanan terhadap pemberantasan korupsi atau yang kita kenal dengan istilah when the corruptor strike back,” imbuhnya.
Sebagai Ketua KPK non aktif yang memimpin lembaga yang menjadi salah satu ujung tombak pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia, Firli mengharapkan agar ke depannya, UU KPK mengalami perubahan terutama pada Pasal 36 UU KPK pada pokok mengatur tentang larangan melakukan pertemuan baik langsung maupun tidak dengan tersangka atau pihak terkait lainnya diketahui berperkara yang ditangani kpk serta dalam hal perlindungan hukum bagi para Pimpinan KPK. Dia menilai pasal ini merupakan pintu masuk kriminalisasi pimpinan KPK.
“Begitu mudahnya kami (pimpinan KPK) dikriminalisasi,” ujar Firli.
Dia juga menyinggung upaya praperadilan yang telah didaftarkan ke Pengadilan negeri jakarta Selatan. Upaya tersebut menurutnya sebagai prinsip penghormatan atas HAM.
“Saya berharap praperadilan dapat memberikan keadilan secara independen, bebas, merdeka dan tidak terpengaruh dari kekuasaan dan pihak manapun,” kata Firli.
Alasan Firli Tidak Ditahan
Ian Iskandar selaku kuasa hukum Firli menjelaskan alasan penyidik yang tidak perlu menahan kliennya. Menurutnya, setelah serangkaian pemeriksaan penyidik tidak cukup kuat untuk membuktikan kebenaran dokumen valas miliaran rupiah. Valas yang ditemukan penyidik dibantahnya karena yang ada hanya rekap resi penukaran uang asing di money changer. Ia berdalih Firli tak mengetahui asal resi penukaran uang asing itu.
Penyidik, kata dia, saat pemeriksaan tak mampu membuktikan kepemilikan valas itu apakah benar kepemilikan Firli atau terkait dengan kliennya. Ia merujuk bukti valas penyidik terdapat penukaran pecahan mulai dari 100 dolar AS, namun mengklaim penukaran valas itu bukan atas Firli.
“Firli tidak kenal dengan orang yang menukar valas tadi. Jadi poinnya ya bahwa barang bukti yang seolah-olah memperkuat itu sangat lemah dan tak kuat secara hukum,” kata Ian usai pemeriksaan di Bareskrim.
Ian juga berkata bukti lain yang disita penyidik tak bisa ditampilkan saat pemeriksaan. Bukti yang dimaksud adalah dompet yang diduga berkaitan dengan Firli. Dalam pemeriksaan, penyidik juga disebut menunjukkan barang bukti yang didapat seusai memeriksa Syahrul, yakni berupa percakapan pesan digital antara Firli dan Syahrul.
Menariknya, imbuhnya, Syahrul berkata kepada penyidik bahwa ia meyakini selama ini tak berkomunikasi dengan Firli lantaran merasa pesan dibalas bukan dari nomor Firli. Ian yang melihat nomor ponsel atas nama Firli itu mengklaim nomor yang dimaksud bukan milik kliennya. “Artinya, tuduhan-tuduhan terhadap beliau itu menjadi terbantahkan bahwa seolah-seolah ada komunikasi intens antara SYL dan Firli,” kata Ian.
Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, pihak Polda Metro Jaya mengonfirmasi telah mengantongi barang bukti yang lengkap. Lain itu, penyidik juga disebut memiliki landasan kuat untuk menjerat Firli sebagai tersangka seusai menggali keterangan dari 91 saksi.
Lolosnya firli dari penahanan di Jumat Keramat ini cukup mengejutkan. Sebelumnya sejumlah pihak meyakini kalau Firli bakal ditahan usai diperiksa sebagai tersangka. Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Ficar Hadjar pun menilai Firli layak untuk ditahan. Ficar menilai Firli layak dditahan sebab dari syarat obyektif telah cukup memenuhi syarat. “Memenuhi syarat untuk ditahan. Syarat obyektifnya memenuhi ancaman hukuman maksimalnya 5 tahun lebih. Dalam hal ini Firli diancam 20 tahun (psl 12.e UU Tipikor),” ujarnya melalui pesan tertulis, Kamis (30/11/2023).
Menurut Ficar, jika kena delik gratifikasi, bisa hanya penerimanya saja ASN atau penyelenggara negara termasuk Ketua KPK yang dijadikan tersangka. Tetapi jika digunakan pasal suap, maka penyuap dan penerima suap yang bakal jadi tersangka.
“Jadi jika sangkaannya gratifikasi, (tersangka) bisa tunggal. Tetapi, kalau pakai pasal suap, tersangkanya bisa berjamaah,” pungkasnya.
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman juga meyakini penyidik sudah memiliki bukti yang cukup kuat. Ia bahkan menekankan aparat mesti tegas untuk segera menahan Firli. Ia merujuk pada tindakan KPK selama ini yang selalu melakukan penahanan terhadap tersangka, maka kepolisian bisa melakukan hal serupa. “Kita lihat kasus Firli ini, dari sisi objektifnya kan terpenuhi, bahkan ancaman pidananya bisa sampai seumur hidup. Artinya secara undang-undang bisa ditahan,” ujar Zaenur saat dihubungi, Jumat.
Zaenur mewanti-wanti risiko kaburnya kasus ini jika penyidik tak kunjung melakukan penahanan. Ia tak menafikan memang ada unsur subjektifitas penyidik, akan tetapi penyidik lebih baik mengindari risiko yang dapat menyulitkan penyidikan. “Apakah ada potensi (Firli) untuk melarikan diri, mengulangi perbuatan dan menghilangkan barang bukti. Kalau saya lihat potensi itu ada, khususnya dalam mempengaruhi saksi-saksi dan menghilangkan barang bukti,” kata dia.
Corruptor Fightback dan Jejak Cemar Firli
Anggota Komisi III DPR RI I Wayan Sudirta merespon persoalan penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus pemerasan dalam kaitan dengan penanganan kasus di Kementerian Pertanian. Wayan mengatakan bila kasus tersebut tentu menghebohkan atau menarik perhatian masyarakat di kala masyarakat menaruh harapan besar terhadap aparat penegak hukum.
“Untuk memberantas tindak pidana korupsi yang sangat merugikan negara dan masyarakat. Kredo Lord Acton yakni “power tends to corrupt” menjadi refleksi bersama, ketika penyalahgunaan kewenangan justru terjadi dan dilakukan oleh pemegang kewenangan atau kekuasaan,” papar Wayan ketika dikonfirmasi Law-Investigasi, Selasa (28/11/2023).
Politisi PDI Perjuangan tersebut menuturkan bila permasalahan di sektor penegakan hukum juga tidak hanya dalam hal keterlibatan dalam penanganan kasus yang menjadi kewenangannya, namun juga hal-hal lain yang memperlihatkan masih banyaknya mafia di institusi penegakan hukum dan peradilan. Wayan mengungkapkan contoh, tentang keterlibatan dalam kasus narkoba, illegal mining, backing kasus sumber daya alam, dan sebagainya yang menjadi catatan penting soal banyaknya mafia di Institusi penegakan hukum.
Selain itu, permasalahan pada eks pimpinan KPK Lili Pintauli menjadi salah satu contoh dimana Pimpinan KPK yang seharusnya berhati-hati dalam menegakkan citra anti korupsi justru menerima gratifikasi. “Alhasil yang bersangkutan disidang etik dan mundur. Demikian pula dalam kasus gratifikasi yang menyangkut Wamenkumham dimana memerlukan kehati-hatian,” tuturnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Taufik Basari menilai DPR harus ikut bertanggung jawab atas penetapan tersangka Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, oleh Polda Metro Jaya. Politisi yang akrab disapa Tobas ini menyatakan DPR harus ikut bertanggung jawab karena telah “mengantarkan” Firli menjadi Ketua KPK. “Menurut saya, kita tidak boleh lari dari tanggung jawab ini, tetap harus menjadi tanggung jawab kita bersama. Termasuk tanggung jawab kita di DPR ini,” kata Tobas kepada Wartawan, Rabu (29/11/2023).
Legislator dari Fraksi Partai Nasdem DPR RI ini menuturkan, KPK merupakan mitra kerja Komisi III. Sehingga penetapan Firli Bahuri sebagai tersangka menjadi bahan evaluasi para legislator terkait dinamika di lembaga antirasuah itu. “Kita harus melakukan evaluasi terhadap apa yang telah kita laksanakan dalam proses pemilihan pejabat-pejabat publik ini,” tuturnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meyakini tidak ada yang cacat hukum ketika Polda Metro Jaya menetapkan purnawirawan jenderal polisi bintang tiga itu sebagai tersangka korupsi. Sahroni meyakini bila penyidik kepolisian tidak mungkin asal-asalan menetapkan seseorang sebagai tersangka. Pasti berdasarkan bukti-bukti yang ada. Sahroni juga meyakini bahwa Polda Metro Jaya sudah mempersiapkan diri secara matang untuk menghadapi gugatan penetapan tersangka Firli Bahuri tersebut.
“Jika mengikuti proses yang ada, saya yakin Polda Metro Jaya pasti siap menghadapi tahapan tersebut. Toh proses penetapan tersangkanya tidak ada yang cacat kok, semuanya clear,” sambungnya.
Sahroni menilai bahwa kasus dugaan pemerasan yang menjerat Firli akan terus bergulir hingga di meja persidangan. Politisi Partai Nasdem ini meyakini pihak kepolisian tidak mungkin memproses suatu temuan tanpa adanya dasar hukum dan bukti-bukti yang kuat. Pasalnya, ini merupakan proses yang biasa saja dan memang tidak ada yang salah selama prosesnya didasarkan bukti yang kuat. Pihak Kepolisian dalam hal ini Polda Metro Jaya pasti mempunyai bukti yang konkrit.
“Ada laporan (pemerasan) masuk, diusut, kedapatan bukti-buktinya, ya diproses dong. Begitu saja kan sebenarnya. Jadi, mari kita tunggu hasil praperadilannya nanti,” ucapnya.
Lebih lanjut, Sahroni pun meminta kepada masyarakat untuk terus memantau dan mengawasi jalannya kasus yang menjerat Firli Bahuri hingga selesai. Bahkan, Sahroni menginginkan masyarakat langsung ‘berteriak’ jika menemukan adanya kejanggalan-kejanggalan selama prosesnya. “Masyarakat juga tolong bantu pantau dan kawal kasus ini hingga usai nanti. Jadi kalau ada yang janggal-janggal, sudah pasti 100 persen ketahuan. Masyarakat kita cerdas-cerdas, kok,” ungkapnya.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan Firli Bahuri adalah salah satu faktor utama yang membuat kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi jeblok. Boyamin menyebut bila Firli juga menjadi alasan utama mengapa saat ini masyarakat sudah tidak percaya lagi dengan lembaga antirasuah tersebut.
“Kontroversi, retorika dan narasi kebohongan yang dilontarkan Firli selama menjadi pimpinan KPK yang membuat masyarakat tidak percaya begitu saja dengan kinerja lembaga antirasuah itu. Jadi memang kemerosotan kinerja KPK salah satu faktor utamanya memang Firli,” ujar Boyamin saat dikonfirmasi, Kamis (30/11/2023).
Jauh sebelum Firli ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL), purnawirawan Polri berpangkat komisaris jenderal (komjen) itu juga sudah membuat drama-drama yang menjadi sorotan publik. Boyamin mengatakan drama Firli sudah ada sejak menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Saat itu menurut Boyamin sudah banyak pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Firli Bahuri. “Itu dramanya sudah sejak zaman deputi. Sudah ada pelanggaran kode etik. Kemudian kasus helikopter pulang kampung,” jelasnya.
Boyamin menuturkan, kasus helikopter pulang kampung bukan sekadar pelanggaran kode etik terkait bergaya hidup mewah. Namun, di situ ada unsur gratifikasi juga. Pasalnya, helikopter yang digunakan itu disediakan oleh perusahaan yang terafiliasi dengan kasus yang sedang ditangani KPK berdasarkan operasi tangkap tangan (OTT). “Gratifikasi dalam pengertian karena dapat diskon besar. Harusnya minimal sewa helikopter itu adalah Rp20 juta untuk operasionalnya saja, tapi ini cuma Rp7 juta satu jam. Itu diskon dengan alasan covid-19. Diskon itu ya gratifikasi,” tegas Boyamin.
(R. Simangunsong)