BANDUNG, LINews – Aksi dugaan penipuan dengan modus pembelian rumah syariah kembali menelan korban. Kali ini, penipuan modus seperti itu memakan korban sejumlah warga Bandung berprofesi aparatur sipil negara (ASN) hingga pengacara.
Kini, kasus dugaan penipuan itu telah dilaporkan ke polisi dengan Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) bernomor STPL/738/V/2022/SPKT/Polrestabes Bandung/Polda Jawa Barat dengan terlapor pimpinan developer berinisial ILK.
Akibat penipuan itu, masing-masing korban mengalami kerugian ratusan juta. MR, satu ASN yang jadi korban, mengatakan, aksi penipuan itu terjadi dalam rentang waktu 2021 sampai 2022.
MR membeli rumah setelah mendapat informasi melalui pamflet mengenai pembangunan 45 unit rumah dengan cicilan tanpa riba bernama Kalyca Village Padasuka Cimenyan, Kabupaten Bandung.
Karena penipu menggunakan label syariah dan tanpa riba, MR tertarik untuk membeli satu unit rumah tipe 50 di sana. Tanpa ragu, MR membayar uang muka Rp76 juta.
Setelah itu, MR mulai membayar angsuran pertama Rp13 juta pada Maret 2021 dan berlanjut hingga Juli 2021. Kemudian, pada Agustus 2021, tiba-tiba MR dan beberapa calon penghuni rumah dikumpulkan oleh developer atau pengembang Kelyca Village Padasuka Cimenyan.
Pengembang mengatakan tanah yang hendak dibangun hunian syariah kalah di pengadilan. Kemudian pengembang memberikan pilihan kepada para calon penghuni rumah untuk menerima pengembalian uang 100 persen atau direlokasi ke lokasi lain di kawasan Dago.
Sekitar 16 calon penghuni rumah lalu memutuskan agar uang mereka dikembalikan. “Dia (pengembang) menjanjikan beli cash atau mencicil tanpa riba. Kalau cash sesuai harga pasar. Cicilan ditambahkan rumah saya Rp590 juta beli cash. Kalau cicil menjadi Rp900 juta,” kata MR, Rabu (4/1).
Korban MR menyebut total uang yang telah disetorkan kepada developer Rp163 juta. Developer menjanjikan akan mengembalikan uang itu dalam tiga termin, selama September 2021 hingga Maret 2022.
Namun, sampai saat ini, janji itu belum dipenuhi oleh developer. MR belum menerima pengembalian dana sepeser pun. Lantaran tidak kunjung menerima pengembalian uang, MR lantas melaporkan kasus tersebut ke polisi.
“Sampai Maret 2022, duit saya belum dibalikin,” ujar MR.
Korban lain, BR yang sehari-hari bekerja sebagai pengacara pun mengaku tergiur untuk membeli satu unit rumah di sana karena ada iming-iming cicilan tanpa riba.
BR yang sedang mencari rumah menelepon bagian pemasaran dan mendapatkan informasi, masih tersisa dua unit rumah yang bisa ditempati. Saat itu, BR diminta membayarkan uang muka senilai Rp5 juta jika berminat.
“Dia (developer) bilang ini perumahan syariah, jadi tidak ada BI Checking, hanya wawancara saja antara developer dengan calon pembeli,” kata BR.
Selain membayar uang muka, BR menyerahkan sejumlah dokumen dan melalui tahap wawancara oleh pihak developer di kantornya yang terletak di Jalan Soakarno-Hatta, Kota Bandung.
Ketika itu, dia sempat mencari tahu soal angsuran secara syariah dengan bertanya kepada developer. Singkat cerita, dia lantas memutuskan untuk mengangsur rumah selama 5 tahun.
“Saya tanya, syariah-nya di mana, mereka bilang, kalau di bank kan tidak ada kesepakatan bersama, kalau di sini (secara syariah) sudah disepakati di awal harganya Rp900 juta yang harus saya cicil,” ujar BR.
Seusai membayar uang muka, BR lalu mulai membayar angsuran secara rutin setiap bulan. Total, uang yang telah disetorkan ke pihak developer senilai Rp340 juta.
Lalu, pada Agustus 2021, BR diberi tahu developer bahwa tanah yang rencananya akan dibangun hunian bermasalah sehingga pembangunan tak dapat dilanjutkan.
Sama dengan MR, BR pun diberikan dua pilihan oleh pihak developer direlokasi ke tempat lain atau menerima pengembalian uang 100 persen.
BR memilih untuk menerima pengembalian uang. Namun, uang yang dijanjikan tak kunjung diterima sampai saat ini. Dia mengaku sudah berupaya mendatangi pimpinan dari developer untuk menanyakan soal pengembalian uang.
Namun developer tidak kunjung memberikan jawaban yang tegas. Dia lantas melayangkan somasi yang dilanjutkan dengan membuat laporan ke polisi tepatnya pada bulan Mei 2022.
“Gerbangnya (lahan di Cimenyan) digembok dan ditulis pelang bahwa tanah itu bukan milik developer tersebut,” ujar BR.
“Saya menyayangkan sekali apalagi ini bawa-bawa syariah. Menurut saya syariah ini sudah bawa-bawa agama. Nah, apakah prinsip syariah itu seperti ini? Itu patut kita pertanyakan begitu loh,” ujar dia.
“Mungkin sudah saatnya pemerintah hadir untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat agar dapat menertibkan para developer-developer nakal yang mencari keuntungan dengan menjual embel syariah,” tandas dia.
Sementara itu, Kasubag Humas Polrestabes Bandung AKP Rose mengatakan, segera melakukan pengecekan terlebih dahulu terkait kasus itu. “Nanti dicek dulu,” kata Kasubag Humas Polrestabes Bandung.
(Red)