Aturan Kominfo soal PSE Disebut Berpotensi Kekang Kebebasan Pers

Aturan Kominfo soal PSE Disebut Berpotensi Kekang Kebebasan Pers

Jakarta, LINews – Kebebasan pers kembali terancam. Pasalnya, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No 5/2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat dinilai berpotensi sangat represif dan sewenang-wenang.

Demikian dikatakan Ade Wahyudin dari LBH Pers pada acara Media Briefing bertajuk ‘Permenkominfo 5/2020 dan dampaknya bagi Kebebasan Berekspresi, Kebebasan Pers serta Hak Atas Privasi’ yang berlangsung secara daring, Kamis (21/7).

Menurut Ade, lewat Permenkominfo itu, Kominfo bisa sangat sewenang-wenang menutup media yang dianggap meresahkan.

“Kita bisa bayangkan kalau itu sebuah media, ada pemberitaan yang dianggap melanggar hukum. Penghinaan lah misalnya, datanya ingin diambil oleh kementerian atau lembaga,” katanya.

“Nah, Informasi itu tidak dikasih. Kemudian media itu ditutup dan dihentikan sementara. Itu bukan hal yang biasa. Itu sangat represif dalam iklim kita saat ini,” ujar Ade menambahkan.

Alhasil, katanya, Permenkomifo N.5/2020 bisa mengancam kebebasan pers. Karena itu, ia menilai Dewan Pers harus turun tangan.

Ia menilai ada kebingungan dari sisi pers yang hendak mendaftar atau tidak ke PSE Kominfo. “Karena kan kalau sudah mendaftar, harus tunduk terhadap pasal-pasal terkait dengan pengawasan ini,” kata Ade.

Berdasarkan Permenkominfo No. 5/2020, PSE Lingkup Privat merupakan setiap orang, penyelenggara negara, Badan Usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan Sistem Elektronik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada Pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain.

Ada enam kategori yang termasuk lingkup PSE Privat. Salah satunya adalah menyediakan mengelola, dan/atau mengoperasikan layanan komunikasi meliputi namun tidak terbatas pada pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, surat elektronik, dan percakapan dalam jaringan dalam bentuk platform digital, layanan jejaring dan media sosial.

Berdasarkan situs PSE Kominfo, sejumlah perusahaan media lokal tampak sudah terdaftar. Selain CNNIndonesia.com, ada pula kompas.com, cnbcindonesia.com, liputan6.com, merdeka.com. Namun, belum semua media daring terdaftar.

Menurut Ade, definisi tersebut mencakup perusahaan-perusahaan media. Alhasil, perusahaan media yang telah mendaftar harus tunduk kepada peraturan yang berlaku dari Kominfo.

Padahal, ada pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers dan demokrasi. “Secara umum menurut catatan kami, Permenkominfo 5 2020 ini melanggar prinsip legalitas,” kata Ade.

Prinsip legalitas berarti sebuah perundang-undangan harus disusun secara presisi yang cukup untuk memungkinkan seseorang mengatur perilakunya sebagai mana mestinya.

“Dia harus spesifik. Dia enggak bisa hanya memasukkan konten yang meresahkan harus ditindak. Apa yang dimaksud meresahkan? Definisi siapa? Apakah definisi kementerian apakah penegak hukum?” katanya.

Lebih lanjut, salah satu yang bermasalah di Permenkominfo menurut Ade adalah kategori meresahkan masyarakat pada pasal 9 ayat 3 dan 4 karena diksi ‘meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum dan pasal 14 ayat 3 yang juga memuat diksi ‘meresahkan masyarakat’ ditambah diksi ‘mengganggu ketertiban umum’.

“Siapa kemudian yang berhak, bahwa informasi yang dimunculkan PSE lingkup privat atau media itu meresahkan? Karena nanti kita akan masuk ke siapa saja yang bisa meminta akses,” katanya.

“Kemudian ketika ada komplain misal salah satu kementerian kepada salah satu media komunitas dan itu dianggap merugikan dan meresahkan dan dia langsung meminta Kominfo memutus terhadap media komunitas tersebut, itu sangat mungkin. Karena definisinya balik lagi ke Kominfo,” ujarnya.

Terpisah, Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan menjelaskan soal frasa ‘meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum’ yang dianggap abu-abu.

Menurutnya, pemblokiran akan dilakukan setelah konten tersebut membuat gaduh. “Dan itu yang salah satunya meredam adalah melakukan pemblokiran. Hal-hal yang bener-bener terjadi, bukannya kita apa-apa terus ditakedown,” jelas Semuel.

“Namanya mengganggu ketertiban umum, jadi rame, semua orang membicarakannya,” imbuhnya, menegaskan makna mengganggu ketertiban umum. (Robi)