LINews – Aroma tak sedap tercium dalam proyek pengadaan Satelit Indonesia Raya (Satria) dan satelit cadangan satria Hot Backup Satelit (HBS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Proyek tersebut dikerjakan oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), sebuah perusahaan yang berada di bawah naungan Kemenkominfo.
Koordinator Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengatakan, ada sejumlah penyimpangan dalam Megaproyek satelit tersebut.
Diantaranya proses tender yang tidak transparan dan sangat tertutup sehingga luput dari pantauan publik.
Pemenang proyek satelit HBS yakni Kemitraan Nusantara Jaya juga sangat mencurigakan. Karena dalam proses lelang Bakti Kominfo hanya meloloskan Kemitraan Nusantara Jaya pada tahapan prakualifikasi.
“Perlu dicatat, dalam proses tender satelit satria tahun 2019 diduga terdapat kongkalikong. Bahkan saat itu Komisi Persaingan Pengawasan Usaha (KPPU) menerima pengaduan dan melakukan investigasi,” ujar Uchok Sky.
Tak hanya itu, dalam proyek tersebut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kerugian negara sebesar Rp.103,5 miliar.
Temuan itu tercantum dalam IHPS II 2020 Badan Pemeriksa Keuangan.
Menurut Uchok, kerugian itu sidebabkan karena Kominfo belum menggunakan satelit yang telah disewa serta pemesanan layanan cloud dengan spesifikasi dan kapasitas yang melebihi kebutuhan.
Kejanggalan lain, menurut Uchok adalah membengkaknya anggaran proyek HBS, dimana berdasarkan RUP Rencana Umum Pengadaan 2022, Bakti Kominfo menetapkan pagu Rp3.975.687.100.000.
Sementara dalam perjalanannya anggaran proyek satelit HBS mengalami kenaikan fantastis sebesar Rp 1,3 triliun, menjadi Rp 5,2 triliun.
Laporan BPK Soal Proyek Satelit Kominfo
Dalam laporan IHPS Semester I Tahun 2020, BPK menyebut program satelit Kominfo terjadi pemborosan karena penyediaan kapasitas satelit belum digunakan sebesar Rp98,20 miliar, pemesanan layanan cloud dengan spesifikasi dan kapasitas yang melebihi kebutuhan sebesar Rp5,39 miliar, serta permasalahan pemborosan lainnya sebesar Rp2,26 miliar.
Sehingga menurut BPK Aset yang telah dibangun/diadakan dari anggaran belanja negara belum dapat dimanfaatkan sesuai maksud dan tujuan pengadaan aset tersebut.
Selain itu, BPK menyebut juga ada pemborosan keuangan negara atas penyediaan kapasitas satelit yang tidak dimanfaatkan, sewa peralatan yang melebihi harga perolehan atau pengadaan yang melebihi kebutuhan.
Dari catatan, setidaknya ada beberapa proyek di Kominfo yang tidak ekonomis, efisien, dan efektif (3E). Seperti Pelaksanaan pekerjaan Proyek Palapa Ring Timur, penyewaan satelit dan pemesanan layanan cloud.
Bukan hanya soal program Satelit Satria dan proyek satelit yang sekarang sedang ramai, BPK juga pernah membeberkan kinerj lembaga BAKTi milik Kemenkominfo.
Dalam laporan itu, Badan Pemeriksa Keuangan mengeluarkan hasil auditnya yang isinya triliunan uang upeti dari penyelenggara layanan telekomunikasi itu tidak jelas peruntukannya. Bahkan, ada klaim dari perusahaan pemenang tender layanan sarana telekomunikasi yang nilainya mencapai Rp 2,40 triliun dan US$1,64 juta.
Catatan merah dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tercantum dalam IHSP II tahun 2019. BPK telah menilai sejauh mana BP3TI dan penyedia jasa patuh terhadap Perjanjian Kerja Sama dalam Program KPU/USO Tahun Jamak (multiyears).
Dalam dokumen audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2019, lembaga audit negara itu menjelaskan ada pemborosan keuangan negara yang digunakan dalam penganggaran dan realisasi dana operasional Badan Layanan Umum Badan Aksebilitas Telekomunikasi dan Informatika (BLU BAKTI) yang belum mendapatkan persetujuan dari Kementerian Keuangan sebesar Rp 1,17 miliar.
Selain itu, BPK juga menghitung berapa nilai klaim yang wajar dari para penyedia jasa kepada BP3TI, setelah adanya surat Menteri Keuangan Nomor S-11/MK.02/2015 tanggal 26 Januari 2015 yang menyatakan izin kontrak kerja sama berakhir pada 31 Desember 2014.
BPK juga mencatat ada klaim penyedia jasa yang tidak didukung dokumen sehingga klaim tidak dapat diakui oleh BPK sebesar Rp 611,50 miliar.
BPK juga melakukan koreksi hasil pemeriksaan sebesar Rp 347 miliar dan US$13,27 ribu karena tidak adanya prestasi kerja berdasarkan log data yang diuji lembaga audit negara tersebut.
Sehingga BPK menyimpulkan nilai wajar prestasi kerja yang dapat dibayarkan kepada penyedia data sebesar Rp 1,44 triliun dan US$1,12 juta.
Untuk itu, BPK memberikan rekomendasi kepada Menteri Komunikasi dan Informatika serta Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI dahulu BP3TI) agar berkoordinasi dengan Menteri Keuangan untuk menyelesaikan klaim penyedia jasa sesuai dengan hasil pemeriksaan.
BPK juga mendesak agar Menteri Komunikasi dan Informatika memerintahkan Direktur Utama BAKTI, untuk menyusun mekanisme penyelesaian penyerahan aset sesuai dengan klausul perjanjian kerja sama, yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan berlaku.
Penegak Hukum Didesak Bertindak
Terkait adanya sejumlah kejanggalan tersebut, CBA mendesak aparat penegak hukum, khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan untuk menyelidiki megaproyek Bakti Kominfo Proyek Satelit Satria dan Proyek Satelit Cadangan HBS.
“Panggil dan periksa Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif untuk dimintai keterangan,” tekan Uchok.
Menanggapi desakan tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi mempersilakan siapapun melakukan pelaporan terhadap dugaan penyimpangan atau korupsi dalam Megaproyek satelit satria tersebut.
Menurut Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, pelaporan tersebut penting karena menjadi bentuk peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“KPK dan penegak hukum lain tentu tidak bisa memberantas korupsi tanpa peran serta masyarakat. Silakan dapat melapor ke KPK jika memiliki informasi dan data akurat mengenai dugaan korupsi yang diketahuinya,” ujar Ali Fikri kepada LINews.
Ali Fikri menambahkan, jika sudah ada pihak-pihak yang melaporkan dugaan korupsi atau penyimpangan dalam Megaproyek satelit Satria Kementerian Kominfo, KPK akan menindaklanjutinya sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh lembaga antirasuah tersebut.
“Tentu laporan dengan data valid supaya kami dapat verifikasi lebih lanjut sesuau kewenangan kami sebagaimana ketentuan hukum yang berlaku,” sambung Ali Fikri.
Satelit Satria tak akan bisa mengorbit?
Megaproyek satelit Satria awalnya digagas Menkominfo periode lalu, yakni Rudiantara.
Saat itu, proyek ini rencananya akan memakan APBN tak kurang dari Rp21 triliun, untuk pengadaan satelit dan peluncurannya.
Namun tampaknya dana yang dikeluarkan pemerintah akan lebih dari Rp80 triliun. Hal ini disebabkan Bakti, sebagai pihak yang menjalankan proyek ini, harus menyediakan 150 ribu titik layanan telekomunikasi di seluruh Indonesia.
Namun hingga kini kelanjutan Megaproyek tersebut tidak jelas. Koordinator CBA, Uchok Sky Khadafi mengatakan, dalam pengerjaannya, proyek satelit satria molor hingga tiga tahun.
Menurut Uchok. satelit tersebut seharusnya mengorbit pada akhir 2020 lalu, namun Kemenkominfo menyatakan akan mundur jadi 2023.
““Atas molornya proyek Satelit Satria, Bakti Kominfo beralasan karena pandemi Covid-19, keamanan di Papua serta kondisi geografis,” kata Uchok.
Molornya proyek ini menjadi sebuah tanda tanya besar. Kami mencoba mengonfirmasi hal tersebut ke Direktur Bakti, Anang Latif, namun yang bersangkutan tidak menjawab telepon.
Kami juga telah mengirimkan daftar pertanyaan ke sekretaris Anang, namun hingga laporan ini ditulis, tak ada jawaban dari Anang maupun sekretarisnya.
Kami lalu mendapatkan informasi alternatif dari salah satu orang Bakti yang tak ingin disebutkan namanya.
Menurut dia, kemungkinan besar proyek satelit Satria akan batal dan satelit tersebut tidak akan bisa mengorbit.
Hal itu disebabkan, proses pengerjaan satelit ini terlalu lama, salah satunya karena molor, seperti diuraikan Koordinator CBA, Uchok Sky Khadafi.
Karena itu, slot satelit yang dimiliki Indonesia sudah tidak ada, karena keburu dipakai oleh negara lain.
Sumber LINews tersebut lalu mengatakan, pengerjaan satelit Satria bisa menjadi percuma, karena tidak akan bisa diorbitkan.
Jika yang dikatakan oleh sumber tersebut adalah benar, maka dugaan adanya pemborosan uang negara berjumlah triliunan rupiah dalam proyek satelit satria, semakin terungkap.
Kementerian Kominfo Bungkam
Terkait adanya dugaan korupsi dan penyimpangan dalam Megaproyek satelit satria, hingga kini Kementerian Kominfo masih tutup mulut.
Seharusnya banyak pertanyaan yang mereka jawab, agar semua dugaan-dugaan tersebut menjadi benderang.
Guna mengonfirmasi sejumlah dugaan yang muncul, kami menghubungi sejumlah pejabat di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Mulai dari Menteri Kominfo Johnny G Plate, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong, Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kemenenterian Komunikasi dan Informatika Ismail, dan Juru Bicara kementerian Kominfo Dedy Permadi.
Semua enggan memberikan komentar mengenai Megaproyek satelit Satria yang diduga terdapat penyimpangan dan korupsi.
Bungkamnya Kementerian Kominfo terkait sejumlah dugaan tersebut, membuat tanda tanya di balik proyek satelit Satria semakin besar. Ada apa dengan proyek satelit Satria?
(Vhe)