Bawaslu Harap PPATK Teruskan Temuan ke Penegak Hukum

Bawaslu Harap PPATK Teruskan Temuan ke Penegak Hukum

JAKARTA, LINews – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai bahwa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebaiknya melaporkan dugaan praktik tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam proses pemilu ke aparat penegak hukum yang berkaitan dengan pidana.

Sebelumnya, PPATK menyampaikan bahwa terdapat indikasi dana-dana hasil usaha ilegal mengalir ke peserta pemilu, tak terkecuali partai politik.

“Masalahnya, Bawaslu itu tugasnya pada (mengawasi) dana kampanye. Tahapan kampanye belum dimulai. Tahapan kampanye dimulai 28 November 2023,” ujar Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam diskusi bertajuk “Setahun Jelang Pemilu, Mata Rakyat Tertuju ke KPU dan Bawaslu”, Senin (20/2/2023).

“Ini kan area yang seharusnya bertuan. Yang seharusnya dilakukan PPATK koordinasi dengan kepolisian, kejaksaan, dan KPK,” kata dia.

BACA JUGA : Buntut Pernyataan ‘kami politik identitas’ Bawaslu Akan Tegur Partai Ummat

Bagja menilai, 3 lembaga tersebut bisa mendalami informasi yang disampaikan PPATK dan memprosesnya secara hukum. Ia menegaskan, bukan ranah Bawaslu untuk mengusut hal itu saat ini.

Berbeda halnya jika aliran dana ilegal ini mengalir ke peserta pemilu pada tahapan kampanye.

“Karena seluruh laporan pidana pemilu itu harus melalui pintu Bawaslu,” ujar Bagja.

Sebelumnya, Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menyinggung dugaan TPPU ini dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI pada Selasa (14/2/2023).

Ivan menyebut modus pendanaan pemilu ini sudah berlangsung sejak lama.

BACA JUGA : DKPP Periksa Ketua Bawaslu Kabupaten Bangka

“Ini sudah berlangsung beberapa tahun, beberapa kali putaran pemilu, di periode sebelumnya dan sudah kami sering laporkan kepada forum mulia ini, forum yang terhormat ini,” ucap dia.

Salah satu dana dari usaha ilegal yang dimaksud adalah uang hasil kejahatan lingkungan atau green financial crime (GFC) yang disebut meningkat triliunan rupiah dalam setahun terakhir.

Plt Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK Danang Tri Hartono memaparkan, pada 2021, Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dalam kategori ini meningkat dari 60 LTKM bank menjadi 191 LTKM bank pada 2022.

Nominalnya juga membengkak signifikan, dari Rp 883,2 miliar pada 2021 menjadi Rp 3,8 triliu pada 2022.

Pada LTKM nonbank, uang hasil tindak pidana lingkungan hidup juga naik.

Pada 2021, tercatat 49 LTKM nonbank dengan nominal Rp 145,3 miliar. Pada 2022, jumlahnya menjadi 160 LTKM non-bank dengan nominal Rp 184,3 miliar.

Danang juga menyebut sedikitnya uang Rp 1 triliun hasil kejahatan lingkungan mengalir ke partai politik untuk pembiayaan Pemilu 2024.

BACA JUGA : Menko Marves Undangan Pejabat dan Pengusaha Australia

“Luar biasa terkait GFC ini. Ada yang mencapai Rp 1 triliun (untuk) satu kasus dan itu alirannya ke mana, ada yang ke anggota parpol,” ujar kata Danang dalam Rapat Koordinasi Tahunan PPATK, Kamis (19/1/2023).

Ia mengatakan, kejahatan lingkungan seperti itu, dengan aliran dana semacam ini, tidak dilakukan aktor independen.

“Ini bahwa sudah mulai dari sekarang persiapan dalam rangka 2024 itu sudah terjadi,” ucap dia.

Ivan menyebut bahwa kasus ini sudah lama terdeteksi dari kasus-kasus kejahatan lingkungan seperti pembalakan liar, penambangan ilegal, dan penangkapan ikan ilegal.

“Ini lari ke banyak kepentingan termasuk juga untuk pendanaan terkait dengan politik. Itu di pengalaman-pengalaman sebelumnya memang terbukti seperti itu,” kata Ivan kepada wartawan selepas Rapat Koordinasi.

“Sekarang kita melihat ada kecenderungan yang sama dan itu yang harus kita koordinasikan, bagaimana mencegah agar aktivitas pemilu tidak dibiayai dari sumber-sumber ilegal,” ujar dia.

Temuan ini terungkap, menurut Ivan, ketika PPATK melakukan riset persiapan terkait dengan pemodalan pemilu. Aliran dana tersebut, menurutnya, ada yang terjadi sejak 2-3 tahun lalu.

“Bahkan angka yang nilainya triliunan,” ujar Ivan.

Beberapa transaksi yang dipantau PPATK melibatkan pihak-pihak yang menjadi terdakwa dalam skema tindakan kejahatan lingkungan.

“Begitu kita lihat aliran transaksinya, itu terkait dengan pihak-pihak tertentu yang secara kebetulan mengikuti kontestasi politik,” kata Ivan.

“Dan itu yang kemudian, berdasarkan aliran dana, kita sebutkan bahwa ada upaya pembiayaan yang diperoleh dari tindak pidana,” ujar dia.

(Ary)

Tinggalkan Balasan