Jakarta, LINews – Kejaksaan Tinggi Banten (Kejati Banten) menyita Rp 1,16 miliar dari Kantor Pelayanan Umum Ditjen Bea Cukai tipe C Soekarno-Hatta terkait kasus dugaan korupsi pemerasan atau pungutan liar (pungli). Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) memberikan penjelasan soal penyitaan tersebut.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan kedatangan pihak Kejati Banten ke Kantor Pelayanan Umum Ditjen Bea Cukai tipe C Soekarno-Hatta bukan untuk melakukan penggeledahan. Dia menyebut pihaknya justru melakukan penyerahan barang bukti.
“Sejalan dengan hal tersebut, dalam rangka memenuhi permintaan Kejati Banten, pada hari Kamis, tanggal 27 Januari 2022, Bea Cukai menyerahkan bukti berupa dokumen, sedangkan teman-teman Itjen (Inspektorat Jenderal) menyerahkan barang bukti berupa uang yang merupakan hasil temuan audit investigasi atas pegawai yang bersangkutan,” kata Nirwala kepada wartawan, Sabtu (28/1/2022).
“Penyerahan barang bukti tersebut dilakukan dengan penandatanganan berita acara, antara Bea Cukai Soekarno-Hatta, Itjen Kemenkeu, dan Kejati Banten. Sehingga kegiatan tersebut bukan merupakan penggeledahan, melainkan serah terima barang bukti,” sambungnya.
Nirwala mengatakan penyitaan itu buntut atas dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh dua pegawai Bea Cukai Soekarno-Hatta, yang kini telah dicopot jabatannya. Dia menyebut tindakan itu diduga dilakukan sejak bulan Mei 2021.
“Seperti yang kami sudah sampaikan pada siaran pers sebelumnya atas kasus yang sedang dalam penanganan oleh Kejaksaan Tinggi Banten, Bea Cukai dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan telah melakukan penindakan terhadap pegawai Bea Cukai Soekarno-Hatta telah melakukan penindakan yang diduga melakukan pelanggaran integritas, penindakan tersebut sudah dilakukan sejak Mei 2021, dengan dilakukan pencopotan dari jabatan guna mendukung proses pemeriksaan,” katanya.
Selanjutnya, Nirwala mengatakan pihaknya sedang melakukan proses hukuman disiplin terhadap oknum tersebut. Bea Cukai juga mendukung penuh atas langkah Kejati Banten.
“Penanganan kasus ini secara internal sedang dalam proses penjatuhan hukuman disiplin, Bea Cukai sangat mendukung langkah lebih lanjut yang diambil oleh Kejati Banten,” ujarnya.
Sebelumnya, Kejati Banten mendatangi kantor pelayanan umum Ditjen Bea Cukai tipe C Soekarno-Hatta. Kejati Banten melakukan penggeledahan dan menyita Rp 1,16 miliar terkait kasus dugaan korupsi pemerasan atau pungutan liar (pungli).
“Penyidik Kejaksaan Tinggi Banten sekitar 5 orang yang langsung dipimpin Oleh Asisten Pidana Khusus Iwan Ginting telah melakukan penyitaan terhadap beberapa dokumen dan barang bukti di Kantor Pelayanan Umum Ditjen Bea Cukai Tipe C Soekarno-Hatta,” kata Kasi Penkum Kejati Banten, Ivan H Siahaan, dalam keterangannya, Kamis (27/1/2022).
Ivan mengatakan tim penyidik telah menaikkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemerasan terhadap perusahaan jasa titipan di Bandara Soekarno-Hatta yang dilakukan oleh oknum pegawai Bea dan Cukai Kantor Pelayanan Utama Soekarno-Hatta ke tingkat Penyidikan pada 26 Januari 2022.
Dari hasil penggeledahan itu, penyidik menyita sejumlah barang bukti berupa dokumen dan uang sejumlah Rp 1.169.900.000. Penyitaan dilakukan setelah mendapatkan penetapan izin dari Pengadilan Negeri Tanggerang.
“Dalam kegiatan penyitaan tersebut, pihak Bea Cukai Soetta koperatif dalam memberikan dokumen-dokumen yang diperlukan, sehingga berjalan lancar,” kata Ivan.
Adapun yang berhasil disita dalam kegiatan tersebut adalah:
- Uang sejumlah Rp 1.169.900.000
- Dokumen-dokumen terkait perkara dimaksud berjumlah sekitar 1 koper
Pengusutan Kejati Banten
Kejati Banten telah mengantongi nama oknum pejabat Bea-Cukai Soekarno-Hatta yang diduga melakukan pungli terhadap perusahaan di Bandara Soekarno-Hatta. Penyelidikan telah dilakukan berdasarkan laporan dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
Asisten Intelijen Kejati Banten Adhyaksa Darma Yuliano mengatakan pihaknya sudah mengumpulkan keterangan dan data terhadap 11 saksi dari ASN Bea-Cukai dan swasta. Sudah ada beberapa nama yang diduga melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan barang bukti, termasuk dokumen.
“Diduga inisial QAB pada Bea-Cukai Soetta menguntungkan diri sendiri atau orang lain, melawan hukum, menyalahgunakan kekuasaannya,” kata Adhykasa, Senin (24/1).
Pegawai itu memiliki kewenangan memberikan surat peringatan dan pembekukan izin perusahaan jasa titipan di bandara. Ia diduga memaksa PT SKK untuk memberikan uang guna mengurangi sanksi denda senilai Rp 1,6 miliar hanya menjadi Rp 250 juta.
“Serta untuk peringatan dan pembekukan PT SKK yang seluruhnya berjumlah Rp 3,1 miliar dan Dirut PT ESL memberikan uang Rp 80 juta,” katanya.
Dia menyebut uang tunai yang diamankan dari ASN Bea-Cukai berinisial VIM Rp 1,1 miliar. Orang ini adalah penghubung antara QAB dan PT SKK.
“QAB memerintahkan VIM meminta uang tarif Rp 1.000 atau Rp 2.000 dari setiap tonase importasi dengan menekan melalui surat peringatan dan mengancam mencabut izin operasional,” ujarnya.
Penyelidikan ini sudah lengkap dan bidang intelijen telah menyerahkan berkas ke Bidang Pidsus. Diduga apa yang dilakukan QAB dan VIM di Bea-Cukai telah terjadi tindak pidana korupsi. (Vhe)