Bongkar Permainan Begal Anggaran di Masa Pandemi #2

Bongkar Permainan Begal Anggaran di Masa Pandemi #2

KPK Harus Buka Keterlibatan Pejabat BNPB

Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Diky Anandya menyoroti sumber anggaran DSP yang digunakan dalam pengadaan APD di Kemenkes. Menurutnya, agak janggal ketika DSP yang dipunya BNPB justru dibebankan kepada Kemenkes sebagai penanggung jawabnya. “Sumber anggaran proyek ini yang perlu ditelusuri oleh KPK. Walau Kemenkes sebagai PPK, tapi tetap ada keterlibatan BNPB selaku pemilik anggaran,” kata Diky kepada Law-Investigasi, Rabu.

Menurutnya, penyidik KPK mesti melakukan pemeriksaan terhadap pejabat BNPB yang terlibat dalam perumusan anggaran untuk proyek APD di Kemenkes. Selain itu, katanya, penelusuran lebih lanjut keterlibatan pejabat Kemenkes, perlu juga dilakukan.

“PPK dalam korupsi pengadaan barang dan jasa hanya sebagai operator, tapi masih ada pihak lain di belakangnya,” ujar dia.

Dalam catatan ICW, yang merujuk data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, kebutuhan APD secara nasional sebanyak 5 juta buah per bulan. Namun apabila menghitung realisasi pendistribusian, rata-rata APD yang dapat didistribusikan oleh pemerintah di awal pandemi hanya sebanyak 1,8 juta unit atau sekitar 38 persen. Artinya, kemampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan APD dinilai buruk.

ICW juga menyoroti tambahan anggaran BNPB sebesar Rp3,5 triliun untuk pengadaan APD di tengah buruknya tata kelola pengadaan. Buruknya tata kelola almatkes makin diperparah ketika pemerintah memutuskan membuka keran ekspor untuk APD. Padahal masih terdapat sejumlah daerah yang mengeluhkan kekurangan APD untuk menangani pasien Covid-19, seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah dan Papua Barat.

Korupsi yang dilakukan saat bangsa ini tengah bertarung melawan Covid-19 sungguh layak untuk diganjar dihukum mati. Kelicikan mereka mengambil kesempatan di tengah krisis, berpotensi mendatangkan krisis yang lebih besar lagi. Apalagi, duit yang dikorupsi adalah anggaran untuk pembelian APD.

KPK yang hingga saat ini baru menetapkan 3 tersangka, harus bekerja lebih keras lagi, Mengingat, pihak-pihak yang berpotensi terlibat dan menikmati hasil korupsi ini masih belum tersentuh. Meskipun sudah ada yang dipanggil sebagai saksi. Sekadar tambahan, KPK juga harus berani mengambil opsi untuk melakukan penuntutan hukuman mati terhadap para tersangka saat di persidangan nanti. Penuntutan hukuman mati terhadap terdakwa korupsi pernah dilakukan Kejaksaan Agung dalam Kasus Korupsi Jiwasraya.

(Vhe)

Tinggalkan Balasan