Bongkar Praktik Korupsi di Dirjen Hubla, KPK Harus Berani Bidik Menteri #1

Bongkar Praktik Korupsi di Dirjen Hubla, KPK Harus Berani Bidik Menteri #1

Law-Investigasi – Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menyidik kasus dugaan korupsi di lingkungan Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Tak tanggung-tanggung, potensi kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp 500 milyar. Kasus ini bukanlah kasus pertama, justru merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya. Maraknya dugaan korupsi di Dirjen Hubla ini mendorong KPK untuk berani membidik menteri terkait.

Korupsi mudah terjadi di sektor ini lantaran sistem administrasi dan manajemen yang mendukung. Dalam soal proyek pengerukan, kata dia, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan diatur oleh Direktoral Jenderal Perhubungan laut. “Tidak desentralisasi. Jadi gak ada lagi check and balance. Kulturnya udah disiapkan, kebijakan udah ada untuk memungkinkan prakitk itu (korupsi),” kata dia.

Tak heran jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan perhatian khusus terhadap kinerja di sektor ini terutama di pelabuhan. KPK melalui Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) terus mendorong perbaikan tata kelola pelabuhan di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai upaya mencegah terjadinya korupsi dan mendorong terciptanya pelayanan yang optimal. Pada aksi 2022 – 2023 upaya tersebut diantaranya menerapkan digitalisasi di 14 pelabuhan utama. Di aksi 2023-2024, digitalisasi pelabuhan ini telah meluas ke total 264 pelabuhan.

“Dari 264 itu, 46 diantaranya adalah pelabuhan prioritas nasional dalam transaksi ekspor dan impor yang mencakup coverage nasional. National Logistic Ecosystem (NLE) juga telah diterapkan di lebih dari 2000 terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri. Hasilnya, proses layanan pelabuhan menjadi lebih cepat dan lebih murah,” ucap Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, Selasa (02/07/2024) lalu.

Penerapan NLE juga meluas di 6 pelabuhan udara yaitu Bandara Internasional Kualanamu Medan, Soekarno–Hatta Tangerang, Juanda Sidoarjo, Ngurah Rai Denpasar, Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan dan Hasanuddin Makassar yang mencakup 96% kegiatan ekspor dan impor secara nasional. Capaian tersebut berpengaruh terhadap biaya logistik secara nasional yang mengalami penurunan dari 24% menjadi 14,29% berdasarkan riset yang dilakukan oleh Bappenas.

Pahala melanjutkan, dari sisi waktu layanan barang yang sebelumnya memakan waktu 2 minggu, kini rata-rata hanya 20,8 jam. Selain itu, dari sisi biaya penanganan cargo di pelabuhan terjadi efisiensi 46,1%. Dampak selanjutnya pada layanan kapal yang mencapai efisiensi waktu layanan 21,6% dengan dwelling time rata-rata 2,9 hari. Efisiensi lainnya juga terjadi pada biaya layanan kapal 45,5% lebih murah dari biaya sebelum adanya digitalisasi.

Namun, persoalan bukan hanya di sisi pengelolaan pelabuhan saja. Pakar maritim dari Namarin Institute, Siswanto Rusdi, mengatakan bahwa celah korupsi memang terbuka lebar di Dirjen Perhubungan Laut. Dia merujuk kasus yang menjerat eks Dirjen Hubla Bobby Reynold Mamahit dalam proyek pembangunan balai pendidikan di Sorong menjadi preseden kuat korupsi mengakar di Kemenhub.

“Artinya saya mau bilang perhubungan laut ini tempatnya korupsi. Ini lagi apes aja dirjennya (kena kasus korupsi), tapi kalau dilihat hampir seluruh bagian perhubungan laut itu korupsi,” kata Siswanto kepada Law-Investigasi, Kamis (25/7/2024).

Dalam kasus korupsi di Dirjen Hubla ini, dia mewanti-wanti keterlibatan menteri. Uang suap diduga mengalir juga ke menteri. Namun, hingga kini pembuktian untuk menjerat menteri dalam kasus pengerukan alur pelayaran ini belum dapat dilakukan lantaran terbentur aturan pembagian kekusaan.

“Menteri itu dalam posisi yang selalu dilindungi, ini penyakitnya. Kecuali ada keberanian dari KPK, baru menterinya bisa kena. Sepanjang korupsi di Kementerian Perhubungan, posisi paling atas yang kena sebatas dirjen,” tutur dia.

Siswanto juga menduga ada penyelewengan anggaran dalam proyek pembangunan Pelabuhan Patimban di Subang, Jawa Barat. Kendati menggunakan skema KPBU yang melibatkan investor lokal dan asing seperti Jepang, Siswanto menduga ada kucuran APBN untuk proyek strategis nasional tersebut. Menhub Budi sempat katakan investasi dalam proyek pelabuhan itu mencapai Rp18,9 triliun

“Dari Jepang kontrolnya ketat, tapi kan pemerintah harus siapkan rupiahnya. Makanya Kementerian Perhubungan keluarkan Rp 3-4 triliunan untuk (proyek) Pelabuhan Patimban. Itu bagaimana ceritanya triliunan keluar, apa ada auditnya. Besar kemungkinan setelah pemerintahan Jokowi, Budi Karya kena (karena kasus penyimpangan proyek) Patimban,” kata dia.

Kembali ke soal kasus korupsi pengerukan alur pelayaran, Siswanto menitikberatkan potensi kerugian negara bisa besar jika KPK tidak menghitung muatan lumpur dan pasir dari ekses pengerukan. “Kalau pengerukan itu ya betul-betul mengeruk. Lumpurnya kita enggak tahu berupa jumlahnya dan kemana dilempar. Proyek pengerukan ini untuk memperlebar jalur kapal dan memperdalam alur bawah dan itu menghasilkan lumpur, pasir dan tanah yang memiliki nilai ekonomi. KPK kan enggak melihat ke arah situ. Sejauh ini hanya melihat soal prosedur dan administrasinya, apakah ada penggelapan, suap dan seterusnya,” kata dia.

Anggota Komisi V DPR Sigit Sosiantomo mengungkapkan permasalahan yang terjadi di sektor pelayaran. Sigit enggan berkomentar lebih jauh soal kasus yang tengah ditangani KPK, ia menyatakan masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki di sektor pelayaran.

Sigit menyebut perlu ada pengaturan di tingkat UU untuk menghilangkan praktik-praktik manipulasi pengangkutan. Dalam praktiknya, manipulasi yang terjadi sebenarnya tidak dikuasai oleh perusahaan angkutan dalam negeri, dan merugikan kedaulatan pelayaran nasional.

“Revisi ini intinya untuk membangkitkan sektor pelayaran nasional oleh karena itu klausul-klausul dalam undang-undang pelayaran ini yang terkait dengan asas cabotage. Kalau bisa membangkitkan potensi dan semua aspek yang bisa menjadikan pelayaran nasional itu menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” kata Sigit ketika dikonfirmasi, Kamis (25/07/2024).

Sigit menyatakan sejak pemberlakuan Asas Cabotage dalam Undang-Undang Pelayaran selama ini, telah menambah gairah pelayaran nasional. Namun, peran warga dalam peningkatan kepemilikan kapal nasional masih menemui sejumlah kendala. Antara lain masih kurangnya dukungan terhadap sektor-sektor terkait pelayaran, yang mencakup permodalan, perbankan, dan teknologi.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Andi Iwan Darmawan menyebut bila sebelumnya Direktorat Jenderal Hubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan melampaui target serapan anggaran di tahun 2021.

Menurutnya, hal tersebut tentu menjadi hal yang harus diapresiasi untuk instansi tersebut tapi tentu masih ada beberapa catatan yang harus dibenahi.

Selain itu bila ada laporan dari masyarakat juga harus menjadi pertimbangan supaya bisa meningkatkan performa Kemenhub terkhusus Dirjen Hubla. Politisi yang akrab disapa AIA tersebut menyebut bila serapan anggaran yang terjadi tentu harus sesuai dengan fakta di lapangan.

“Jangan sampai serapan ini hanya sekedar data tapi tidak disertai dengan kondisi real di lapangan ini perlu jadi catatan dan itu sudah kami warning,” kata Andi Iwan saat dikonfirmasi, Jumat (26/07/2024).

Politisi Gerindra itu menekankan pentingnya meningkatkan pencapaian performa kerja setiap mitra kerja Komisi V DPR RI. Termasuk Kementerin Perhubungan dan beberapa bagian lainnya. Selain itu, implementasi laporan harus sesuai dengan kondisi di lapangan. Ia juga menyatakan bila implementasi program sudah berjalan baik.

“Kami di DPR terus akan melakukan pengawasan kepada setiap mitra kerja kami untuk performansi yang lebih baik lagi,” tekannya.

AIA enggan berkomentar lebih jauh mengenai kasus yang sedang ditangani KPK terkait dugaan korupsi proyek pengerukan alur pelayaran di 4 Pelabuhan. Ia menyerahkan sepenuhnya hal itu pada KPK untuk bekerja dan menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan hukum.

“Iya untuk itu biarkan penegak hukum bekerja,” katanya.

(Vhe)

Tinggalkan Balasan