BPKP Diminta Evaluasi Realisasi Keuangan Kementerian ESDM

BPKP Diminta Evaluasi Realisasi Keuangan Kementerian ESDM

Jakarta, LINews – Tak ada habisnya kasus perbuatan tindak pidana korupsi di tanah air yang terus merebak. Kali ini, terdapat kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja (Tukin) di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus yang ditengarai merugikan keuangan negara hingga Rp27,6 miliar. Setidaknya ada sepuluh orang tersangka, sembilan di antaranya telah dilakukan penahanan.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo angkat bicara merespon kasus tersebut. Soal penegakan hukum menjadi ranah KPK. Tapi soal laporan keuangan Kementerian ESDM, Badan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memiliki peran untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh. Setidaknya agar dapat diketahui berbagai celah atau titik bolongnya pengawasan yang menyebabkan korupsi tersebut dapat dilakukan secara berjamaah.

Badan negara di sektor pengawas keuangan dan pembangunan itu pun mesti bergerak mengevaluasi maupun mengaudit secara menyeluruh terkait pengawasan keuangan yang dilakukan kepada seluruh instansi. Mulai di tingkat pemerintahan pusat maupun daerah. Dengan demikian mekanisme tersebut menjadi intrumen pencegahan atas kasus serupa.

“Guna mencegah kasus serupa terjadi di instansi lainnya, dikarenakan dapat berdampak pada terganggunya dan meruginya keuangan negara,” ujarnya melalui keterangannya yang diterima Hukumonline, Sabtu (17/6/2023).

Sistem Manajemen Anti Penyuapan “Benteng” Industri Jasa Keuangan Terjerat Tipikor

Tak hanya itu, Bamsoet begitu biasa disapa mendorong agar KPK terus menelusuri berbagai temuan dugaan korupsi tersebut. Termasuk KPK harus menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kementerian ESDM untuk melakukan pemeriksaan satu per satu secara detil dan transparan terkait uang atau dana yang disalahgunakan tersebut.

“Karena diduga uang tersebut justru digunakan untuk pemeriksaan BPK, operasional kegiatan kantor, hingga keperluan pribadi,” katanya.

Politisi Partai Golkar itu pun meminta KPK dan aparatur kepolisian agar memastikan proses penegakan hukum kasus tersebut berjalan secara adil tanpa pandang bulu. Ya, tentu saja agar seluruh pihak yang terbukti dan terlibat dapat diberikan sanksi atau hukuman sesuai peraturan yang berlaku.

Terpisah, Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan pihaknya bakal memecat 10 pegawainya yang telah bestatus tersangka di KPK atas kasus dugaan korupsi tukin. Kementerian yang dipimpinnya pun telah mengantongi informasi tersebut dan ditindaklanjuti secara internal. Nah, dengan proses hukum dari KPK mempercepat status penghentian status kepegawaiannya di Kementerian ESDM. Hasilnya, keputusan bakal memecat menjadi sanksi yang bakal diberikan terhadap sepuluh orang pegawai Kementerian ESDM yang telah berstatus tersangka di KPK.

“Jadi kalau sudah masuk ranah hukum, tent saja kami harus taat aturannya dan memang secara status pasti akan diputus dari status kepegawaiannya,” pungkasnya.

Sebelumnya, KPK resmi menahan sembilan dari sepuluh tersangka kasus dugaan korupsi Tukin anggaran periode 2020-2022 di Kementerian ESDM. Kesepuluh tersangka itu adalah Pejabat Penandatangan Surat Perintah Membayar/Sub-Bagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso (PAG), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Novian Hari Subagio (NHS), dan staf PPK Lernhard Febian Sirait (LFS).

Selanjutnya, Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo (CHP), PPK Haryat Prasetyo (HP), Operator SPM Beni Arianto (BA), Penguji Tagihan Hendi (H), Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) Rokhmat Annashikhah (RA), dan Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine (MFV). Sementara tersangka Abdullah (A) selaku Bendahara Pengeluaran belum ditahan karena masih harus menjalani pemeriksaan kesehatan.

Perkara bermula saat Kementerian ESDM merealisasikan pembayaran belanja pegawai berupa tukin dengan total sebesar Rp221.924.938.176 selama tahun 2020 -2022. Sepanjang dua tahun itu, para pejabat perbendaharaan serta pegawai lainnya di lingkup Bagian Keuangan Direktorat Jenderal (Ditjen) Mineral Kementerian ESDM berjumlah sepuh orang ditengarai memanipulasi dan menerima pembayaran tukin yang tidak sebagaimana mestinya.

Ternyata, proses pengajuan anggarannya ditengarai tidak dilengkapi dengan data dan dokumen pendukung lainnya hingga memanipulasi. Seperti mengondisikan daftar rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif. Akibat manipulasi tersebut, jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan naik dari Rp1.399.928.153 menjadi Rp29.003.205.373.

Dengan kata lain ada selisih pembayaran sebesar Rp27.603.277.720 yang ditengarai diterima dan dinikmati sepuluh tersangka. Bahkan ditengarai digunakan untuk pemeriksa BPK sbesar Rp1,035 miliar. Kemudian dana taktis untuk operasional kegiatan kantor, keperluan pribadi seperti kerja sama umroh, sumbangan nikah, THR, pengobatan, serta pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mes atlet, kendaraan, serta logam mulia. Alhasil, dampak dari berbagai manipulasi itu negara mengalami kerugian mencapai Rp27,6 miliar.

(Lukman)

Tinggalkan Balasan