Jakarta, LINews – Terungkap cerita hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh soal penemuan batu permata di tengah kebun di Sidney, Australia. Dia mengungkap cerita ini dalam sidang pemeriksaan terkait kasus gratifikasi dan pencucian uang. Adapun dalam kasus ini, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Gazalba didakwa menerima gratifikasi secara bersama-sama senilai Rp 650 juta.
Jaksa KPK mengatakan gratifikasi itu diterima Gazalba dari Jawahirul Fuad terkait perkara kasasi Nomor 3679 K/PID.SUS-LH/2022. Jawahirul merupakan pemilik usaha UD Logam Jaya yang mengalami permasalahan hukum terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin dan diputus bersalah dengan vonis 1 tahun penjara.
Gazalba juga didakwa melakukan TPPU. Dalam dakwaan TPPU ini, jaksa awalnya menjelaskan Gazalba Saleh menerima uang dari sejumlah sumber. Pertama, Gazalba disebut menerima SGD 18 ribu atau Rp 200 juta yang merupakan bagian dari total gratifikasi Rp 650 juta saat menangani perkara kasasi Jawahirul Fuad.
Berikutnya, Gazalba disebut menerima Rp 37 miliar saat menangani peninjauan kembali yang diajukan oleh Jaffar Abdul Gaffar pada 2020. Uang itu diterima oleh Gazalba bersama advokat Neshawaty Arsjad.
Gazalba juga menerima penerimaan selain gratifikasi SGD 18 ribu sebagaimana dijelaskan dalam dakwaan pertama. Jaksa menyebut Gazalba menerima SGD 1.128.000 atau setara Rp 13,3 miliar, USD 181.100 atau setara Rp 2 miliar dan Rp 9.429.600.000 (Rp 9,4 miliar) pada 2020-2022. Jika ditotal, Gazalba menerima sekitar Rp 62 miliar.
Cerita Menemukan Permata
Dalam sidang pemeriksaan, Gazalba mengungkap cerita soal dirinya yang menemukan permata. Awalnya, Gazalba mengatakan valuta asing (valas) yang dimilikinya berasal dari hasil penjualan batu permata.
Jaksa lalu mendalami asal batu permata tersebut. Gazalba menuturkan batu permata itu ditemukan di Australia tahun 1993.
“Saudara peroleh batu permata sejak kapan Pak?” tanya jaksa.
“Ketika saya menemukannya, ketika saya bekerja di Australia,” jawab Gazalba.
“Ketika kerja di Australia Saudara punya batu permata?” tanya jaksa.
“Saya menemukan Pak,” jawab Gazalba.
“Kapan Saudara bekerja di Australia Pak?” cecar jaksa.
“Udah lama Pak, sekitar kalau saya tidak salah tahun 1993,” jawab Gazalba.
Gazalba mengaku bekerja di perusahaan perkebunan di Sidney, Australia. Dia mengatakan permata itu ditemukan di kebun saat sedang bekerja.
“Saudara bekerja sebagai apa di Australia?” tanya jaksa.
“Saya bekerja di perusahaan perkebunan Pak,” jawab Gazalba.
“Kemudian, tadi Saudara mengatakan pernah menemukan permata. Saudara temukan di mana waktu itu?” tanya jaksa.
“Waktu saya bekerja di perkebunan Pak,” jawab Gazalba.
“Iya, ditemukan di mana?” tanya jaksa.
“Di kebun Pak,” jawab Gazalba.
Gazalba Jual Permata
Gazalba mengatakan batu permata itu dijual dengan harga SGD 75 ribu di Singapura. Dia mengatakan hasil penjualan itu juga dipinjamkan ke temannya.
“Saya menemukan batu permata itu ketika saya berada di Australia tahun 1993, lalu kemudian setelah itu saya pulang ke Jakarta. Lalu, saya simpan-simpan setelah itu kemudian saya ke Singapura, lalu kemudian di Singapura saya jual lalu kemudian saya diberi mata uang dolar Singapura dan dolar Amerika,” kata Gazalba.
“Saudara kan 2017 diangkat menjadi Hakim Agung ya, ada nggak dilaporkan ke LHKPN itu?” tanya jaksa.
“Akan saya laporkan nanti Pak,” jawab Gazalba.
“(Totalnya) yang hasil penjualan batu permata?” tanya jaksa.
“Itu sekitar 75 ribu dolar Singapura Pak, kalau saya tidak salah. Saya lupa,” jawab Gazalba.
Dia mengatakan harga permata itu sekitar Rp 400 juta dengan kurs saat itu. Dia menyebut uang itu dipinjamkannya ke temannya.
“Saya tidak tahu. Mungkin ya pada kurs waktu itu, mungkin sekitar Rp 400 juta,” ucapnya.
Gazalba Ngaku Fify Cuma Teman Biasa
Gazalba juga ditanya soal Fify Mulyani. Dia mengatakan Fify Mulyani yang disebut dekat dengannya hanyalah teman biasa.
“Saudara katakan bahwa Saudara dengan Ibu Fify teman, apakah ada hubungan lain selain pertemanan?” tanya jaksa.
“Teman biasa aja Pak,” jawab Gazalba.
Jaksa juga mendalami terkait pembelian rumah milik Fify di Sedayu City, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Gazalba mengakui membayarkan fee booking untuk rumah itu senilai Rp 20 juta.
“Berapa Pak?” tanya jaksa.
“Buat tanda jadi Pak, Rp 20 juta dan sudah dikembalikan ke saya,” jawav Gazalba.
Gazalba mengatakan uang itu telah dikembalikan oleh Fify secara tunai. Dia mengaku tak tahu terkait cicilan KPR hingga pelunasan rumah tersebut.
“Kemudian, terkait pembayaran uang muka Saudara tahu?” tanya jaksa.
“Tidak tahu,” jawab Gazalba.
“Terhadap pelunasan KPR Saudara tahu?” tanya jaksa.
“Tidak tahu,” jawab Gazalba.
Jaksa juga mendalami chatting percakapan Gazalba dan Fify saat di Rutan. Gazalba mengatakan chatting WhatsApp itu bukan dari ponselnya.
“Di persidangan kita sudah melayangkan percakapan Saudara dengan Saudara Fify pada waktu di Rutan KPK, apakah percakapan tersebut benar?” tanya jaksa.
“Itu bukan dari handphone saya, jadi saya tidak tahu Pak,” jawab Gazalba.
“Tapi apakah memang ada percakapan Saudara dengan Fify tersebut?” tanya jaksa.
“Saya tidak ingat lagi Pak,” jawab Gazalba.
Jaksa juga mendalami terkait Toyota Alphard yang dibeli Gazalba menggunakan KTP kakaknya, Edy Ilham Shooleh. Gazalba mengaku tak tahu lagi mengenai keberadaan mobil tersebut.
“Mobil Alphard sekarang ada di mana posisinya?” tanya jaksa.
“Saya tidak tahu lagi di mana,” jawab Gazalba.
“Tidak tahu lagi?” tanya jaksa.
“Setelah bapak tahan saya ya saya tidak pernah tahu lagi semuanya itu Pak,” jawab Gazalba.
“Termasuk surat-suratnya nggak ada Pak?” tanya jaksa.
“Saya tidak pernah tau lagi di mana Pak,” jawab Gazalba.
Dalam dakwaannya, jaksa menyebutkan Gazalba melunasi cicilan kredit rumah mewah teman dekatnya bernama Fify Mulyani. Jaksa awalnya menjelaskan Gazalba Saleh menerima uang dari sejumlah sumber. Pertama, Gazalba disebut menerima USD 18 ribu atau Rp 200 juta, yang merupakan bagian dari total gratifikasi Rp 650 juta saat menangani perkara kasasi Jawahirul Fuad
(Lukman)