JAKARTA, LINews – Praktik pungutan liar (pungli) yang diduga terjadi di rumah tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap sebagai wujud penurunan integritas imbas dari pelanggaran etik para pimpinannya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Transparency International Indonesia Danang Widoyoko menilai, para pimpinan KPK saat ini memberikan contoh buruk lantaran melakukan pelanggaran.
Dia mencontohkan Ketua KPK Firli Bahuri yang terbukti melanggar etik, terkait kasus penerimaan fasilitas perjalanan pribadi dengan helikopter dari Palembang ke Baturaja, Sumatra Selatan, pada 20 Juni 2020.
Pelanggaran lainnya, kata Danang, dilakukan oleh mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Lili diduga menerima fasilitas akomodasi saat menyaksikan gelaran ajang balap MotoGP di Sirkuit Mandalika, Nusa Tenggara Timur, pada 18 sampai 20 Maret 2022.
Lili kemudian memutuskan mengundurkan diri dari jabatannya ketika dipanggil untuk menjalani sidang etik oleh Dewan Pengawas KPK.
“Karena pimpinan bermasalah, melanggar etik dan lain-lain seperti Lili Pintauli atau Firli, ada penurunan integritas di KPK,” ujar Danang saat dihubungi LINews, Kamis (22/6/2023).
Menurut Danang, pelanggaran yang dilakukan para pimpinan KPK itu akhirnya berdampak kepada pegawai lembaga antikorupsi itu.
“Akibatnya di tingkat paling bawah, penurunan integritas itu berupa suap,” ujar Danang.
Menurut Danang, seharusnya persoalan itu bisa diselesaikan jika Dewan Pengawas KPK memberikan hukuman yang tegas dan keras.
Akan tetapi, kata Danang, dia juga mempertanyakan sikap Dewan Pengawas KPK yang kerap dianggap kurang tegas.
“Masalahnya Dewas ini bagian dari masalah karena tidak berani menunjukkan ketegasan,” ucap Danang.
Sebelumnya, KPK menyatakan meminta maaf atas dugaan pungli di rutan. Lembaga antirasuah itu dilaporkan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) buat mengusut kasus itu.
Pungli itu terungkap setelah Dewan Pengawas KPK kerap mendapat pertanyaan mengenai dugaan pungli di Rutan KPK.
Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean lantas meminta pimpinan KPK mendalami laporan itu lantaran sudah termasuk ke dalam pelanggaran pidana.
Anggota Dewas KPK Albertina Ho mengatakan, perkara itu terungkap ketika mereka melakukan klarifikasi terkait kode etik, dan kemudian menemukan dugaan pungli.
Albertina melanjutkan, pungli itu dilakukan terhadap para tahanan KPK yang mendekam di rutan.
“Periodenya Desember 2021 sampai dengan Maret 2022 itu sejumlah Rp 4 miliar, jumlah sementara, mungkin akan berkembang lagi,” ujar Albertina.
Menurut Albertina, cara yang digunakan dalam pungli itu adalah melalui setoran tunai dan kemudian dikumpulkan ke dalam rekening pihak ketiga.
Sementara itu menurut Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris, dugaan pungli itu diperkirakan melibatkan puluhan pegawai Rutan KPK.
Meski demikian, Syamsuddin enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai sosok yang memimpin aksi pungli tersebut. Dia menambahkan, penyelidik yang bertugas untuk mengulik persoalan tersebut lebih jauh.
“Tunggu saja hasil penyelidikan KPK,” ujarnya.
Laporan dugaan pungli itu sudah dilaporkan kepada kepada pimpinan KPK, Deputi Penindakan dan Eksekusi, hingga Direktur Penyelidikan buat didalami.
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, saat ini kasus tersebut tengah diselidiki oleh Kedeputian Penindakan dan Eksekusi.
“Iya (pertama ditemukan) di gedung Rutan Merah Putih KPK,” kata Ali saat ditemui awak media di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Selasa (20/6/2023) lalu.
Setelah menemukan dugaan tindak pidana di Rutan cabang Merah Putih, KPK juga membenahi seluruh Rutan KPK di cabang lainnya seperti, Kavling C1, Pomdam Jaya Guntur, dan Puspomal.
Selain itu, lembaga antirasuah juga telah merotasi sejumlah pegawai rutan di cabang KPK untuk memudahkan pemeriksaan oleh tim penyelidik.
“Kami lakukan itu sebagai perbaikan sistem manajemen di Rutan KPK,” ujar Ali.
(Lukman)