Jakarta, LINews – Ketua IM57+Institute M Praswad Nugraha meyakini kasus pungutan liar atau pungli di rumah tahanan (rutan) KPK sebagai contoh kecil dari sejumlah permasalahan besar di KPK. Dia menilai pungli itu dilakukan melibatkan banyak pelaku.
Hal itu diungkap Praswad saat menjadi narasumber di podcast Novel Baswedan bertajuk ‘Korupsi KPK Pasti Berjamaah? Bersama Ketua IM57 Praswad Nugraha, Minggu (25/6/2023). Praswad mengatakan kasus korupsi di rutan KPK ibarat puncak kecil dari fenomena gunung es di KPK.
“Korupsi di rutan KPK ini adalah fenomena gunung es, hanya puncak kecil saja,” kata Praswad.
Menurut Praswad, sejumlah kasus pelanggaran etik di KPK imbas tidak adanya contoh integritas yang ditunjukkan para pimpinan KPK. Dia menilai pelanggaran etik yang dilakukan para pegawai KPK merupakan kegagalan dari pimpinan KPK dalam memberikan contoh keteladanan.
“Ini tidak boleh kita ngomong kerusakannya hanya di rutan. Yang paling tanggung jawab adalah pimpinan KPK. Kegagalan dia menegakkan kode etik, kegagalan menegakkan integritas itu adalah kegagalan utama Firli Bahuri sebagai Ketua KPK. Maka menurut saya tidak ada obat selain Firli Bahuri mundur dari Ketua KPK atas praktik ini,” katanya.
Praswad lalu mencontohkan saat menjadi advokat di kasus pelanggaran etik yang melibatkan pegawai KPK. Saat itu para pegawai KPK takut melakukan pelanggaran karena mengetahui akan ada sanksi berat yang akan diterima.
“Jadi teman-teman di rutan ini kan level pelaksana. Dulu zaman kita masih aktif di penyidikan saya saat itu sebagai advokatnya pegawai KPK itu yang mendampingi mereka semua staf pegawai termasuk yang di rutan yang diduga melakukan pelanggaran etik. Saya pernah mendampingi pegawai rutan yang memasukkan kompor portabel untuk tahanan untuk dia masuk daging wagyu. Itu pelanggaran tidak boleh ada fasilitas tambahan karena mereka sedang dalam rutan,” beber Praswad.
“Itu diproses kode etik, diproses pengawas internal sebelum ada kode etik. Itu sangat keras sekali. Itu saya kumpulin semua penjaga rutan semua saya cari alat buktinya karena kita lengkapi berkas untuk hadapi sidang. Mereka sangat ketakutan sekali,” tambahnya.
Praswad menilai sikap ketegasan dan integritas itu yang hilang dari KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri cs. Hal itu berimbas pada tingkah laku para pegawai KPK yang berani melakukan perbuatan yang melanggar etik.
Dalam kasus pungli di rutan KPK, Praswad meyakini hal itu dilakukan secara berjamaah dan telah didiamkan oleh banyak pegawai KPK.
“Jadi menurut saya kalau sampai sekarang ada duit empat miliar bahkan lima miliar atau 10 miliar yang sampai miliaran itu sesuatu yang sudah sangat-sangat masif. Kedua itu pasti berjamaah dan ketiga sudah diketahui secara umum di level seluruh pegawai staf di rutan,” katanya.
Di sisi lain, mantan penyidik senior KPK Novel Baswedan menilai dugaan pelanggaran etik yang melibatkan pimpinan KPK membawa peluang dijadikannya para pimpinan KPK sebagai alat kepentingan politik di Pemilu 2024 mendatang.
“Saya khawatir dengan kondisi pimpinan KPK yang diyakini banyak melakukan praktik pelanggaran kode etik serius ini peluang besar di tahun politik mereka juga bisa dipakai untuk suatu tujuan-tujuan di luar tujuan pemberantasan korupsi,” ujar Novel.
Kasus pungli di rutan KPK diketahui terjadi pada periode Desember 2021 hingga Maret 2022. Selama empat bulan uang yang terkumpul mencapai Rp 4 miliar.
KPK belum menetapkan adanya tersangka dari kasus tersebut. Sejauh ini bentuk pungli di rutan yang telah diketahui berupa suap hingga pemerasan para tahanan KPK.
(Lukman)