Jakarta, LINews – Sidang kasus dugaan suap Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe diskors sementara. Sidang diskors setelah Lukas meminta izin untuk ke toilet.
Sidang kasus dugaan suap dan gratifikasi dengan terdakwa Lukas Enembe digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (16/8/2023). Jaksa menghadirkan lima orang sebagai saksi untuk Lukas Enembe.
Baca juga: Lukas Enembe Hadiri Sidang Lanjutan Kasus Suap
Saksi pertama ialah mantan Kepala Dinas PUPR Papua Gerius One Yoman. Saat Gerius menyampaikan keterangan, kuasa hukum Lukas Enembe tiba-tiba meminta izin kepada majelis hakim bahwa Lukas ingin ke toilet.
“Mohon izin, mau ke toilet, Yang Mulia,” kata pengacara Lukas.
Majelis hakim mempersilakan Lukas Enembe ke toilet. Sidang diskors sementara.
“Oh mau ke toilet? Sebentar ya, diskors sebentar, Terdakwa mau ke toilet. Siapa yang mau ke toilet, sekalian ya. Skors dimulai,” kata majelis hakim. Lukas Enembe kemudian keluar dari ruang sidang didampingi oleh kuasa hukumnya.
Baca Juga: Enembe Gebrak Meja di Persidangan
Lukas Didakwa Suap-Gratifikasi Rp 46,8 M
Lukas Enembe didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46,8 miliar. Jaksa mengatakan suap dan gratifikasi itu diterima dalam bentuk uang tunai dan pembangunan atau perbaikan aset milik Lukas.
“Yang melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan menerima hadiah atau janji, yaitu menerima hadiah yang keseluruhannya Rp 45.843.485.350 (Rp 45,8 miliar),” kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (19/6).
Jaksa mengatakan Lukas menerima uang Rp 10,4 miliar dari Piton Enumbi selaku pemilik PT Melonesia Mulia. Kemudian, Lukas juga menerima Rp 35,4 miliar dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo.
Jaksa menyebut suap itu diberikan agar Lukas selaku Gubernur Papua memenangkan perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijantono dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Papua. Jaksa mengatakan suap itu terjadi pada 2018.
Jaksa mengatakan suap dari Rijatono itu terbagi dalam uang Rp 1 miliar dan Rp 34,4 miliar dalam bentuk pembangunan atau renovasi aset Lukas. Aset itu antara lain hotel, dapur katering, kosan, hingga rumah.
Lukas juga didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar. Duit itu diterima Lukas dari Budy Sultan selaku Direktur PT Indo Papua melalui Imelda Sun. Jaksa mengatakan Lukas tidak melaporkan penerimaan uang itu ke KPK sehingga harus dianggap suap.
Akibat perbuatannya, Lukas didakwa Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP dan pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi.
(Lukman)