Dugaan Korupsi APD Covid-19 Rp 24 M, Kadinkes Sumut jadi Tersangka

Dugaan Korupsi APD Covid-19 Rp 24 M, Kadinkes Sumut jadi Tersangka

Medan, LINews – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara (Sumut) menetapkan Kepala Dinas Kesehatan Sumut (Kadinkes Sumut) Alwi Mujahit Hasibuan (AMH) bersama seorang lainnya berinisial RMN sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 tahun 2020. Keduanya pun langsung ditahan untuk mempertanggungjawabkan kasus yang menjeratnya itu.

Kasi Penkum Kejati Sumut Yos A Tarigan mengatakan awalnya tim Pidsus telah menemukan bukti permulaan yang cukup. Sejumlah pihak terkait juga telah dipanggil untuk dimintai keterangan sehingga kasusnya ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan.

Selanjutnya, Alwi dan AMH ditetapkan sebagai tersangka pada pada Rabu (13/3/2024). Keduanya diduga melakukan korupsi APD di Dinkes Sumut tahun 2020.

“Dugaan penyelewengan dan mark up program Pengadaan Penyediaan Sarana, Prasarana Bahan dan Peralatan Pendukung COVID-19 berupa Alat Perlindungan Diri (APD) di Dinkes Sumut tahun 2020,” kata Yos, Selasa (19/3).

Usai penetapan tersangka, keduanya pun langsung ditahan. Keduanya ditahan di dua tempat berbeda yakni di Rutan Pancur Batu dan di Rutan Labuhan Deli.

“Dalam 20 hari ke depan, kedua tersangka dilakukan penanganan,” ujarnya.

Yos menjelaskan penahanan tersebut dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Tingkat Penyidikan. Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

“Akibat perbuatan itu, kerugian negara Rp 24.007.295.676,80,” ungkapnya.

Kronologi Kejadian

Yos mengungkap kronologi kejadian yang menimpa Alwi dan RMN. Dia menyebut, awalnya pada tahun 2020, telah diadakan pengadaan APD dengan nilai kontrak sebesar Rp 39.978.000.000.

Salah satu rangkaian dalam proses pengadaan tersebut adalah penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang ditandatangani oleh tersangka Alwi diduga tidak disusun sesuai dengan ketentuan. Alhasil, nilai dalam RAB tersebut terjadi mark up yang cukup signifikan.

Lalu, RAB itu diduga diberikan ke RMN sehingga membuat penawaran harga yang tidak jauh berbeda dari RAB tersebut. Disamping itu, dalam pelaksanaan pengadaan diduga ada indikasi fiktif, tidak sesuai spesifikasi serta tidak memiliki izin edar atau rekomendasi dari BNPB, dan tidak dilaksanakannya ketentuan Perkara LKPP Nomor 3 Tahun 2020 poin 5.

(Samsir)

Tinggalkan Balasan