Pangandaran, LINews – Proses pengadaan barang dan jasa pemerintah untuk penataan dua pantai di Kabupaten Pangandaran, yakni Pantai Batu Karas dan Pantai Barat, tengah menjadi sorotan publik setelah kedua proyek tersebut dimenangkan oleh perusahaan yang sama. Dengan nilai masing-masing proyek mencapai Rp 34 miliar dan Rp 29 miliar, dugaan praktik monopoli dan persekongkolan pun muncul, terutama setelah diketahui bahwa perusahaan pemenang tender tersebut memiliki rekam jejak bermasalah pada sejumlah proyek sebelumnya.
Asep Nurdin ST, pemerhati dunia konstruksi dari Jawa Barat (Indakon), mengungkapkan kekhawatirannya terhadap proses tender yang diduga tidak transparan dan berpotensi mengarah pada praktik monopoli. Ia mendesak aparat penegak hukum (APH) seperti kepolisian dan kejaksaan untuk segera mengusut tuntas dugaan adanya monopoli atau persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa tersebut.
Asep juga mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat seharusnya menjadi landasan dalam mencegah pelanggaran dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. “Apapun alasannya, praktik monopoli ini jelas merugikan keuangan negara dan masyarakat serta masuk dalam kategori tindak pidana,” tegas Asep, Rabu (20/11).
Dugaan kecurangan semakin mengemuka karena perusahaan pemenang tender diduga memiliki masalah dalam proyek-proyek sebelumnya, seperti pembangunan Teras Samarinda yang masih mendapat protes dari masyarakat dan pekerja. Isu bahwa perusahaan tersebut merupakan perusahaan “rentalan” yang sering dipinjamkan untuk proyek-proyek besar semakin memperkuat dugaan adanya kongkalikong dalam proses pengadaan.
Pentingnya integritas pejabat pemerintahan dalam proses pengadaan barang dan jasa juga ditekankan oleh Asep. Ia mengingatkan bahwa Perpres Nomor 12 Tahun 2021 dan Perlem LKPP Nomor 12 Tahun 2021 sebagai pedoman dan landasan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah harus dihormati dan dijalankan dengan penuh tanggung jawab.
“PPK memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa penyedia jasa yang terlibat dalam proyek sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam dokumen pengadaan dan kontrak. Jika di lapangan ada ketidaksesuaian antara yang tercantum dalam dokumen dan pelaksanaan pekerjaan, PPK harus mengambil tindakan tegas, termasuk menangguhkan pekerjaan hingga penyedia jasa memenuhi syarat-syarat kontrak,” lanjut Asep.
Hingga saat ini, meskipun isu ini terus berkembang, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Kabupaten Pangandaran tidak memberikan tanggapan saat dikonfirmasi via WhatsApp terkait dugaan masalah dalam proyek tersebut. Hal ini menambah kecurigaan masyarakat terhadap proses pengadaan yang berlangsung.
Pihak berwenang di Kabupaten Pangandaran, termasuk PPK dan kuasa pengguna anggaran, diharapkan dapat lebih ketat dalam mengawasi pelaksanaan proyek dan memastikan bahwa tidak ada pelanggaran yang merugikan kepentingan negara dan masyarakat.
(BD)